13 Safar 1433H. [MOD] -
Oleh Jarjani Usman
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal” (QS. Al Hujuraat: 13).
Suatu hari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan suatu khutbah yang amat menyentuh. Katanya, “Wahai manusia, Tuhanmu hanyalah satu dan asalmu juga satu. Kamu semua berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Keturunan, warna kulit, bangsa tidak menyebabkan seseorang lebih baik dari yang lain. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling takwa. Orang Arab tidak lebih mulia dari yang bukan Arab, sebaliknya orang bukan Arab tidak lebih mulia dari orang Arab. Begitu pula orang kulit berwarna putih dengan orang kulit hitam dan sebaliknya orang kulit hitam dengan orang kulit berwarna putih, kecuali karena takwanya.”
Menyimak khutbah Rasulullah tersebut, siapapun kiranya tak pantas merasa dirinya lebih mulia di antara sesama manusia. Merasa diri lebih mulia merupakan sumber dosa yang lain, yaitu kesombongan dan suka melakukan penghinaan terhadap yang lain. Padahal meskipun sekarang sudah kelihatan berbeda-beda wajah dan warna kulit, pada awalnya semua kita berasal dari manusia yang sama, yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam. Dengan demikian, tak ada yang tak bersaudara, kecuali yang tak mau bersaudara karena merasa dirinya lebih mulia.
Meskipun demikian, bukan tidak ada orang yang lebih mulia. Orang-orang pilihan ini mendapat kemuliaan dari Allah, bukan melalui penobatan diri sendiri. Dalam Alquran disebutkan, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS. Al Hujuraat: 13). Dengan demikian, manusia kerap menjadi korban perasaannya sendiri dengan merasa dii lebih mulia.
Serambi/-
Tiada ulasan:
Catat Ulasan