6 Ramadhan 1431 H
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَصْبَحَ.
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur.”(Maksudnya untuk melakukan jima’ (bersenggama, bersetubuh).)
Lalu ia menolak, sehingga suaminya marah kepadanya, maka malaikat melaknat perempuan itu hingga datang pagi.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari 6/314.)
Manakala terjadi perselisihan dengan suami, banyak perempuan yang menghukum –menurut dugaannya– suaminya dengan menolak melakukan hubungan suami istri. Padahal perbuatan semacam itu bisa mendatangkan masalah yang lebih besar.
Misalnya terperosoknya suami pada perbuatan haram. Bahkan masalahnya bisa menjadi berbalik –sehingga bisa lebih menyusahkan istri-, misalnya sang suami berusaha menikahi perempuan lain.
Karena itu, manakala suami memanggil, hendaknya sang istri segera memenuhi ajakannya. Hal itu sebagai realisasi dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْتُجِبْ وَإِنْ كَانَتْ عَلَى ظَهْرِ قَتَبٍ.
“Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur, hendaknya ia memenuhi panggilannya, bahkan meskipun sedang berada di atas sekedup(Sekedup adalah sesuatu yang diletakkan di atas punggung unta.
Digunakan oleh penunggangnya sebagai tempat duduk, berlindung diri dan berteduh.).”( Lihat Zawaidul Bazzar, 2/181; dalam Shahihul Jami’, hadits no. 547.)
Meski begitu, hendaknya sang suami memperhatikan kondisi istrinya. Misal apakah sang isteri dalam keadaan sakit, hamil, atau dirundung kesedihan, sehingga tak terjadi perpecahan dan keharmonisan rumah tangga tetap terjaga.
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَصْبَحَ.
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur.”(Maksudnya untuk melakukan jima’ (bersenggama, bersetubuh).)
Lalu ia menolak, sehingga suaminya marah kepadanya, maka malaikat melaknat perempuan itu hingga datang pagi.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari 6/314.)
Manakala terjadi perselisihan dengan suami, banyak perempuan yang menghukum –menurut dugaannya– suaminya dengan menolak melakukan hubungan suami istri. Padahal perbuatan semacam itu bisa mendatangkan masalah yang lebih besar.
Misalnya terperosoknya suami pada perbuatan haram. Bahkan masalahnya bisa menjadi berbalik –sehingga bisa lebih menyusahkan istri-, misalnya sang suami berusaha menikahi perempuan lain.
Karena itu, manakala suami memanggil, hendaknya sang istri segera memenuhi ajakannya. Hal itu sebagai realisasi dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْتُجِبْ وَإِنْ كَانَتْ عَلَى ظَهْرِ قَتَبٍ.
“Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur, hendaknya ia memenuhi panggilannya, bahkan meskipun sedang berada di atas sekedup(Sekedup adalah sesuatu yang diletakkan di atas punggung unta.
Digunakan oleh penunggangnya sebagai tempat duduk, berlindung diri dan berteduh.).”( Lihat Zawaidul Bazzar, 2/181; dalam Shahihul Jami’, hadits no. 547.)
Meski begitu, hendaknya sang suami memperhatikan kondisi istrinya. Misal apakah sang isteri dalam keadaan sakit, hamil, atau dirundung kesedihan, sehingga tak terjadi perpecahan dan keharmonisan rumah tangga tetap terjaga.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan