By: agussyafii
Di sebuah sekolah, seorang puteri bintang film terkenal diminta ibu guru mengarang cerita tentang sebuah keluarga miskin. Begini cerita yang ditulisnya. 'Pada zaman dahulu kala, ada sebuah keluarga miskin. Maminya miskin, papinya miskin, anak-anaknya miskin. Pembantunya miskin, sopirnya miskin. Tukang kebunnya miskin, satpamnya miskin. Babby sitter-nya miskin. Semuanya miskin.'
Terbayangkah oleh kita apabila orang miskin punya pembantu, sopir, tukang kebun, penjaga malam, baby sitter. Tentunya dia bukan orang miskin tapi begitulah anak-anak dengan logikanya sendiri.
Kalau kita menilai orang miskin dari berapa banyak jumlah kekayaan, kesimpulan tadi tentunya benar namun bila kita menilai berdasarkan hati bukan dari jumlah kekayaan kesimpulan tadi tidak benar.
Makna kemiskinan pada dasarnya adalah ketika kita tak pernah merasa cukup terhadap apapun yang kita punya, tidak perduli berapapun jumlahnya. DEmikian juga denga kekayaan hakekatnya adalah ketika kita sudah merasa cukup dan bersyukur terhadap apapun yang ada pada diri kita, tak peduli berapapun jumlah yang kita miliki. Rasa cukup dan kemampuan kita bersyukur itu kunci kita melepaskan diri dari kemiskinan hakiki.
---
'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'(Q.S. Ibrahim [14] : 7).
'Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.' (Q.S. Al Qhashas [27] : 77)
Wassalam,
agussyafii
Di sebuah sekolah, seorang puteri bintang film terkenal diminta ibu guru mengarang cerita tentang sebuah keluarga miskin. Begini cerita yang ditulisnya. 'Pada zaman dahulu kala, ada sebuah keluarga miskin. Maminya miskin, papinya miskin, anak-anaknya miskin. Pembantunya miskin, sopirnya miskin. Tukang kebunnya miskin, satpamnya miskin. Babby sitter-nya miskin. Semuanya miskin.'
Terbayangkah oleh kita apabila orang miskin punya pembantu, sopir, tukang kebun, penjaga malam, baby sitter. Tentunya dia bukan orang miskin tapi begitulah anak-anak dengan logikanya sendiri.
Kalau kita menilai orang miskin dari berapa banyak jumlah kekayaan, kesimpulan tadi tentunya benar namun bila kita menilai berdasarkan hati bukan dari jumlah kekayaan kesimpulan tadi tidak benar.
Makna kemiskinan pada dasarnya adalah ketika kita tak pernah merasa cukup terhadap apapun yang kita punya, tidak perduli berapapun jumlahnya. DEmikian juga denga kekayaan hakekatnya adalah ketika kita sudah merasa cukup dan bersyukur terhadap apapun yang ada pada diri kita, tak peduli berapapun jumlah yang kita miliki. Rasa cukup dan kemampuan kita bersyukur itu kunci kita melepaskan diri dari kemiskinan hakiki.
---
'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'(Q.S. Ibrahim [14] : 7).
'Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.' (Q.S. Al Qhashas [27] : 77)
Wassalam,
agussyafii
Tiada ulasan:
Catat Ulasan