13 Ramadhan 1431 H
Oleh: Jarjani Usman
“Siapa saja yang memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, akan diampuni dosanya dan dibebaskannya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun dikurangi” (HR. Ibnu Majah).
Perasaan iri yang sering menyelinap dan mendorong-dorong hati manusia tidak selalu bersifat buruk. Sebagaimana dikatakan para ulama, ada iri yang bersifat baik, terutama karena tidak mampu berbuat kebaikan. Perasaan iri terhadap kebaikan pernah menimpa para sahabat Rasulullah yang miskin.
Dalam suatu riwayat disebutkan, perasaan iri sahabat Rasul muncul ketika mendengar sebuah sabda Rasulullah tentang balasan ampunan dosa dan pembebasan dari api neraka bagi orang-orang yang dengan ikhlas memberi makanan kepada orang-orang yang berpuasa. Mendengar itu, sahabat yang berkebetulan miskin merasa iri kepada orang-orang sanggup melakukannya.
Lantas mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa.” Maka dijawab oleh Rasulullah s.a.w., “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu” (HR. Ibnu Majah).
Dengan demikian, untuk mencari ampunan dosa dan pembebasan dari api neraka tidaklah mahal. Sebab, yang dilihat Allah adalah keikhlasan seseorang dalam memberi atau melakukan kebaikan.
Apalagi siapapun tak akan cukup menggunakan segala amalannya untuk menebus dirinya dari siksaan neraka dan meraih tiket ke surga, kecuali dengan ridha dan kasih sayang Allah. Dan, mencari ridha Allah dan kasih sayangNya bisa diperoleh walau dengan menyedekahkan sedikit makanan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa.
Oleh: Jarjani Usman
“Siapa saja yang memberikan makanan berbuka seseorang yang berpuasa, akan diampuni dosanya dan dibebaskannya dari neraka. Orang yang memberikan makanan itu memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa tanpa sedikitpun dikurangi” (HR. Ibnu Majah).
Perasaan iri yang sering menyelinap dan mendorong-dorong hati manusia tidak selalu bersifat buruk. Sebagaimana dikatakan para ulama, ada iri yang bersifat baik, terutama karena tidak mampu berbuat kebaikan. Perasaan iri terhadap kebaikan pernah menimpa para sahabat Rasulullah yang miskin.
Dalam suatu riwayat disebutkan, perasaan iri sahabat Rasul muncul ketika mendengar sebuah sabda Rasulullah tentang balasan ampunan dosa dan pembebasan dari api neraka bagi orang-orang yang dengan ikhlas memberi makanan kepada orang-orang yang berpuasa. Mendengar itu, sahabat yang berkebetulan miskin merasa iri kepada orang-orang sanggup melakukannya.
Lantas mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak semua kami memiliki makanan berbuka puasa untuk orang lain yang berpuasa.” Maka dijawab oleh Rasulullah s.a.w., “Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi sebutir kurma, atau seteguk air, atau sehirup susu” (HR. Ibnu Majah).
Dengan demikian, untuk mencari ampunan dosa dan pembebasan dari api neraka tidaklah mahal. Sebab, yang dilihat Allah adalah keikhlasan seseorang dalam memberi atau melakukan kebaikan.
Apalagi siapapun tak akan cukup menggunakan segala amalannya untuk menebus dirinya dari siksaan neraka dan meraih tiket ke surga, kecuali dengan ridha dan kasih sayang Allah. Dan, mencari ridha Allah dan kasih sayangNya bisa diperoleh walau dengan menyedekahkan sedikit makanan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan