2 Zulhijjah 1434 H. [MOD] -
Oleh Jarjani Usman
Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW, “Orang Islam yang bagaimanakah yang paling baik?” Jawab Rasulullah SAW, “Ialah orang-orang yang menjaga orang-orang Islam lainnya dari bencana lidah dan perbuatannya” (HR. Muslim).
Dalam hal memperbincangkan orang lain, terutama mengorek-ngorek keburukannya atau memburuk-burukkannya, banyak orang lupa diri. Tak terkecuali orang Muslim yang lupa status sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW dan bagaimana sepatutnya lidah digunakan. Ini menandakan betapa menyenangkan perbuatan menyalahgunakan lidah, lebih-lebih menjelang perebutan kekuasaan.
Padahal tak sedikit di antara bencana atau kehancuran di kalangan umat, seperti putusnya tali silaturrahim dan saling membenci serta saling membunuh, disebabkan oleh kegemaran untuk menyalahgunakan lidah. Lidah yang seharusnya digunakan untuk kebaikan, termasuk menyambung hubungan yang terlanjur terputus, malah digunakan untuk menyemai benih-benih kekacauan dan kehancuran. Tak jarang, suasana keruh dan tidak menentu itulah yang dimanfaatkan oleh sebahagian orang untuk muncul bagaikan pahlawan yang mendamaikan.
Kalau suasana tidak serunyam demikian, banyak rahmat Allah bisa dinikmati. Seperti nikmatnya hidup damai, sehingga pikiran dan tenaga bisa digunakan untuk memikirkan berbagai macam kemajuan. Memikirkan sedikit kemajuan saja lebih berarti dibandingkan menghabiskan pikiran untuk memikirkan bagaimana keluar dari bencana yang sedang berlangsung akibat penyalahgunaan lidah.
Karena itu, memikirkan bencana lidah sebelum terlanjur menyalahgunakannya, lebih bersifat menyelamatkan umat, dibandingkan dengan muncul kemudian di saat berbagai kehancuran telah terjadi. Wujud dari itu semua proses berpikir itu adalah menjaga lidah, sebagaimana patutnya dilakukan setiap Muslim yang baik.
Serambi/-
Tiada ulasan:
Catat Ulasan