9 Jamadil Akhir 1431.
Email : Jaafar ash-shodiq
PENDAHULUAN
Pertanyaan-pertanyaan yang selalu menghantui manusia dalam hidupnya adalah dari manakah ia berada (di dunia ini), kemanakah ia akan dikembalikan kelak dan apakah tujuan dari keberadaannya ini?
Pertanyaan-pertanya an yang dilontarkan manusia kepada dirinya sepanjang masa ini memerlukan jawaban yang jitu dan memuaskan, supaya ia, berdasarkan jawaban tersebut, dapat mengambil sikap yang tegas dalam kehidupannya, meluruskan perilakunya dan menegakkan undang-undang ideal yang diminati oleh masyarakatnya.
Dengan asumsi-asumsi hampa dan tidak memuaskan rasa haus manusia akan hakekat dan realitas hidup, akidah-akidah hasil rekayasa manusia (al-’aqa`id al-wadl’iyah) mengalami kegagalan fatal dalam menjawab pertanyaan-pertanya an tersebut. Jawaban-jawaban yang dilontarkan oleh akidah-akidah tersebut dalam menjawab pertanyaan-pertanya an itu antara lain;‘manusia ditemukan dengan sendirinya’, ‘manusia ditemukan akibat perkembangan materi’ dan lain sebagainya.
Dan kegagalan akidah-akidah itu tidak sampai di sini saja. Mereka juga gagal dalam menciptakan formulasi-formulasi undang-undang kemasyarakatan yang dapat membina manusia dan merealisasikan kebahagiannya.
Di saat akidah dan kepercayaan- kepercayaan agama yang tidak orisinil itu menjawab pertanyaan-pertanya an di atas dengan jawaban-jawaban yang palsu dan membingungkan dengan asumsinya bahwa manusia memiliki pencipta, akan tetapi pencipta yang serupa dengan makhluknya, akidah Islam telah berhasil menjawab pertanyaan-pertanya an tersebut dengan jitu dan memuaskan. Akidah Islam mengakui bahwa manusia memiliki Pencipta Yang Maha Bijaksana lagi Kuasa yang tidak dapat dicapai dengan indra dan tidak bisa disamakan dengan manusia. Akidah Islam menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk sebuah tujuan yang tinggi, yaitu menyembah Allah yang konsekuensinya, ia akan dapat mencapai tingkat kesempurnaan dan keabadian yang tertinggi.
Di samping itu, akidah ini juga mewujudkan naluri ideal (dalam diri manusia) yang Islam menganjurkan agar naluri tersebut selalu dikembangkan demi terwujudnya manusia sempurna di bidang pemikiran, sosial dan perilaku. Begitu juga demi terwujudnya kepribadian berakidah yang berjalan sesuai dengan akal yang terarah, perilaku yang lurus dan siap mengemban missi, tidak seperti kepribadian yang mengalami kevakuman akidah, yang seluruh perhatiannya tercurahkan kepada egoisme dan kemaslahatan dirinya. Kepribadian semacam ini akan mengalami kevakuman akal, kemelut jiwa dan kehilangan tujuan dalam hidup.
Patut untuk diingat di sini bahwa akidah Islam bukan seperti akidah (yang didefinisikan oleh) para filsuf yang tidak lebih dari sekedar teori pemikiran yang tersembunyi di sudut-sudut otak manusia. Akan tetapi akidah Islam adalah sebuah power yang (bersemayam dan) bergerak di dalam hati dan berpengaruh secara positif pada jiwa dan anggota badan. Dengan ini, orang yang memiliki akidah akan terdorong untuk berkiprah di medan jihad dan amal. Atas dasar ini, akidah Islam (pada masa kejayaan Islam) telah menjadi sebuah kekuatan yang aktif dan motor penggerak (bagi muslimin) yang telah mampu mengubah perjalanan sejarah, merombak kebudayaan-kebudaya an (yang berlaku kala itu), meletuskan revolusi-revolusi agung dalam kehidupan manusia, baik di bidang tatanan hidup sosial maupun pemikiran dan menciptakan kemenangan militer. Telah kita ketahui bersama bahwa kelompok minoritas (muslim) Makkah yang tertindas telah mampu bertahan selama tiga belas tahun menghadapi kelaliman yang melanda mereka bagai topan dengan akidah tersebut.
Akidah inilah yang telah berhasil mengumpulkan tentara sebanyak sepuluh ribu orang untuk berkhidmat kepada Rasulullah saww yang sebelumnya beliau tidak memiliki kekuatan militer dan lari dari Makkah secara sembunyi-sembunyi karena diusir oleh orang-orang kafir Makkah -. Dan orang-orang yang memerangi beliau sepanjang masa itu tidak mampu bertahan menghadapi kekuatan iman yang kokoh ini. Oleh karena itu, mereka menyerah dan menyatakan keislaman mereka di hadapan beliau atau membayar jizyah.
Muslimin kala itu memiliki sarana kemenangan yang paling kuat, yaitu akidah Islam yang telah mampu menciptakan hal-hal yang tidak dipercayai oleh manusia biasa. Akidah ini telah memberanikan Hamzah untuk memimpin Sariyah pertama Islam yang hanya berkekuatan tiga puluh pasukan berkuda ketika menghadapi tiga ratus pasukan berkuda Quraisy di pinggiran Laut Merah. Sariyah Islam ini tidak keluar ke medan laga hanya demi memamerkan kekekaran tubuh. Sariyah ini memiliki semangat juang tinggi yang hanya ingin bertujuan menumpas musuh yang kekuatannya lebih besar sepuluh kali lipat dari kekuatan dirinya.
Dan belum pernah terjadi dalam sejarah pertempuran- pertempuran Islam yang selalu menghasilkan kemenangan-kemenang an gemilang itu, kekuatan muslimin secara materi setara dengan kekuatan musuh. Akan tetapi, dari sisi jumlah dan prasarana, kekuatan mereka terkadang hanya seperlima lebih kecil dari kekuatan musuh. Kemenangan yang mereka peroleh itu bersumber dari kekuatan spiritual yang terpancar dari akidah dan kekuatan-kekuatan ghaib yang turun kepada mereka secara kontinyu. Sarana dan prasarana materi hanyalah pelengkap kemenangan tersebut.
Dengan ini, akidah adalah kekuatan yang fundamental dalam setiap pertempuran (yang pernah terjadi pada masa kejayaan) Islam dan faktor utama terwujudnya kemenangan di segala bidang.
Dan supaya kita mampu mewujudkan sebuah kebangkitan peradaban di dalam diri setiap individu muslim, (salah satu cara yang efektif adalah) kita mengingatkannya akan persembahan- persembahan yang telah dianugerahkan oleh akidah Islam ini kepada masyarakat muslim masa lampau.
Betul, bahwa seorang muslim tidak akan melucuti akidahnya dari sanubarinya. Akan tetapi, dikarenakan adanya perang pemikiran yang menyerang akidah tersebut dan faktor-faktor dekadensi moral yang menyerang masyarakatnya sebagai akibat dari jauhnya mereka dari kultur dan ajaran-ajaran langit, akidah tersebut akan kehilangan fungsi, dan ia akan kehilangan rasa solidaritas sosial dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah :
Pertama, mengenalkan setiap individu muslim dengan akidah yang benar lewat sumber-sumbernya yang bersih dan suci.
Kedua, meyakinkannya akan kebenaran akidah yang dimiliki, validitas akidah tersebut untuk dipromosikan di zaman modern ini dan keunggulannya secara mutlak atas akidah-akidah yang lain.
Ketiga, berusaha untuk memulihkan kembali peran akidah dalam membina manusia muslim supaya akidah tersebut merasuk ke dalam sanubarinya berbentuk sebuah iman yang kokoh, perilaku yang baik dan akhlak yang terpuji dalam perangainya sehari-hari, sebagaimana akidah tersebut telah mempengaruhi cara hidup muslimin terdahulu dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kami angkat pembahasan yang meliputi peranan akidah dalam membina manusia, baik secara pemikiran, tata cara kehidupan sosial dan kejiwaan, dan refleksi-refleksiny a terhadap etika dan perilaku seorang muslim ini ke permukaan. Dan di dalam buku ini kami juga memaparkan peran Ahlul Bayt a.s. yang besar dalam memelihara akidah dan memerangi usaha-usaha (sebagian orang) yang ingin melupakan muslimin (terhadap arti hidup) yang sedang menimpa masyarakat muslim dalam dunia politik di masa kini.
Patut disinggung di sini, dalam pembahasan ini kami mengikuti metode naqli dan bersandarkan kepada referensi-referensi Islam.
Dari Allahlah kami memohon bantuan dan taufik.