28 Ramadhan 1431H.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul
Berikut ini wahai saudariku perempuan muslimah, akan saya uraikan masalah ini agar saudari mengerti bahaya taqlid buta yang tidak berguna, dan anda mengetahui bahwa keanggunan perempuan itu terdapat pada sikap malunya, nilai dan harga dirinya itu terdapat pada sikap kesopanannya, dengan hilangnya ciri-ciri khas berharga itu berarti ia kehilangan barang yang paling berharga yang ia miliki dalam kehidupan ini.
Anda, wahai perempuan muslimah, adalah salah satu individu dari sekian individu yang ada di masyarakat, maka kesalihanmu adalah bagian dari kesalihan mereka, dan kerusakanmu –semoga Allah tidak menghendakinya- adalah bagian dari kerusakannya. Engkau adalah batu bata pertama (unsur yang paling menentukan) di dalam membangun suatu keluarga yang shalih.
Kalau lah suatu masyarakat selalu bersandar kepada persekolahan (madrasah) sebagai suatu lembaga sosial yang berperanan langsung di dalam mengarahkan generasi menuju kebaikan, maka sesungguhnya masyarakat lebih bergantung dan bersandar kepadamu, karena engkaulah ikutan tertinggi bagi tunas yang baru muncul, putra dan putrimu. Lalu engkau jua lah teladan yang baik bagi sesamamu dari kaum perempuan, tetanggamu dan setiap orang yang berada di sekitarmu. Teladan di dalam budi pekerti (akhlaq) dan di dalam setiap perilakumu baik yang khusus maupun umum. Dan ketika engkau menjadi sosok perempuan teladan yang shalih, maka itu berarti engkau telah membayar cukai untuk negerimu yang engkau nikmati segala kenikmatannya, dan berarti engkau sedang menunaikan kewajiban terhadap masyarakatmu yang menganggapmu sebagai bagian darinya.
Hal yang mendorong penulis untuk membicarakan masalah ini adalah kebejadan moral kaum perempuan muslimah yang terjadi di berbagai belahan negeri muslim dan tenggelamnya mereka di dalam lembah nafsu syahwat, tradisi kehidupan bertaklid kepada perempuan non muslimah tanpa memikirkan apa yang baik dan apa yang tidak. Indikasi-indikasi yang saya lihat di negeri ini (kota Suci tempat kelahiran Islam) berupa upaya-upaya bertaklid kepada tradisi-tradisi yang tidak diakui oleh ‘urf (budaya setempat), dan tidak dibenarkan pula oleh agama, juga karena penulis merasa khawatir kalau wabak menular ini menyebar secara luas hingga sulit dicarikan jalan penyelesain nya di masa-masa yang akan datang dan kita terjerumus ke dalam berbagai masalah yang telah dialami oleh berbagai bangsa di mana kita tidak menghendakinya.
Sesungguhnya penulis di kala membicarakan kepada saudara tentang masalah ini, ingin mengingatkan saudari bahwasanya Islam yang kita banggakan itu sangat peduli dan mengharapkan agar setiap perempuan muslimah itu menjadi ikutan tertinggi dan teladan bagi semua kaum perempuan yang ada di dunia ini, di dalam keshalihan dan kesuciannya, kecerdasan dan keilmuannya, kemuliaan dan kejauhan pandangannya di dalam memahami kemuliaan itu.
Dan sesungguhnya berbudaya atau berperadaban itu tidak terletak pada membuka kepala, kedua lengan tangan, dada, betis dan pamer jasad lepas dari pakaian dan rasa malu, juga tidak terletak pada ikhtilat (pembauran) dengan lawan jenis di jalan-jalan raya, di dalam pertemuan-pertemuan dan gedung-gedung pertunjukkan; dan tidak pula terletak pada melencengnya perempuan dari tabiat keperempuanannya atau mengingkari nilai-nilai moral luhur dan jauh dari ajaran-ajaran Islam.
Namun berbudaya dan berperadaban itu terletak pada ilmu yang membuahkan amal, kefahaman yang diiringi pelaksanaan dan beriman atau meyakini bahwa perempuan di dalam kehidupan ini mempunyai pekerjaan yang harus ia lakukan dalam batas-batas kehormatan, kesucian, rasa malu dan dalam lingkup etika-etika umum yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada semua umat manusia.
Adapun bertaklid secara membabi buta dan melampaui batas-batas kemuliaan dengan peradaban palsu, itu pada hakikatnya bukan peradaban melainkan rasa tidak malu, perbuatan menuruti hawa nafsu dan merupakan upaya dari orang-orang berjiwa jahat untuk menjadikan perempuan sebagai alat penghibur yang pada akhirnya mereka tidak akan peduli terhadap berbagai masalah yang ditanggung oleh kaum perempuan, termasuk masalah kehormatan dan martabatnya.
Maka dari itu penulis mengingatkanmu wahai saudariku untuk tidak terjerumus ke dalam kancah yang tidak layak bagimu dan hendaknya saudari mengambil pelajaran dari kerosakasn moral yang menimpa kebanyakan masyarakat sebagai akibat taklid buta. Pepatah mengatakan: Orang yang berbahagia itu adalah orang yang pandai mengambil pelajaran dari orang lain.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul
Berikut ini wahai saudariku perempuan muslimah, akan saya uraikan masalah ini agar saudari mengerti bahaya taqlid buta yang tidak berguna, dan anda mengetahui bahwa keanggunan perempuan itu terdapat pada sikap malunya, nilai dan harga dirinya itu terdapat pada sikap kesopanannya, dengan hilangnya ciri-ciri khas berharga itu berarti ia kehilangan barang yang paling berharga yang ia miliki dalam kehidupan ini.
Anda, wahai perempuan muslimah, adalah salah satu individu dari sekian individu yang ada di masyarakat, maka kesalihanmu adalah bagian dari kesalihan mereka, dan kerusakanmu –semoga Allah tidak menghendakinya- adalah bagian dari kerusakannya. Engkau adalah batu bata pertama (unsur yang paling menentukan) di dalam membangun suatu keluarga yang shalih.
Kalau lah suatu masyarakat selalu bersandar kepada persekolahan (madrasah) sebagai suatu lembaga sosial yang berperanan langsung di dalam mengarahkan generasi menuju kebaikan, maka sesungguhnya masyarakat lebih bergantung dan bersandar kepadamu, karena engkaulah ikutan tertinggi bagi tunas yang baru muncul, putra dan putrimu. Lalu engkau jua lah teladan yang baik bagi sesamamu dari kaum perempuan, tetanggamu dan setiap orang yang berada di sekitarmu. Teladan di dalam budi pekerti (akhlaq) dan di dalam setiap perilakumu baik yang khusus maupun umum. Dan ketika engkau menjadi sosok perempuan teladan yang shalih, maka itu berarti engkau telah membayar cukai untuk negerimu yang engkau nikmati segala kenikmatannya, dan berarti engkau sedang menunaikan kewajiban terhadap masyarakatmu yang menganggapmu sebagai bagian darinya.
Hal yang mendorong penulis untuk membicarakan masalah ini adalah kebejadan moral kaum perempuan muslimah yang terjadi di berbagai belahan negeri muslim dan tenggelamnya mereka di dalam lembah nafsu syahwat, tradisi kehidupan bertaklid kepada perempuan non muslimah tanpa memikirkan apa yang baik dan apa yang tidak. Indikasi-indikasi yang saya lihat di negeri ini (kota Suci tempat kelahiran Islam) berupa upaya-upaya bertaklid kepada tradisi-tradisi yang tidak diakui oleh ‘urf (budaya setempat), dan tidak dibenarkan pula oleh agama, juga karena penulis merasa khawatir kalau wabak menular ini menyebar secara luas hingga sulit dicarikan jalan penyelesain nya di masa-masa yang akan datang dan kita terjerumus ke dalam berbagai masalah yang telah dialami oleh berbagai bangsa di mana kita tidak menghendakinya.
Sesungguhnya penulis di kala membicarakan kepada saudara tentang masalah ini, ingin mengingatkan saudari bahwasanya Islam yang kita banggakan itu sangat peduli dan mengharapkan agar setiap perempuan muslimah itu menjadi ikutan tertinggi dan teladan bagi semua kaum perempuan yang ada di dunia ini, di dalam keshalihan dan kesuciannya, kecerdasan dan keilmuannya, kemuliaan dan kejauhan pandangannya di dalam memahami kemuliaan itu.
Dan sesungguhnya berbudaya atau berperadaban itu tidak terletak pada membuka kepala, kedua lengan tangan, dada, betis dan pamer jasad lepas dari pakaian dan rasa malu, juga tidak terletak pada ikhtilat (pembauran) dengan lawan jenis di jalan-jalan raya, di dalam pertemuan-pertemuan dan gedung-gedung pertunjukkan; dan tidak pula terletak pada melencengnya perempuan dari tabiat keperempuanannya atau mengingkari nilai-nilai moral luhur dan jauh dari ajaran-ajaran Islam.
Namun berbudaya dan berperadaban itu terletak pada ilmu yang membuahkan amal, kefahaman yang diiringi pelaksanaan dan beriman atau meyakini bahwa perempuan di dalam kehidupan ini mempunyai pekerjaan yang harus ia lakukan dalam batas-batas kehormatan, kesucian, rasa malu dan dalam lingkup etika-etika umum yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kepada semua umat manusia.
Adapun bertaklid secara membabi buta dan melampaui batas-batas kemuliaan dengan peradaban palsu, itu pada hakikatnya bukan peradaban melainkan rasa tidak malu, perbuatan menuruti hawa nafsu dan merupakan upaya dari orang-orang berjiwa jahat untuk menjadikan perempuan sebagai alat penghibur yang pada akhirnya mereka tidak akan peduli terhadap berbagai masalah yang ditanggung oleh kaum perempuan, termasuk masalah kehormatan dan martabatnya.
Maka dari itu penulis mengingatkanmu wahai saudariku untuk tidak terjerumus ke dalam kancah yang tidak layak bagimu dan hendaknya saudari mengambil pelajaran dari kerosakasn moral yang menimpa kebanyakan masyarakat sebagai akibat taklid buta. Pepatah mengatakan: Orang yang berbahagia itu adalah orang yang pandai mengambil pelajaran dari orang lain.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan