25 Rejab 1431 H
Oleh : Jarjani Usman
“Jika melihat keburukan pada orang lain, aku berusaha menghindarinya. (Namun) jika melihat kebaikan pada orang lain, aku berusaha mengikutinya. Dengan cara demikian aku mendidik diriku sendiri” (Hasan al-Bashri).
Seseorang yang menyebut dirinya korban bencana tsunami suatu ketika bercerita dengan bangga.Ia berhasil mendapatkan dua rumah bantuan. Seakan-akan itu prestasi hebat, apalagi di saat banyak orang lain tidak mendapatkan satupun.
Mendengar ceritanya, sahabatnya merasa prihatin, seraya berujar, “Bukankah itu suatu perbuatan serakah dan berdosa?” Dijawabnya, “Banyak orang lain yang juga mendapatkan rumah bantuan lebih dari satu. Mereka juga tak mau mengembalikannya. Kalau orang lain mau mengembalikan, aku juga akan mengembalikannya.”
“Tapi apakah kalau orang lain berbuat dosa, engkau juga berbuat dosa?” tanya temannya, “Wahai sahabatku, engkau adalah orang yang sangat faham akan pesan-pesan Rasulullah dan firman Allah. Janganlah menghafal Al-Qur’an dan hadits sebatas kerongkongan.”
Namun, hawa nafsu yang demikian kuat mencengkeram dirinya, tak mampu membuatnya tersentuh oleh sepatah kata nasehat. Hawa nafsu memang susah ditaklukkan, terutama bagi orang-orang yang gagal mendidik dirinya, meskipun telah berilmu banyak. Ilmunya yang banyak yang telah disapih bertahun-tahun ternyata ibarat sekolam air yang tak mampu mematikan api kecil.
Padahal Rasulullah sangat menekankan agar para pengikutnya senantiasa bertakwa di mana berada (HR. Bukhari dan Muslim), meskipun saat berada di daearh orang-orang yang gemar memperturutkan hawa nafsu.
Karena itu, penting sekali mendidik diri dengan ilmu yang telah kita miliki, meskipun jumlahnya sedikit. Akan sangat bermanfaat suatu ilmu, bila mampu merubah perilaku diri kita sendiri ke arah yang baik.
Oleh : Jarjani Usman
“Jika melihat keburukan pada orang lain, aku berusaha menghindarinya. (Namun) jika melihat kebaikan pada orang lain, aku berusaha mengikutinya. Dengan cara demikian aku mendidik diriku sendiri” (Hasan al-Bashri).
Seseorang yang menyebut dirinya korban bencana tsunami suatu ketika bercerita dengan bangga.Ia berhasil mendapatkan dua rumah bantuan. Seakan-akan itu prestasi hebat, apalagi di saat banyak orang lain tidak mendapatkan satupun.
Mendengar ceritanya, sahabatnya merasa prihatin, seraya berujar, “Bukankah itu suatu perbuatan serakah dan berdosa?” Dijawabnya, “Banyak orang lain yang juga mendapatkan rumah bantuan lebih dari satu. Mereka juga tak mau mengembalikannya. Kalau orang lain mau mengembalikan, aku juga akan mengembalikannya.”
“Tapi apakah kalau orang lain berbuat dosa, engkau juga berbuat dosa?” tanya temannya, “Wahai sahabatku, engkau adalah orang yang sangat faham akan pesan-pesan Rasulullah dan firman Allah. Janganlah menghafal Al-Qur’an dan hadits sebatas kerongkongan.”
Namun, hawa nafsu yang demikian kuat mencengkeram dirinya, tak mampu membuatnya tersentuh oleh sepatah kata nasehat. Hawa nafsu memang susah ditaklukkan, terutama bagi orang-orang yang gagal mendidik dirinya, meskipun telah berilmu banyak. Ilmunya yang banyak yang telah disapih bertahun-tahun ternyata ibarat sekolam air yang tak mampu mematikan api kecil.
Padahal Rasulullah sangat menekankan agar para pengikutnya senantiasa bertakwa di mana berada (HR. Bukhari dan Muslim), meskipun saat berada di daearh orang-orang yang gemar memperturutkan hawa nafsu.
Karena itu, penting sekali mendidik diri dengan ilmu yang telah kita miliki, meskipun jumlahnya sedikit. Akan sangat bermanfaat suatu ilmu, bila mampu merubah perilaku diri kita sendiri ke arah yang baik.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan