17 Zulhijjah 1431H
Oleh : Jarjani Usman
“Yang mengikuti mayat ada tiga: keluarga, kekayaan dan amalnya, maka yang dua kembali yaitu keluarga dan kekayaannya, dan yang tetap tinggal padanya satu, iaitu amal perbuatannya” (HR.BukharidanMuslim).
Di saat berbagai bencana sudah demikian sering terjadi di mana-mana, mahunya setiap kita semakin bertambah sedar tentang ancaman kematian. Bahwa kematian bukan hanya disebabkan oleh rasa sakit atau penyakit tetapi oleh bencana,
juga bukan secara sendiri-sendiri tetapi berkelompok-kelompok, sudah jelas disaksikan dengan mata kepala sendiri pada kejadian yang menimpa orang-orang yang telah mendahului kita. Hari ini mungkin kita masih boleh sama-sama bergembira,
esok atau sebentar lagi akan berpisah untuk selama-lamanya. Namun, bagaimana kita mati hanyalah sebuah kisah yang memakan masa beberapa saat sahaja , tetapi yang menjadi kisah panjang dan tidak putus-putus tentunya amal kebaikan yang pernah dilakukan.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, keluarga dan kekayaan tidak akan pernah ikut bersama di saat kematian datang pada seseorang, meskipun selama ini banyak orang sangat mementingkan dua hal tersebut. Demi meraih banyak kekayaan, banyak orang menjadi lupa tentang kematian.
Demi keluarga, juga banyak orang tidak ingat ajal. Berapa banyak orang yang berani berkhianat dan bahkan menganiaya orang lain, demi mementingkan anggota keluarganya.
Tidak sedikit orang berani berbuat diskriminasi dengan meluluskan anggota keluarganya sendiri dalam suatu bantuan untuk rakyat miskin, dengan menyingkirkan orang lain yang sebenarnya sangat memerlukan.
Meskipun melupakan kematian dengan mengabaikan kegiatan menambah amal, kematian tidak ak pernah melupakan siapapun kita.
Allah mengingatkan, “Sesungguhnya, kematian yang kamu lari daripadanya, sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu” (QS. Al-Jumu’ah : 8). Kerana itu, tidak ada yang boleh membantu,
kecuali kita sendiri bersegera melakukan amal kebaikan, termasuk juga dalam soal cara mengumpulkan kekayaan dan mendidik anggota keluarga dengan cara-cara dan di jalan yang diridhai Allah.
juga bukan secara sendiri-sendiri tetapi berkelompok-kelompok, sudah jelas disaksikan dengan mata kepala sendiri pada kejadian yang menimpa orang-orang yang telah mendahului kita. Hari ini mungkin kita masih boleh sama-sama bergembira,
esok atau sebentar lagi akan berpisah untuk selama-lamanya. Namun, bagaimana kita mati hanyalah sebuah kisah yang memakan masa beberapa saat sahaja , tetapi yang menjadi kisah panjang dan tidak putus-putus tentunya amal kebaikan yang pernah dilakukan.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, keluarga dan kekayaan tidak akan pernah ikut bersama di saat kematian datang pada seseorang, meskipun selama ini banyak orang sangat mementingkan dua hal tersebut. Demi meraih banyak kekayaan, banyak orang menjadi lupa tentang kematian.
Demi keluarga, juga banyak orang tidak ingat ajal. Berapa banyak orang yang berani berkhianat dan bahkan menganiaya orang lain, demi mementingkan anggota keluarganya.
Tidak sedikit orang berani berbuat diskriminasi dengan meluluskan anggota keluarganya sendiri dalam suatu bantuan untuk rakyat miskin, dengan menyingkirkan orang lain yang sebenarnya sangat memerlukan.
Meskipun melupakan kematian dengan mengabaikan kegiatan menambah amal, kematian tidak ak pernah melupakan siapapun kita.
Allah mengingatkan, “Sesungguhnya, kematian yang kamu lari daripadanya, sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu” (QS. Al-Jumu’ah : 8). Kerana itu, tidak ada yang boleh membantu,
kecuali kita sendiri bersegera melakukan amal kebaikan, termasuk juga dalam soal cara mengumpulkan kekayaan dan mendidik anggota keluarga dengan cara-cara dan di jalan yang diridhai Allah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan