09 Ogos 2009

Harta

Oleh: Jarjani Usman

“Apabila mati seorang anak Adam, maka terputuslah segala amalannya, kecuali karena tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat bagi orang sesudahnya dan anak shalih yang mendo’akannya” (HR. Imam Muslim).

Sangat jelas hadits di atas mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam hidup ini, apalagi berkenaan dengan harta. Diharapkan, kita tidak lupa diri dengan harta. Jangan sampai harta mengatur kita, tetapi kitalah yang mengatur harta.

Bila seseorang hamba sudah diatur oleh harta, maka peluang diperbudak olehnya akan sangat besar. Waktu hidupnya terkuras banyak sekali untuk terus-menerus mengejarnya, di manapun ia berada, sampai-sampai melupakan Allah. Ada juga yang mahu melakukan apa saja, meskipun tidak halal. Timbul rasa kuatir akan sedikitnya harta, sehingga enggan mengeluarkannya untuk zakat, shadaqah, atau membantu orang-orang yang memerlukannya.

Lalu apa artinya setelah harta terkumpul begitu banyak, ketika kita sedang menghadapi maut? Tidak ada yang lebih penting saat itu, kecuali tiga perkara, kata Rasulullah. iaitu, bila sebelumnya sempat mengeluarkan harta untuk shadaqah jariyah, telah menyebar ilmu yang bermanfaat, dan mempunyai anak shalih.

Makanya, kita sangat dianjurkan untuk mengatur harta. Dengan harta, kita mengeluarkan shadaqah jariyah, misalnya untuk masjid atau jalan, yang pahalanya akan terus mengalir. Dengan harta, kita terbantu dalam menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat, yang selanjutnya dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Dengan harta, kita juga mampu mendidik anak-anak agar menjadi shalih, sehingga menjadi orang yang berguna di kemudian hari. Mereka akan menjadi anak yang mau berterima kasih kepada orang tuanya, yang telah bersusah payah melahirkan, menjaga, dan membesarkannya. Sehingga doa selalu dipanjatkan untuk orang tuanya, meskipun mereka telah tiada.

Tiada ulasan: