15 Syaaban 1434 H. [MOD] -
Oleh Jarjani Usman
“Barangsiapa ingin disenangi Allah dan RasulNya, hendaklah berbicara jujur, menunaikan amanah, dan tidak mengganggu tetangganya” (HR. Al Baihaqi).
Anak cucu Adam seringkali dihadapkan pada dua pilihan berbeda pada saat yang sama. Yaitu antara memilih jujur, atau curang demi mendapatkan keuntungan banyak. Namun bayangan keuntungan duniawi kadangkala erat memikat, sehingga cenderung pada pilihan tersebut. Dilihat dari berbagai alasan, itu pilihan yang meninggalkan yang banyak dengan mengambil yang sedikit dan mencelakakan diri.
Pertama, itu sama dengan menjauh diri dari perilaku yang disenangi Allah dan RasulNya. Padahal mencari ridha Allah memiliki kedudukan utama, apalagi semua yang dinikmati di dunia ini tak sanggup dibeli kecuali dengan rahmatNya. Di akhirat pun, surga dan isinya pun tak mampu diraih dengan segala macam amalan, kecuali dengan kasih sayang Allah.
Kedua, itu artinya dengan menjerumuskan diri dalam kehidupan yang tak islami. Rasulullah SAW menolak mengakui umatnya penjual yang menipu dan tidak halal rezeki yang diperoleh dari hasil penipuan (HR. Ibnu Majah & Abu Dawud).
Ketiga, itu berarti menyeret diri dalam golongan orang-orang yang tak diterima doa. Di antara sebab tidak diterimanya doa adalah karena memakan harta haram. Dan Rasulullah menyebutkan bahwa tidak halal menjual sesuatu, melainkan dengan menerangkan kekurangan pada barang itu (HR. Ahmad).
Sungguh banyak dampak buruk lainnya. Sehingga wajar disebut celaka besar bagi yang menanggalkan kejujuran dalam hidup ini.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan