Oleh : Shah Bundy
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw telah menjelaskan keutamaan yang tak terhingga bagi puasa pada setiap hari dalam bulan Ramadhan, dan beliau juga telah menentukan doa-doa khusus untuk setiap harinya yang memiliki keutamaan dan pahala yang sangat banyak. Melalui kesempatan ini, insya Allah semoga Tuhan memberikan taufik dan kesehatan kepada kita untuk membahasnya secara tuntas hingga hari terakhir doa-doa harian bulan Ramadhan ini. Semoga.
Di hari pertama bulan suci ini mari kita sama-sama berdoa:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صِيَامِيْ فِيْهِ صِيَامَ الصَّائِمِيْنَ وَ قِيَامِيْ فِيْهِ قِيَامَ الْقَائِمِيْنَ وَ نَبِّهْنِيْ فِيْهِ عَنْ نَوْمَةِ الْغَافِلِيْنَ وَ هَبْ لِيْ جُرْمِيْ فِيْهِ يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَ اعْفُ عَنِّيْ يَا عَافِيًا عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ
Ya Allah, jadikanlah puasaku di bulan ini seperti orang-orang sejati berpuasa, dan qiyamku seperti qiyamnya orang-orang yang bangkit, bangunkanlah aku di bulan ini dari kelelapan tidur orang-orang yang lupa. Ampunilah segala kesalahanku, wahai Tuhan semesta alam, dan ampunilah aku, wahai pengampun orang-orang yang bersalah.
Di bulan penuh berkat ini kita harus semaksimal mungkin mengenal dan mendapatkan emanasi Ilahiah di dalamnya. Di hari-hari bulan Ramadhan terdapat doa-doa yang dapat membantu kita untuk mengenal keutamaan dan esensi bulan Ramadhan. Ramadhan merupakan nama dari nama-nama Tuhan. Dan kita tidak diperkenankan untuk menyebut misalnya Ramadhan telah tiba; Namun kita diperintahkan untuk menyebutnya dengan menyertakan bulan atas Ramadhan menjadi bulan Ramadhan.
Secara leksikal, di antara salah satu makna ramadhan adalah gugurnya dedaunan pada musim gugur. Sebab dinamakannya bulan ini sebagai bulan Ramadhan lantaran di bulan kudus ini dosa-dosa para hamba, muslimin dan mukminin laksana gugurnya dedaunan di musim gugur. Atas alasan ini nama bulan ini adalah ramadhan.
(Biharul Anwar, jil. 58, hal. 341).
Dari redaksi doa hari pertama bulan Ramadhan empat hal yang ingin kita bahas di sini yaitu redaksi; 1. Shiyam. 2. Qiyam. 3. Ghaflat.
Shiyam merupakan kewajiban orang-orang beriman sebagaimana yang termaktub dalam ayat suci, “Diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaiman diwajibkan atas umat terdahulu.” Orang-orang beriman yang menjadi khitab ayat suci ini menunjukkan kewajiban berpuasa sebagaimana umat terdahulu diwajibkan atasnya. Musa KalimuLlah selama empat puluh hari pergi ke Miqat dan pada hari-hari Miqat menunaikan puasa. Dalam Injil juga disebutkan bahwa Nabi Isa juga melakukan puasa. Nabi Daud As melakukan puasa seumur hidupnya.
(Safinatul Bihar, jil. 2, hal. 66)
Dari ayat yang dimaksud seruan “Wahai orang-orang yang beriman” merupakan redaksi yang paling mulia untuk digunakan menyeru. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seruan “Wahai orang-orang yang beriman” ini melenyapkan segala kesulitan dan kesusahan sebagai hasil dari pengerjaan ibadah. Dalam ranah retorika, ucapan ini merupakan ucapan yang indah dan subtil. Tuhan menyeru kepada orang-orang beriman, di sini redaksi yang digunakan bukan lagi redaksi “wahai umat manusia.”
Berbicara tentang puasa kita dapat membagi jenis puasa menjadi tiga bagian:
1. Puasa orang awam; Orang-orang yang berpuasa sekedar menahan lapar dan dahaga. Dan jenis puasa seperti ini tidak memberikan manfaat yang besar kecuali terbebas dari azab.
2. Puasa orang khusus; Orang-orang yang berpuasa yang menjaga pandangan, lisan, tangan, kaki dan indra lainnya dari berbuat dosa dan bermaksiat. Dan orang-orang yang berpuasa sedemikian telah dijanjikan ganjaran yang tak-terbatas.
3. Puasa orang yang paling khusus; Orang-orang yang berpuasa yang menjaga dirinya dari kesibukan memikiran dunia dan akhlak tercela. Orang yang berpuasa jenis ini adalah orang-orang yang telah melampaui ikatan ruang dan waktu, menembus batas cakrawala. Orang yang dalam hati, pikiran dan perbuatannya tiada lain diperuntukkan untuk Sang Kinasih. Berpuasa bagi orang ini berbeda dengan berpuasa pertama dan kedua, tetapi berpuasa dengan menghindarkan diri dari segala sesuatu selain Allah Swt. Sebagaimana Tuhan berfirman: “Katakanlah Tuhan dan singkirkan yang lainnya” (Qs. Al-An’am [6]:91) Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam ‘Ali bin Abi Thalib As berdoa: “Ya Allah! Sesungguhnya aku menyembahMu dan menundukkan kepalaku dalam penghambaan, bukanlah karena gairah hati akan surga atapun takut api neraka, melainkan aku menyembah-Mu karena Engkau memang pantas disembah.” Menurut riwayat-riwayat yang mutawatir bahwa barang siapa yang berpuasa semata-mata untuk Tuhan, dan di bulan kudus ini mensucikan dirinya dari segala akhlak tercela, maka ganjaran yang akan diterimanya adalah menjadi haknya untuk mendapatkan pengampunan Ilahi dan terbebas dari azab jahannam.
Hisyam bin Hakam yang merupakan salah seorang sahabat dan murid utama Imam Shadiq As menukil bahwa: Sesungguhnya Allah Swt mewajibkan puasa sehingga dengannya antara kaum kaya dan miskin dapat tercipta kesetaraan. Orang kaya dengan berpuasa dapat merasakan penderitaan lapar sehingga dengan demikian ia dapat mengasihi dan berbagi rasa dengan orang miskin. Bagi orang kaya barangkali mudah untuk mendapatkan makanan dan minuman kapan saja mereka mau dan dimana saja mereka ingin dengan segala jenis dan ragamnya. Karenanya Allah Swt mewajibkan puasa supaya di antara para hambanya kaya dan miskin dapat merasakan kesamaan dan kesataraan dan juga pesan kepada para pemilik modal dapat mencicipi penderitaan lapar sehingga merasa iba kepada orang-orang lapar dan miskin. Barangkali hal ini merupakan salah satu di antara pesan sosial puasa.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صِيَامِيْ فِيْهِ صِيَامَ الصَّائِمِيْنَ
Ya Allah jadikan puasaku puasanya orang-orang sejati yang berpuasa.
Kita meminta kepada Allah untuk menjadikan puasa kita puasanya orang yang paling khusus. Orang yang hanya menghendaki tidak selain Tuhan.
وَ قِيَامِيْ فِيْهِ قِيَامَ الْقَائِمِيْنَ
Dan qiyamku sebagaimana qiyamnya orang-orang qiyam.
Imam Sajjad As dalam salah satu penggalan doanya menyebut bulan Ramadhan sebagai bulan menegakkan shalat malam. Shalat malam merupakan kemuliaan orang mukmin. Kehormatan dan perhiasaan bagi mereka di dunia dan akhirat. Di antara keutamaan shalat malam dapat kita dengar dari lisan Imam Shadiq As, shalat malam memperindah wajah orang yang menunaikannya, memperelok akhlaknya, menjadikan semerbak baunya, memperbanyak rizki dan membuat hutangnya terlunaskan, menghilangkan duka dan membuatnya bercahaya.”
Allamah Thaba-thabai Ra berkisah: “Tatkala aku mendapatkan kemuliaan tiba di Najaf Asyraf untuk menuntut ilmu, terkadang aku menyempatkan diri untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, Qadhi Thaba-thabai untuk mendengarkan beberapa wejangan darinya. Hingga suatu hari aku berdiri di hadapan sebuah madrasah yang dilalui oleh Qadhi Thaba-thabai. Tatkala ia tiba di hadapanku ia meletakkan tangannya membelai rambutku dan berkata: “Duhai anakku! Engkau menghendaki dunia tunaikanlah shalat malam. Engkau menghendaki akhirat tunaikanlah shalat malam. Tuturan arif besar ini sungguh sangat berpengaruh dalam dirku sehingga semenjak saat itu hingga aku kembali ke Iran, selama lima tahun, aku bersimpuh siang dan malam di hadapan Qadhi Thaba-thabai menuntut ilmu dan mendapatkan curahan emanasi darinya. Di akhir kisahnya, Allamah menuturkan: “Segala yang aku miliki adalah bersumber dari Qadhi.” Berkat amalan yang diberikan kepadaku.
Dapat menegakkan shalat malam di bulan Ramadhan sungguh merupakan sebuah kemuliaan ganda. Dalam keheningan dan kebeningan malam kita berdiri, bersimpuh dan tunduk dalam ritmis shalat malam dan berbisik lirih kepada-Nya, Ilahi telah datang kepada kami bulan mulia, bulan yang penuh berkat dan rahmat. Tolonglah kami di bulan ini untuk dapat menjalankan perintahMu dengan sebaik-baiknya. Bantulah kami untuk memenuhi bulan ini dengan pengabdian kepadaMu, hiasi waktu-waktunya dengan ketaatan kepada-Mu, tolonglah kami pada waktu siangnya dengan berpuasa puasanya orang yang paling khusus dan malamnya dengan shalat, khusyuk bersimpuh dan merendah kepadaMu sehingga siangnya tidak menyaksikan kami dalam kelalaian, malamnya tidak melihat kami dalam kealpaan.” Semoga kita mendapatkan taufik kemuliaan menegakkan shalat malam di malam-malam bulan Ramadhan ini. Dan menjadi pemantik untuk bangkit berdiri menegakkan shalat malam di malam-malam lainnya.
وَ نَبِّهْنِيْ فِيْهِ عَنْ نَوْمَةِ الْغَافِلِيْنَ
Bangunkanlah aku di bulan ini dari kelelapan tidur orang-orang yang lalai.
Syarat pertama dan utama dalam sair suluk ilaLlah adalah bangun dan terjaga dari kelalaian dan kelelapan. Disebutkan dalam kitab Manazil as-Sairin bahwa langkah pertama seseorang untuk memulai meniti jalan suluk kepada Allah adalah Yaqzha (terbangun). Bangunnya hati terhadap ketidakmampuan dalam menghitung nikmat nir-batas Ilahi. Keterjagaannya adalah usaha untuk mengenal nikmat yang diberikan Sang Pencipta kepadanya. Kita memohon kepada Allah supaya terbangun dan terjaga dari lelap cinta kepada selain-Nya. Apabila manusia tidak terjaga dan lelap dalam tidur, tiada gerakan yang dapat diharapkan darinya. Lalai merupakan salah satu penghambat utama melesakkan seseorang untuk mendekat kepada Tuhan. Burung ketika ia terjaga tidak akan terkena panah. Anak panah akan menghujam ke badan seekor burung atau hewan buruan tatkala ia dalam keadaan alpa dan lalai.
Dalam munajat Sya’baniyah, disebutkan bahwa lalai (ghaflat) merupakan kotoran yang menkontaminasi jiwa. Para Imam Maksum dalam munajat yang disebutkan berseru lirih kepada Tuhan: “Tuhan kami! Kami bersyukur kepadamu karena Engkau telah mensucikan jiwa kami dari kotoran lalai.” Di penghujung doa hari pertama ini, kita memohon kepada Tuhan:
هَبْ لِيْ جُرْمِيْ فِيْهِ يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَ اعْفُ عَنِّيْ يَا عَافِيًا عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ
Ampunilah segala kesalahanku, wahai Tuhan semesta alam, dan ampunilah aku, wahai pengampun orang-orang yang bersalah.
Memohon ampunan kepada Tuhan semesta alam alias bertobat merupakan langkah kedua menuju ke haribaan Tuhan. Taubat hanya dapat beroperasi tatkala seseorang mengenal dosa dan kesalahannya. Karena operasi taubat terlaksana bukan tanpa syarat di antaranya penyesalan dan meminta maaf. Memang diperlukan keberanian untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf atas kesalahan tersebut. Tuhan Sang Maha Pengampun cinta kepada hamba-Nya yang mengakui kesalahannya. Pengakuan ini sekali-kali tiada memberikan manfaat bagi Tuhan. Seorang hamba apakah ia mengakui atau mangkir dari kesalahannya tiada akan menambah atau mengurangi kekuasaan Tuhan di alam mulk dan jabarut. Sejatinya manusia dengan pengakuan terhadap kekerdilan, kehinaan dan kesalahannya ia merasakan nikmatnya pengampunan Ilahi; lantaran semakin manusia menyadari kesalahannya dan merasakan kerendahannya maka pengampunan Ilahi semakin melezatkan baginya dan rahmat Tuhan semakin besar ia cerap.
Sebagai penutup saya mengajak Anda untuk bermunajat dengan membacakan beberapa penggalan doa Menyampaikan Pengakuan dan Memohonkan Ampunan Allah Swt dari Imam Sajjad As:
Wahai yang mahasuci (apa pun yang terjadi)
Aku tak’kan berputus asa kepadamu
Bukankah Engkau telah membukakan bagiku pintu ampunan-Mu
Bahkan ingin kusampaikan ucapan hamba yang hina
Yang meremehkan Tuhannya, Yang dosa-dosanya makin membesar
Bersama hari-hari hidupnya, Sehingga sampailah saat
Ketika kesempatan berbuat telah terlambat
Dan maut telah menjemput
Yakinlah ia tiada tempat lari dan berlindung
Kecuali pada naungan-Mu
Datanglah ia menghadap-Mu
Dengan ketulusan taubatnya
Bersimpuh di hadapan-Mu
Dengan hati yang bersih suci
Menyeru-Mu
Dengan suara parau dan gemetar
Ia merunduk di muka-Mu, sampai melengkung punggungnya
Menunduk di depan-Mu, sampai rebah kepalanya
Kakinya berguncang karena takutnya pada-Mu
Air matanya deras membasahi pipinya
Seraya memanggil-manggil-Mu: Ya Arhamar Rahimin
Wahai Yang Paling Kasih
Dari segala yang mengasihi
Wahai Yang Paling Sayang
Dari segala yang Menyayangi
Wahai yang paling Santun
Kepada para pemohon ampunan
Wahai yang maaf-Nya
Lebih sering dari siksa-Nya
Wahai yang Ridho-Nya
Lebih besar dari murka-Nya
Wahai Yang Selalu Menganugerahkan ampunan pada makhluk-Nya
Wahai Yang memperbaiki pedosa dengan ampunan
Wahai Yang Ridho dengan amal hamba yang kurang
Wahai Yang membesarkan amal yang kecil
Wahai yang Menjaminkan ijabah doa
Wahai yang menjanjikan sebagus-bagusnya imbalan
Bukanlah aku pedosa besar yang Engkau maafkan
Bukanlah aku pengaku hina yang Engkau terima
Bukanlah aku pentaubat zalim yang Engkau ampunkan
Di tempat ini aku bertaubat pada-Mu
Taubat orang yang menyesali kelalaiannya
Yang takut karena tumpukan dosanya
Yang malu karena kelakuannya
Yang tahu bahwa memaafkan dosa besar tidaklah menyulitkanmu
Mengampuni kesalahan yang banyak tidaklah menyusahkan-Mu
Membebaskan kejahatan yang keji tidak memberatkan-Mu
Yang tahu bahwa hamba yang paling Engkau cintai
Adalah hamba yang tidak takabur pada-Mu
Yang tidak mengulangi maksiat pada-Mu
Yang membiasakan istighfar
Aku berlepas diri pada-Mu dari takabur
Aku berlindung pada-Mu dari mengulangi maksiat
Aku istighfar kepada-Mu dari kekuranganku
Aku memohon bantuan-Mu dari kelemahanku
Sampaikan sejahtera bagi Muhamamad dan keluarganya… (Shahifah Sajjadiyah, Imam Zainal Abidin, Alih-Bahasa Jalaluddin Rahkmat, hal. 32-33)
Amin Yaaa Rabbal Alamin
Selamat atas terbenamnya senja Sya’ban dan terbitnya bulan Ramadhan 1429 H. Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga hari-hari yang kita lalui di dalamnya penuh dengan ketaatan dan kecintaan kepada-Nya. Ilahi Amin..
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw telah menjelaskan keutamaan yang tak terhingga bagi puasa pada setiap hari dalam bulan Ramadhan, dan beliau juga telah menentukan doa-doa khusus untuk setiap harinya yang memiliki keutamaan dan pahala yang sangat banyak. Melalui kesempatan ini, insya Allah semoga Tuhan memberikan taufik dan kesehatan kepada kita untuk membahasnya secara tuntas hingga hari terakhir doa-doa harian bulan Ramadhan ini. Semoga.
Di hari pertama bulan suci ini mari kita sama-sama berdoa:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صِيَامِيْ فِيْهِ صِيَامَ الصَّائِمِيْنَ وَ قِيَامِيْ فِيْهِ قِيَامَ الْقَائِمِيْنَ وَ نَبِّهْنِيْ فِيْهِ عَنْ نَوْمَةِ الْغَافِلِيْنَ وَ هَبْ لِيْ جُرْمِيْ فِيْهِ يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَ اعْفُ عَنِّيْ يَا عَافِيًا عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ
Ya Allah, jadikanlah puasaku di bulan ini seperti orang-orang sejati berpuasa, dan qiyamku seperti qiyamnya orang-orang yang bangkit, bangunkanlah aku di bulan ini dari kelelapan tidur orang-orang yang lupa. Ampunilah segala kesalahanku, wahai Tuhan semesta alam, dan ampunilah aku, wahai pengampun orang-orang yang bersalah.
Di bulan penuh berkat ini kita harus semaksimal mungkin mengenal dan mendapatkan emanasi Ilahiah di dalamnya. Di hari-hari bulan Ramadhan terdapat doa-doa yang dapat membantu kita untuk mengenal keutamaan dan esensi bulan Ramadhan. Ramadhan merupakan nama dari nama-nama Tuhan. Dan kita tidak diperkenankan untuk menyebut misalnya Ramadhan telah tiba; Namun kita diperintahkan untuk menyebutnya dengan menyertakan bulan atas Ramadhan menjadi bulan Ramadhan.
Secara leksikal, di antara salah satu makna ramadhan adalah gugurnya dedaunan pada musim gugur. Sebab dinamakannya bulan ini sebagai bulan Ramadhan lantaran di bulan kudus ini dosa-dosa para hamba, muslimin dan mukminin laksana gugurnya dedaunan di musim gugur. Atas alasan ini nama bulan ini adalah ramadhan.
(Biharul Anwar, jil. 58, hal. 341).
Dari redaksi doa hari pertama bulan Ramadhan empat hal yang ingin kita bahas di sini yaitu redaksi; 1. Shiyam. 2. Qiyam. 3. Ghaflat.
Shiyam merupakan kewajiban orang-orang beriman sebagaimana yang termaktub dalam ayat suci, “Diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaiman diwajibkan atas umat terdahulu.” Orang-orang beriman yang menjadi khitab ayat suci ini menunjukkan kewajiban berpuasa sebagaimana umat terdahulu diwajibkan atasnya. Musa KalimuLlah selama empat puluh hari pergi ke Miqat dan pada hari-hari Miqat menunaikan puasa. Dalam Injil juga disebutkan bahwa Nabi Isa juga melakukan puasa. Nabi Daud As melakukan puasa seumur hidupnya.
(Safinatul Bihar, jil. 2, hal. 66)
Dari ayat yang dimaksud seruan “Wahai orang-orang yang beriman” merupakan redaksi yang paling mulia untuk digunakan menyeru. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa seruan “Wahai orang-orang yang beriman” ini melenyapkan segala kesulitan dan kesusahan sebagai hasil dari pengerjaan ibadah. Dalam ranah retorika, ucapan ini merupakan ucapan yang indah dan subtil. Tuhan menyeru kepada orang-orang beriman, di sini redaksi yang digunakan bukan lagi redaksi “wahai umat manusia.”
Berbicara tentang puasa kita dapat membagi jenis puasa menjadi tiga bagian:
1. Puasa orang awam; Orang-orang yang berpuasa sekedar menahan lapar dan dahaga. Dan jenis puasa seperti ini tidak memberikan manfaat yang besar kecuali terbebas dari azab.
2. Puasa orang khusus; Orang-orang yang berpuasa yang menjaga pandangan, lisan, tangan, kaki dan indra lainnya dari berbuat dosa dan bermaksiat. Dan orang-orang yang berpuasa sedemikian telah dijanjikan ganjaran yang tak-terbatas.
3. Puasa orang yang paling khusus; Orang-orang yang berpuasa yang menjaga dirinya dari kesibukan memikiran dunia dan akhlak tercela. Orang yang berpuasa jenis ini adalah orang-orang yang telah melampaui ikatan ruang dan waktu, menembus batas cakrawala. Orang yang dalam hati, pikiran dan perbuatannya tiada lain diperuntukkan untuk Sang Kinasih. Berpuasa bagi orang ini berbeda dengan berpuasa pertama dan kedua, tetapi berpuasa dengan menghindarkan diri dari segala sesuatu selain Allah Swt. Sebagaimana Tuhan berfirman: “Katakanlah Tuhan dan singkirkan yang lainnya” (Qs. Al-An’am [6]:91) Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam ‘Ali bin Abi Thalib As berdoa: “Ya Allah! Sesungguhnya aku menyembahMu dan menundukkan kepalaku dalam penghambaan, bukanlah karena gairah hati akan surga atapun takut api neraka, melainkan aku menyembah-Mu karena Engkau memang pantas disembah.” Menurut riwayat-riwayat yang mutawatir bahwa barang siapa yang berpuasa semata-mata untuk Tuhan, dan di bulan kudus ini mensucikan dirinya dari segala akhlak tercela, maka ganjaran yang akan diterimanya adalah menjadi haknya untuk mendapatkan pengampunan Ilahi dan terbebas dari azab jahannam.
Hisyam bin Hakam yang merupakan salah seorang sahabat dan murid utama Imam Shadiq As menukil bahwa: Sesungguhnya Allah Swt mewajibkan puasa sehingga dengannya antara kaum kaya dan miskin dapat tercipta kesetaraan. Orang kaya dengan berpuasa dapat merasakan penderitaan lapar sehingga dengan demikian ia dapat mengasihi dan berbagi rasa dengan orang miskin. Bagi orang kaya barangkali mudah untuk mendapatkan makanan dan minuman kapan saja mereka mau dan dimana saja mereka ingin dengan segala jenis dan ragamnya. Karenanya Allah Swt mewajibkan puasa supaya di antara para hambanya kaya dan miskin dapat merasakan kesamaan dan kesataraan dan juga pesan kepada para pemilik modal dapat mencicipi penderitaan lapar sehingga merasa iba kepada orang-orang lapar dan miskin. Barangkali hal ini merupakan salah satu di antara pesan sosial puasa.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ صِيَامِيْ فِيْهِ صِيَامَ الصَّائِمِيْنَ
Ya Allah jadikan puasaku puasanya orang-orang sejati yang berpuasa.
Kita meminta kepada Allah untuk menjadikan puasa kita puasanya orang yang paling khusus. Orang yang hanya menghendaki tidak selain Tuhan.
وَ قِيَامِيْ فِيْهِ قِيَامَ الْقَائِمِيْنَ
Dan qiyamku sebagaimana qiyamnya orang-orang qiyam.
Imam Sajjad As dalam salah satu penggalan doanya menyebut bulan Ramadhan sebagai bulan menegakkan shalat malam. Shalat malam merupakan kemuliaan orang mukmin. Kehormatan dan perhiasaan bagi mereka di dunia dan akhirat. Di antara keutamaan shalat malam dapat kita dengar dari lisan Imam Shadiq As, shalat malam memperindah wajah orang yang menunaikannya, memperelok akhlaknya, menjadikan semerbak baunya, memperbanyak rizki dan membuat hutangnya terlunaskan, menghilangkan duka dan membuatnya bercahaya.”
Allamah Thaba-thabai Ra berkisah: “Tatkala aku mendapatkan kemuliaan tiba di Najaf Asyraf untuk menuntut ilmu, terkadang aku menyempatkan diri untuk bertemu dengan salah seorang kerabatku, Qadhi Thaba-thabai untuk mendengarkan beberapa wejangan darinya. Hingga suatu hari aku berdiri di hadapan sebuah madrasah yang dilalui oleh Qadhi Thaba-thabai. Tatkala ia tiba di hadapanku ia meletakkan tangannya membelai rambutku dan berkata: “Duhai anakku! Engkau menghendaki dunia tunaikanlah shalat malam. Engkau menghendaki akhirat tunaikanlah shalat malam. Tuturan arif besar ini sungguh sangat berpengaruh dalam dirku sehingga semenjak saat itu hingga aku kembali ke Iran, selama lima tahun, aku bersimpuh siang dan malam di hadapan Qadhi Thaba-thabai menuntut ilmu dan mendapatkan curahan emanasi darinya. Di akhir kisahnya, Allamah menuturkan: “Segala yang aku miliki adalah bersumber dari Qadhi.” Berkat amalan yang diberikan kepadaku.
Dapat menegakkan shalat malam di bulan Ramadhan sungguh merupakan sebuah kemuliaan ganda. Dalam keheningan dan kebeningan malam kita berdiri, bersimpuh dan tunduk dalam ritmis shalat malam dan berbisik lirih kepada-Nya, Ilahi telah datang kepada kami bulan mulia, bulan yang penuh berkat dan rahmat. Tolonglah kami di bulan ini untuk dapat menjalankan perintahMu dengan sebaik-baiknya. Bantulah kami untuk memenuhi bulan ini dengan pengabdian kepadaMu, hiasi waktu-waktunya dengan ketaatan kepada-Mu, tolonglah kami pada waktu siangnya dengan berpuasa puasanya orang yang paling khusus dan malamnya dengan shalat, khusyuk bersimpuh dan merendah kepadaMu sehingga siangnya tidak menyaksikan kami dalam kelalaian, malamnya tidak melihat kami dalam kealpaan.” Semoga kita mendapatkan taufik kemuliaan menegakkan shalat malam di malam-malam bulan Ramadhan ini. Dan menjadi pemantik untuk bangkit berdiri menegakkan shalat malam di malam-malam lainnya.
وَ نَبِّهْنِيْ فِيْهِ عَنْ نَوْمَةِ الْغَافِلِيْنَ
Bangunkanlah aku di bulan ini dari kelelapan tidur orang-orang yang lalai.
Syarat pertama dan utama dalam sair suluk ilaLlah adalah bangun dan terjaga dari kelalaian dan kelelapan. Disebutkan dalam kitab Manazil as-Sairin bahwa langkah pertama seseorang untuk memulai meniti jalan suluk kepada Allah adalah Yaqzha (terbangun). Bangunnya hati terhadap ketidakmampuan dalam menghitung nikmat nir-batas Ilahi. Keterjagaannya adalah usaha untuk mengenal nikmat yang diberikan Sang Pencipta kepadanya. Kita memohon kepada Allah supaya terbangun dan terjaga dari lelap cinta kepada selain-Nya. Apabila manusia tidak terjaga dan lelap dalam tidur, tiada gerakan yang dapat diharapkan darinya. Lalai merupakan salah satu penghambat utama melesakkan seseorang untuk mendekat kepada Tuhan. Burung ketika ia terjaga tidak akan terkena panah. Anak panah akan menghujam ke badan seekor burung atau hewan buruan tatkala ia dalam keadaan alpa dan lalai.
Dalam munajat Sya’baniyah, disebutkan bahwa lalai (ghaflat) merupakan kotoran yang menkontaminasi jiwa. Para Imam Maksum dalam munajat yang disebutkan berseru lirih kepada Tuhan: “Tuhan kami! Kami bersyukur kepadamu karena Engkau telah mensucikan jiwa kami dari kotoran lalai.” Di penghujung doa hari pertama ini, kita memohon kepada Tuhan:
هَبْ لِيْ جُرْمِيْ فِيْهِ يَا إِلَهَ الْعَالَمِيْنَ وَ اعْفُ عَنِّيْ يَا عَافِيًا عَنِ الْمُجْرِمِيْنَ
Ampunilah segala kesalahanku, wahai Tuhan semesta alam, dan ampunilah aku, wahai pengampun orang-orang yang bersalah.
Memohon ampunan kepada Tuhan semesta alam alias bertobat merupakan langkah kedua menuju ke haribaan Tuhan. Taubat hanya dapat beroperasi tatkala seseorang mengenal dosa dan kesalahannya. Karena operasi taubat terlaksana bukan tanpa syarat di antaranya penyesalan dan meminta maaf. Memang diperlukan keberanian untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf atas kesalahan tersebut. Tuhan Sang Maha Pengampun cinta kepada hamba-Nya yang mengakui kesalahannya. Pengakuan ini sekali-kali tiada memberikan manfaat bagi Tuhan. Seorang hamba apakah ia mengakui atau mangkir dari kesalahannya tiada akan menambah atau mengurangi kekuasaan Tuhan di alam mulk dan jabarut. Sejatinya manusia dengan pengakuan terhadap kekerdilan, kehinaan dan kesalahannya ia merasakan nikmatnya pengampunan Ilahi; lantaran semakin manusia menyadari kesalahannya dan merasakan kerendahannya maka pengampunan Ilahi semakin melezatkan baginya dan rahmat Tuhan semakin besar ia cerap.
Sebagai penutup saya mengajak Anda untuk bermunajat dengan membacakan beberapa penggalan doa Menyampaikan Pengakuan dan Memohonkan Ampunan Allah Swt dari Imam Sajjad As:
Wahai yang mahasuci (apa pun yang terjadi)
Aku tak’kan berputus asa kepadamu
Bukankah Engkau telah membukakan bagiku pintu ampunan-Mu
Bahkan ingin kusampaikan ucapan hamba yang hina
Yang meremehkan Tuhannya, Yang dosa-dosanya makin membesar
Bersama hari-hari hidupnya, Sehingga sampailah saat
Ketika kesempatan berbuat telah terlambat
Dan maut telah menjemput
Yakinlah ia tiada tempat lari dan berlindung
Kecuali pada naungan-Mu
Datanglah ia menghadap-Mu
Dengan ketulusan taubatnya
Bersimpuh di hadapan-Mu
Dengan hati yang bersih suci
Menyeru-Mu
Dengan suara parau dan gemetar
Ia merunduk di muka-Mu, sampai melengkung punggungnya
Menunduk di depan-Mu, sampai rebah kepalanya
Kakinya berguncang karena takutnya pada-Mu
Air matanya deras membasahi pipinya
Seraya memanggil-manggil-Mu: Ya Arhamar Rahimin
Wahai Yang Paling Kasih
Dari segala yang mengasihi
Wahai Yang Paling Sayang
Dari segala yang Menyayangi
Wahai yang paling Santun
Kepada para pemohon ampunan
Wahai yang maaf-Nya
Lebih sering dari siksa-Nya
Wahai yang Ridho-Nya
Lebih besar dari murka-Nya
Wahai Yang Selalu Menganugerahkan ampunan pada makhluk-Nya
Wahai Yang memperbaiki pedosa dengan ampunan
Wahai Yang Ridho dengan amal hamba yang kurang
Wahai Yang membesarkan amal yang kecil
Wahai yang Menjaminkan ijabah doa
Wahai yang menjanjikan sebagus-bagusnya imbalan
Bukanlah aku pedosa besar yang Engkau maafkan
Bukanlah aku pengaku hina yang Engkau terima
Bukanlah aku pentaubat zalim yang Engkau ampunkan
Di tempat ini aku bertaubat pada-Mu
Taubat orang yang menyesali kelalaiannya
Yang takut karena tumpukan dosanya
Yang malu karena kelakuannya
Yang tahu bahwa memaafkan dosa besar tidaklah menyulitkanmu
Mengampuni kesalahan yang banyak tidaklah menyusahkan-Mu
Membebaskan kejahatan yang keji tidak memberatkan-Mu
Yang tahu bahwa hamba yang paling Engkau cintai
Adalah hamba yang tidak takabur pada-Mu
Yang tidak mengulangi maksiat pada-Mu
Yang membiasakan istighfar
Aku berlepas diri pada-Mu dari takabur
Aku berlindung pada-Mu dari mengulangi maksiat
Aku istighfar kepada-Mu dari kekuranganku
Aku memohon bantuan-Mu dari kelemahanku
Sampaikan sejahtera bagi Muhamamad dan keluarganya… (Shahifah Sajjadiyah, Imam Zainal Abidin, Alih-Bahasa Jalaluddin Rahkmat, hal. 32-33)
Amin Yaaa Rabbal Alamin
Selamat atas terbenamnya senja Sya’ban dan terbitnya bulan Ramadhan 1429 H. Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga hari-hari yang kita lalui di dalamnya penuh dengan ketaatan dan kecintaan kepada-Nya. Ilahi Amin..
Tiada ulasan:
Catat Ulasan