8 Ramadhan 1431 H
Oleh: Said Abdul Aziz al-Jandul
Pada uraian terdahulu kami katakan bahwa kehidupan suami-istri yang bahagia dan harmonis itu adalah yang dilandasi rasa saling mencintai, ketenangan dan kemantapan kedua belah pihak.
Namun semua itu tidak akan terwujud kecuali bila didukung oleh perlakuan dan pergaulan yang baik dari pihak suami, sebagaimana firman Allah: “dan pergaulilah mereka dengan yang ma’ruf”. Maksudnya: baiklah di dalam bergaul dengan mereka di dalam segala urusan kehidupan, agar terealisai makna firman Allah Subhaanahu Wata'ala:
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan di antra tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Rum: 21).
Dan juga di dukung oleh rasa hormat dan patuh dari pihak istri, dalam hal yang tidak diharamkan oleh Allah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خَيْرُ النِّسَاءِ امْرَأَةٌ إِنْ نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِنْ أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِنْ غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِيْ مَالِكَ وَنَفْسِهَا.
“Sebaik-baik perempuan adalah perempuan (istri) yang jika kamu memandangnya, ia membuatmu senang, dan jika kamu menyuruhnya (melakukan sesuatu) ia mematuhi, dan jika kamu tidak ada di rumah, ia menjaga hartamu dan kesucian dirinya untukmu.”
Dengan didukung oleh dua hal tersebut, baik dari pihak suami maupun dari pihak istri, maka bangunan rumah-tangga akan terhindar dari keretakan dan kehancuran, jauh dari kegoncangan dan ketidak stabilan, dan dengan itulah kebahagiaan akan menjadi kenyataan bagi seluruh keluarga.
Oleh karena suami bertindak sebagai pemimpin rumah-tangga, maka ia mempunyai hak untuk memberikan pelajaran dan bimbingan kepada istrinya pada saat istri mendurhakainya dan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai istri, namun dengan syarat tidak melampaui batasan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an, sebagaimana Allah firmankan,
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (An-Nisa: 34).
Oleh: Said Abdul Aziz al-Jandul
Pada uraian terdahulu kami katakan bahwa kehidupan suami-istri yang bahagia dan harmonis itu adalah yang dilandasi rasa saling mencintai, ketenangan dan kemantapan kedua belah pihak.
Namun semua itu tidak akan terwujud kecuali bila didukung oleh perlakuan dan pergaulan yang baik dari pihak suami, sebagaimana firman Allah: “dan pergaulilah mereka dengan yang ma’ruf”. Maksudnya: baiklah di dalam bergaul dengan mereka di dalam segala urusan kehidupan, agar terealisai makna firman Allah Subhaanahu Wata'ala:
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dan di antra tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Rum: 21).
Dan juga di dukung oleh rasa hormat dan patuh dari pihak istri, dalam hal yang tidak diharamkan oleh Allah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خَيْرُ النِّسَاءِ امْرَأَةٌ إِنْ نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِنْ أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِنْ غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِيْ مَالِكَ وَنَفْسِهَا.
“Sebaik-baik perempuan adalah perempuan (istri) yang jika kamu memandangnya, ia membuatmu senang, dan jika kamu menyuruhnya (melakukan sesuatu) ia mematuhi, dan jika kamu tidak ada di rumah, ia menjaga hartamu dan kesucian dirinya untukmu.”
Dengan didukung oleh dua hal tersebut, baik dari pihak suami maupun dari pihak istri, maka bangunan rumah-tangga akan terhindar dari keretakan dan kehancuran, jauh dari kegoncangan dan ketidak stabilan, dan dengan itulah kebahagiaan akan menjadi kenyataan bagi seluruh keluarga.
Oleh karena suami bertindak sebagai pemimpin rumah-tangga, maka ia mempunyai hak untuk memberikan pelajaran dan bimbingan kepada istrinya pada saat istri mendurhakainya dan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai istri, namun dengan syarat tidak melampaui batasan yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an, sebagaimana Allah firmankan,
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta’atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (An-Nisa: 34).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan