By: agussyafii
Pada suatu malam seorang tamu hadir di Rumah Amalia. Kami berdiskusi tentang Tazkiyah. Anak muda ini bertanya, 'bagaimana kaitan penyucian jiwa dengan mengeluarkan harta? Saya menjelaskan bahwa penyucian jiwa itu tujuannya adalah melepaskan semua bentuk kecintaan kita terhadap urusan dunia dan juga harta sehingga kita hanya mencintai Alloh SWT semata.
Selanjutnya saya menerangkan kepadanya, sesungguhnya kita sebagai Khalifah Alloh dilengkapi dengan berbagai kelebihan, tetapi sebagai hamba Alloh SWT, ia juga memiliki berbagai kelemahan.
Di samping potensi untuk kebaikan, pada diri kita juga terdapat potensi yang menjerumuskannya ke lembah kehinaan. Di satu sisi, kita memiliki fitrah berketuhanan seperti yang disebut dalam surat al-Rum / 30:30 yang menyebabkan ia rindu untuk mendekatkan diri (taqarrub dan taraqqi) kepada Alloh, tetapi pada sisi yang lain, kita memiliki hawa nafsu yang cenderung suka mengejar kenikmatan sesaat yang sifatnya rendah yang jika diturut, akan menjauhkan hubungan kita dengan-Nya.
Dalam surat Alu 'Imran / 3:14 dijelaskan bahwa kita memiliki kecenderungan untuk mengikuti dorongan syahwatnya menyangkut sexualitas, anak-anak, perhiasan emas perak, kendaraan, ternak dan tanah ladang. Semua itu bagi kita mengandung makna kenikmatan, kebanggaan dan manfaat, dan kesemuanya itu merupakan harta yang bersifat duniawi.
Salah satu penghambat hubungan kita dengan Alloh adalan cinta harta atau hubb al-dunya, mencintai hal-hal yang berskala dekat. Untuk mendekat kepada Alloh SWT, terlebih dahulu kita harus bersih jiwa, dan cinta harta merupakan salah satu daki yang mengotori jiwa. Salah satu bentuk orang yang cinta harta adalah kikir, dan ia benar-benar merusak jiwa ketika dipatuhi, seperti yang dikatakan dalam hadits Nabi Riwayat Thabrani bahwa satu dari tiga hal yang merusak manusia adalah sifat kikir yang dipatuhi. Oleh karena itu metode melawan kekikiran adalah tidak mematuhinya yakni dengan cara mengeluarkan sebagian hartanya untuk shodaqoh, meski hawa nafsunya menyuruh yang sebaliknya.
Perlawanan terus-menerus terhadap sifat kikir itu merupakan proses tazkiyah, dan karena kuatnya pengaruh hawa nafsu maka al-Qur'an mengisyaratkan perlunya campur tangan kekuasaan untuk melakukan perlawanan terhadap sifat kikir manusia dalam bentuk perintah mengambil zakat bagi yang sudah berkewajiban seperti dipaparkan dalam surat al-Tawbah / 9:103. Al-Qur'an sangat konsisten dalam menganjurkan pengeluaran harta, baik yang diwajibkan (zakat) maupun yang dianjurkan (shodaqoh), sampai nafs yang sudah tercemar dapat kembali menjadi nafs zakiyah, seperti pendapat Abu Amr ibn al-A'la yang dikutip oleh al-Razi, yakni nafs yang tidak lagi terbelenggu oleh dorongan-dorongan syahwat.
Apa yang dilakukan aleh Abu bakr al-Shiddiq ketika beliau mengeluarkan harta untuk membebaskan Bilal, seorang budak Muslim yang sedang disiksa oleh majikannya karena keislamannya dipandang sebagai perwujudan dari jiwa yang sudah bersih. Seperti yang banyak disebut oleh para mufasir bahwa turunnya surat al-Layl / 95:18 adalah berkenan dengan perbuatan Abu Bakr tersebut.
Puncak tazkiyah adalah apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ketika beliau siap melaksanakan perintah Alloh SWT menyembelih putranya, Ismail, karena posisi Ismail bagi Ibrahim adalah harta yang tidak ternilai, melebihi nilai seluruh hartanya.
Sebagaimana halnya kodrat manusia di hadapan kekuasaan Alloh SWT, manusia tidak bisa menjamin keberhasilan usahanya melakukan tazkiyah, sebagaimana Rasul juga tidak bisa menjamin keberhasilan usahanya berdakwah sampai-sampai pamannya sendiri tidak beriman seperti yang disebut dalam surat al-Qashashsh / 28:56. Dalam hal ini al-Qur'an di samping memuji orang yang berusaha melakukan tazkiyah juga menyebut tentang adanya hak otonomi Alloh SWT. Surat al-Nur / 24:21 dan al-Nisa' / 5:49 menyebutkan bahwa Alloh menyucikan jiwa dari orang-orang yang dikehendaki- Nya.
Wassalam,
agussyafii
Pada suatu malam seorang tamu hadir di Rumah Amalia. Kami berdiskusi tentang Tazkiyah. Anak muda ini bertanya, 'bagaimana kaitan penyucian jiwa dengan mengeluarkan harta? Saya menjelaskan bahwa penyucian jiwa itu tujuannya adalah melepaskan semua bentuk kecintaan kita terhadap urusan dunia dan juga harta sehingga kita hanya mencintai Alloh SWT semata.
Selanjutnya saya menerangkan kepadanya, sesungguhnya kita sebagai Khalifah Alloh dilengkapi dengan berbagai kelebihan, tetapi sebagai hamba Alloh SWT, ia juga memiliki berbagai kelemahan.
Di samping potensi untuk kebaikan, pada diri kita juga terdapat potensi yang menjerumuskannya ke lembah kehinaan. Di satu sisi, kita memiliki fitrah berketuhanan seperti yang disebut dalam surat al-Rum / 30:30 yang menyebabkan ia rindu untuk mendekatkan diri (taqarrub dan taraqqi) kepada Alloh, tetapi pada sisi yang lain, kita memiliki hawa nafsu yang cenderung suka mengejar kenikmatan sesaat yang sifatnya rendah yang jika diturut, akan menjauhkan hubungan kita dengan-Nya.
Dalam surat Alu 'Imran / 3:14 dijelaskan bahwa kita memiliki kecenderungan untuk mengikuti dorongan syahwatnya menyangkut sexualitas, anak-anak, perhiasan emas perak, kendaraan, ternak dan tanah ladang. Semua itu bagi kita mengandung makna kenikmatan, kebanggaan dan manfaat, dan kesemuanya itu merupakan harta yang bersifat duniawi.
Salah satu penghambat hubungan kita dengan Alloh adalan cinta harta atau hubb al-dunya, mencintai hal-hal yang berskala dekat. Untuk mendekat kepada Alloh SWT, terlebih dahulu kita harus bersih jiwa, dan cinta harta merupakan salah satu daki yang mengotori jiwa. Salah satu bentuk orang yang cinta harta adalah kikir, dan ia benar-benar merusak jiwa ketika dipatuhi, seperti yang dikatakan dalam hadits Nabi Riwayat Thabrani bahwa satu dari tiga hal yang merusak manusia adalah sifat kikir yang dipatuhi. Oleh karena itu metode melawan kekikiran adalah tidak mematuhinya yakni dengan cara mengeluarkan sebagian hartanya untuk shodaqoh, meski hawa nafsunya menyuruh yang sebaliknya.
Perlawanan terus-menerus terhadap sifat kikir itu merupakan proses tazkiyah, dan karena kuatnya pengaruh hawa nafsu maka al-Qur'an mengisyaratkan perlunya campur tangan kekuasaan untuk melakukan perlawanan terhadap sifat kikir manusia dalam bentuk perintah mengambil zakat bagi yang sudah berkewajiban seperti dipaparkan dalam surat al-Tawbah / 9:103. Al-Qur'an sangat konsisten dalam menganjurkan pengeluaran harta, baik yang diwajibkan (zakat) maupun yang dianjurkan (shodaqoh), sampai nafs yang sudah tercemar dapat kembali menjadi nafs zakiyah, seperti pendapat Abu Amr ibn al-A'la yang dikutip oleh al-Razi, yakni nafs yang tidak lagi terbelenggu oleh dorongan-dorongan syahwat.
Apa yang dilakukan aleh Abu bakr al-Shiddiq ketika beliau mengeluarkan harta untuk membebaskan Bilal, seorang budak Muslim yang sedang disiksa oleh majikannya karena keislamannya dipandang sebagai perwujudan dari jiwa yang sudah bersih. Seperti yang banyak disebut oleh para mufasir bahwa turunnya surat al-Layl / 95:18 adalah berkenan dengan perbuatan Abu Bakr tersebut.
Puncak tazkiyah adalah apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ketika beliau siap melaksanakan perintah Alloh SWT menyembelih putranya, Ismail, karena posisi Ismail bagi Ibrahim adalah harta yang tidak ternilai, melebihi nilai seluruh hartanya.
Sebagaimana halnya kodrat manusia di hadapan kekuasaan Alloh SWT, manusia tidak bisa menjamin keberhasilan usahanya melakukan tazkiyah, sebagaimana Rasul juga tidak bisa menjamin keberhasilan usahanya berdakwah sampai-sampai pamannya sendiri tidak beriman seperti yang disebut dalam surat al-Qashashsh / 28:56. Dalam hal ini al-Qur'an di samping memuji orang yang berusaha melakukan tazkiyah juga menyebut tentang adanya hak otonomi Alloh SWT. Surat al-Nur / 24:21 dan al-Nisa' / 5:49 menyebutkan bahwa Alloh menyucikan jiwa dari orang-orang yang dikehendaki- Nya.
Wassalam,
agussyafii
Tiada ulasan:
Catat Ulasan