25 Rejab 1431 H
Oleh : Jarjani Usman
“Seseorang yang menyesali dosanya, maka ia menanti rahmat Allah, sedangkan seseorang yang merasa ‘ujub, maka ia menunggu murka Allah” (HR. Baihaqi).Perasaan bisa menghancurkan diri sendiri, khususnya ketika alirannya tak mampu dikendalikan.
Termasuk juga perasaan ‘ujub atau kagum pada diri sendiri, yang bisa membuat diri hina.Rasa ‘ujub bisa menyelinap dalam hati siapa saja, terutama karena karena memiliki kekuasaan, keelokan tubuh, dan lain-lain. Bahkan, perasaan ini bisa menyelimuti hati orang yang berilmu dan beramal.
Bila perasaan tersebut muncul pada orang yang berilmu, maka akan terasa ilmunya lah yang paling tinggi dan bermanfaat.Sedangkan orang lain begitu rendah ilmunya, dan bahkan tak ada samasekali.
Jika perasaan tersebut muncul pada orang yang beribadah, maka akan terasa seakan-akan dirinya lah yang paling banyak akan membawa ibadah ke akhirat kelak, sedangkan orang lain tidak. Seakan-akan amalnya mampu membeli surga. Dalam keadaan demikian, seseorang bisa begitu mudah mencap orang lain sesat.
Yang lebih parah lagi bila seseorang yang karena perasaan ujubnya sudah sampai pada tahap mengabaikan dosa. Kemungkinan ini berpeluang dirasakan oleh orang yang ujub. Karena merasa sudah banyak amal, ada orang yang beranggapan suatu dosanya bisa ditebus dengan tabungan amalnya yang begitu banyak.
Padahal, di antara amalan, ada yang hancur binasa karena perasaan diri sendiri. Makanya Rasulullah mengajak untuk senantiasa berhati-hati dalam beramal, sehingga setiap amalan tidak sia-sia. Perlu menyingkirkan segala hal yang bisa merusak, termasuk ujub.
Oleh : Jarjani Usman
“Seseorang yang menyesali dosanya, maka ia menanti rahmat Allah, sedangkan seseorang yang merasa ‘ujub, maka ia menunggu murka Allah” (HR. Baihaqi).Perasaan bisa menghancurkan diri sendiri, khususnya ketika alirannya tak mampu dikendalikan.
Termasuk juga perasaan ‘ujub atau kagum pada diri sendiri, yang bisa membuat diri hina.Rasa ‘ujub bisa menyelinap dalam hati siapa saja, terutama karena karena memiliki kekuasaan, keelokan tubuh, dan lain-lain. Bahkan, perasaan ini bisa menyelimuti hati orang yang berilmu dan beramal.
Bila perasaan tersebut muncul pada orang yang berilmu, maka akan terasa ilmunya lah yang paling tinggi dan bermanfaat.Sedangkan orang lain begitu rendah ilmunya, dan bahkan tak ada samasekali.
Jika perasaan tersebut muncul pada orang yang beribadah, maka akan terasa seakan-akan dirinya lah yang paling banyak akan membawa ibadah ke akhirat kelak, sedangkan orang lain tidak. Seakan-akan amalnya mampu membeli surga. Dalam keadaan demikian, seseorang bisa begitu mudah mencap orang lain sesat.
Yang lebih parah lagi bila seseorang yang karena perasaan ujubnya sudah sampai pada tahap mengabaikan dosa. Kemungkinan ini berpeluang dirasakan oleh orang yang ujub. Karena merasa sudah banyak amal, ada orang yang beranggapan suatu dosanya bisa ditebus dengan tabungan amalnya yang begitu banyak.
Padahal, di antara amalan, ada yang hancur binasa karena perasaan diri sendiri. Makanya Rasulullah mengajak untuk senantiasa berhati-hati dalam beramal, sehingga setiap amalan tidak sia-sia. Perlu menyingkirkan segala hal yang bisa merusak, termasuk ujub.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan