“Tahukah kamu pendusta agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin” (QS. Al Ma‘uun: 1 3).
Kemiskinan diakui erat hubungannya dengan ketidak adilan. Khususnya, ketidak adilan dalam mendapatkan kesempatan untuk menikmati segala macam rahmat Allah di dunia ini. Tidak sedikit hamba Allah di dunia ini terus dililit kemiskinan karena tidak adanya keadilan di wilayahnya. Wang atau harta benda lainnya hanya beredar pada sebahagian orang saja, terutama orang yang memiliki kekuasaan, sedangkan banyak yang lain sengaja ditutupi kesempatannya. Dalam keadaan demikian, kemiskinan bagaikan sengaja diciptakan atau sekurang-kurangnya dibiarkan.
Padahal dalam ayat di atas disebutkan, siapa saja yang menutup kesempatan orang miskin untuk mencukupi keperluan hidupnya termasuk pendusta agama. Betapa banyak orang miskin yang mempunyai harga diri, iaitu yang mahu mengusahakan sendiri keperluan hidupnya, bukan dengan meminta-minta atau melakukan kejahatan. Namun dipihak lain, ada pihak yang berkuasa menutup peluang usaha mereka dengan peraturan yang menyulit dan menyukarkan golongan ini.
Seterusnya, bila kejahatan yang terpaksa dilakukan oleh orang yang tidak cukup keperluan hidupnya adalah salah satu bukti dari ketidakadilan yang berlangsung selama ini. Oleh karena itu, kita perlu berfikir kembali bagaimana merumuskan tindakan dan dasar yang sifatnya mementingkan keadilan. Apalagi, bersifat adil adalah dekat dengan sifat taqwa sebagaimana firman Allah dalam Al Quran.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan