Oleh Jarjani Usman
“Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum itu” (HR. Abu Daud).
Menjelang pergantian tahun Masehi, banyak anak-anak muda Muslim ikut larut dalam pesta semalam suntuk yang lazimnya dirayakan oleh orang-orang non-Muslim. Hal ini bukan hanya terjadi di negara-negara yang muslimnya minoritas, tetapi juga di Negara-negara yang Muslimnya mayoritas. Kenyataan ini membenarkan sabda Nabi SAW, “Sungguh di antara kalian (umatku) akan mengikuti apa-apa yang dilakukan bangsa-bangsa terdahulu, selangkah demi selangkah, sehasta demi sehasta; walau pun mereka masuk lubang biawak, kamu akan mengikutinya.”
Berpesta pora menyambut pergantian tahun kini sudah dianggap biasa atau tak asing lagi dalam masyarakat. Anggapan biasa terhadap hal-hal seperti ini bukan tak memberi pengaruh buruk terhadap perilaku. Yaitu, menjadi tak merasa perlu lagi melarang, meskipun setiap budaya dalam suatu kaum membawa misi tersendiri, bila direnungi.
Misi yang kian terang terlihat tak sedikit. Antara lain, sekarang ini generasi muda Muslim yang seharusnya berperan sebagai penerus estafet kepemimpinan masa depan sudah kurang tertarik untuk merayakan Tahun Baru Islam, yaitu Tahun Baru Hijriyah. Ini suatu kehilangan gairah yang tak boleh dipandang kecil. Padahal bila Tahun Baru Masehi lebih banyak bersifat pesta pora yang bisa menghapus ingatan terhadap kebaikan.
Tahun Baru Hijriyah malah lebih beriorientasi untuk merenungi kembali kisah perjuangan dahsyat Rasulullah SAW bersama orang-orang beriman untuk menegakkan agama Allah, dengan berhijrah ke Madinah. Sangat sarat makna bagi perbaikan hidup setiap individu dan kehidupan umat.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan