Membuka Pintu Maaf

19 Safar 1433H. [MOD] -
Oleh Jarjani Usman

“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” (QS. Ali ‘Imran: 159).

Manusia adalah makhluk yang sangat lengkap, baik fisik maupun non fisik. Termasuk dilengkapi dengan kemampuan untuk memberi maaf kepada sesama manusia. Kemampuan ini juga banyak digunakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam semasa hidupnya. Bahkan, menurut Aisyah r.a., suka memaafkan termasuk sifat utama Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam. Sifat itu juga ikut membantu dalam memajukan Islam ke berbagai negara. Ini adalah suatu isyarat bahwa kalau ingin maju, kita harus selalu siap menggunakan kemampuan memberi maaf.

Namun kenyataannya, banyak yang sulit membuka pintu maaf, terutama di saat merasa dirinya sangat kuat. Ini pertanda bahwa ada kesulitan dalam memanfaatkan kemampuan yang sudah dimiliki. Padahal Rasulullah mengingatkan betapa besar kebaikan yang akan diperoleh orang-orang yang mau memaafkan. Katanya, “Siapa saja yang mampu memberi maaf ketika dia mampu membalas, maka Allah akan mengampuninya saat ia mengalami kesukaran. Dan orang yang memaafkan terhadap kezaliman, karena mengharapkan kerizaan Allah, maka Allah akan menambah kemuliaan kepadanya di hari kiamat.”

Bukan hanya itu, dalam sejumlah ayat Alquran (Al-Araf 199, Al-Hijr 85, dan Asy-Syura 43), Allah menganjurkan hamba-hambaNya untuk senantiasa membuka pintu maaf. Seruan yang lebih dari sekali ini akan membuat hati manusia, kecuali hati yang sudah sulit untuk dimasuki petunjuk. Dan jika firman Allah tak mampu lagi mempengaruhi hati untuk memberi maaf, lantas apalagi yang akan membuat hati berubah?

Serambi/-