Pelbagai pengalaman dan pahit getir telah dilalui selama tempoh tersebut namun rahsia disebalik bandar Guangzhou tersirat catatan sejarah yang lebih agung untuk kita tatapi bersama.
Bandar Guangzhou di China ternyata menyimpan sejarah kebesaran Islam. Di bandar yang disebut Khanfu oleh orang Arab ini, Islam pertama kali datang dan berkembang.Bandar ini menjadi pusat pengembangan Islam di China kerana keberadaan pelabuhan laut antarabangsanya
Menurut catatan resmi dari Dinasti Tang yang berkuasa pada 618-905 M dan berdasarkan catatan serupa dalam buku A Brief Study of the Introduction of Islam to China karya Chen Yuen, Islam pertama kali datang ke China sekitar tahun 30 H atau 651 M.
Disebutkan bahwa Islam masuk ke China melalui utusan yang dikirim oleh Khalifah Ustman bin Affan, yang memerintah selama 12 tahun atau pada periode 23-35 H / 644-656 M. Sementara menurut catatan Lui Tschih, penulis Muslim China pada abad ke 18 dalam karyanya Chee Chea Sheehuzoo (Perihal Kehidupan Nabi), Islam dibawa ke China oleh rombongan yang dipimpin Saad bin Abi Waqqas.
Sebagian catatan lagi menyebutkan, Islam pertama kali datang ke China dibawa oleh panglima besar Islam, Saad bin Abi Waqqas, bersama sahabat lainnya pada tahun 616 M. Catatan tersebut menyebutkan bahwa Saad bin Abi Waqqas dan tiga sahabat lainnya datang ke China dari Abyssinia atau yang sekarang dikenal dengan Etiopia.
Setelah kunjungan pertamanya. Saad kemudian kembali ke Arab. Ia kembali lagi ke China 21 tahun kemudian atau pada masa pemerintahan Usman bin Affan, dan datang dengan membawa salinan Al Quran. Usman pada masa kekhalifahannya memang menyalin Al Quran dan menyebarkan ke berbagai tempat, demi menjaga kemurnian kitab suci ini.
Pada kedatangannya yang kedua di tahun 650, Saad berlayar melalui Samudera Hindi ke Laut China menuju pelabuhan laut di Guangzhou. Kemudian ia berlayar ke Chang'an atau kini dikenal degan nama Xi'an melalui rute yang kemudian dikenal sebagai Jalan Sutera.
Bersama para sahabat, Saad datang dengan membawa hadiah dan diterima dengan baik oleh kaisar Dinasti Tang, Kao-Tsung (650-683). Namun Islam sebagai agama tidak langsung diterima oleh sang kaisar. Setelah melalui proses penyelidikan, sang kaisar kemudian memberikan izin bagi pengembangan Islam yang dirasanya sesuai dengan ajaran Konfusius.
Namun sang kaisar merasa bahwa kewajiban sembahyang lima kali sehari dan puasa sebulan penuh terlalu berat baginya hingga akhirnya ia tidak jadi memeluk Islam. Namun begitu ia mengizinkan Saad bin Abi Waqqas dan para sahabat untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat di Guangzhou. Oleh orang Cina, Islam disebut sebagai Yi si lan Jiao atau agama yang murni. Sementara Makkah disebut sebagai tempat kelahiran Buddha Ma-hia-wu (atau Rasulullah Muhammad SAW).
Saad bin Abi Waqqas kemudian menetap di Guangzhou dan ia mendirikan Masjid Huaisheng yang menjadi salah satu tonggak sejarah Islam paling berharga di China. Masjid ini menjadi masjid tertua yang ada di daratan Cina dan usianya sudah melebihi 1300 tahun. Ianya teletak di jalan Guang Ta Lu. Mesjid ini terus bertahan melewati berbagai monomen sejarah China dan saat ini masih berdiri tegak dan masih seindah dahulu setelah diperbaiki beberapa kali. Baru-baru ini mesjid ini di perbaiki sekali lagi dengan melibatkan pembesaran ruangan sembahyang apabila pihak pengurusan mesjid membeli sedikit ruangan bahagian belakang mesjid .
Masjid Huaisheng ini kemudian dijadikan Masjid Raya Guangzhou Remember the Sage, atau masjid untuk mengenang Nabi Muhammad SAW. Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Guang ta, karena masjid dengan menara elok ini yang letaknya di jalan Guangta. Ta berarti menara, kerana menurut sejarahnya menara mesjid ini adalah yang tertinggi pada awal pembinaannya berbanding bangunan lain.
Mesjid Huai Sheng , Guangzhou
Di Guangzhou terdapat 4 mesjid yang kesemuanya digunakan untuk sembahyang berjemaah. Paling ramai jemaah adalah pada hari Jumaat:
1. Mesjid Huai Sheng Guang Ta - 1500 jemaah
2. Mesjid Maqam Saad - 1500 jemaah
3. Mesjid Hao pan - 600 jemaah
4. Mesjid Xiao Dong Yin - 500 jemaah
Sebahagian percaya bahwa Saad bin Abi Waqqas menghabiskan sisa hidupnya dan meninggal di Guangzhou, China. Sebuah pusara diyakini sebagai makamnya. Makamnya menjadi satu lagi tempat kunjungan pelawat dari seluruh pelusuk dunia. Sampai di Guangzhou adalah tidak resmi bagi kita orang Islam kalau tidak menjejakkan kaki ke kubur Saad.
Namun sebagian lagi menyatakan bahwa Saad meninggal di Madinah dan dimakamkan di makam para sahabat. Meski tidak diketahui secara pasti dimana Saad bin Abi Waqqas meninggal dan dimakamkan di mana, namun dipastikan ia memiliki peranan penting terhadap perkembangan Islam di China. Bila pelawat dari Malaysia mempertikaikan keberadaan kubur Saad di China saya menyatakan, keyakinan saya yang pastinya kubur tersebut adalah kubur seorang berbangsa Arab yang memiliki jasa besar kepada perkembangan Islam di China.
Pada masa keberangkatan Saad bin Abi Waqqas ke China, dipercaya bahawa seorang sahabat meninggal di perjalanan. Ia kemudian dimakamkan di satu daerah bernama Hami di bagian barat Daerah Xinjiang. Makamnya kini dikenal sebagai Geys Mazars.
Sesudah itu Islam berkembang dengan pesat di China berbanding daerah-daerah lain di luar kawasan Arab. Di negara ini, Islam berkembang melalui perdagangan. Itu sebabnya, Islam berkembang di daerah sekitar pelabuhan dan bandar-bandar besar di berbagai negara.
Selain Guangzhou, salah satu daerah yang menjadi pusat perkembangan Islam adalah Quanzhou. Kota yang menjadi titik awal jalur sutera ini juga menjadi bukti nyata keindahan toleransi antara umat beragama. Di bandar ini, pemeluk Islam, Hindu, Budha, Manichaeisme, Taoisme, Nestoriaisme, dan berbagai kepercayaan lain di bandar ini hidup aman damai dan saling membantu.
Quanzhou juga ramai dikunjungi peziarah Muslim dari Arab karena keberadaan makam suci dua orang yang dipercaya merupakan sahabat Rasulullah. Dalam bahasa Cina, sahabat ini bernama Sa-ke-zu dan Wu-ko-su. Selain makam, di Quanzhou juga terdapat salah satu masjid awal yang ada di China, yaitu Masjid Qingjing. Masjid ini dibangun tahun 1009, dan reka bentuk masjid ini dibuat berdasar masjid di Damaskus.
Di bandar ini juga terdapat sekitar 10 ribu makam orang Arab dengan nama keluarga Guo di Pulau Baiqi, Quanzhou. Makam-makam ini ditulisi dengan huruf Cina dan Arab. Makam ini jelas makam orang Islam, dan banyak di antaranya yang ditulisi dengan kata Fanke Mu yang artinya adalah makam orang asing. Ini menjadi bukti banyaknya umat Islam dari luar China yang menetap di kota ini.
Sayangnya kini kejayaan sejarah bandar ini hilang begitu saja. Di suatu masa, Quanzhou menjadi kota yang dipenuhi oleh masjid, kuil, dan biara. Namun kini semua itu hilang, dan yang tersisa hanyalah dinding yang nyaris roboh.
Setelah masa berlalu sekian lama , sejak tahun 2000 terutamanya kunjungan orang Arab ke China bertambah dengan mendadak. Bandar Yiwu contohnya sangat digemari oleh pedagang Arab. Mereka berkampung di sini untuk menghantar pelbagai barangan untuk kegunaan negara masing-masing. Khususnya barangan keperluan untuk para jemaah haji pada tiap tahun di Makkah. Kalau tidak terlalu melampau saya boleh katakan selain dari air zam-zam dan buah kurma yang lainnya yang ada di jual pada musim haji adalah barangan dari China.