1 Ramadhan 1431H.
oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
3. THIYARAH
Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja. Allah berfirman, “Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata “Ini adalah karena (usaha) kami. “Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.” (Al-A’raaf: 131)
Dahulu, di antara tradisi orang Arab adalah jika salah seorang mereka hendak melakukan suatu pekerjaan, bepergian misalnya, maka mereka meramal peruntungannya dengan burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskannya. Jika burung itu terbang ke arah kanan, maka ia optimis, sehingga melangsungkan pekerjaannya. Sebaiknya, jika burung itu terbang ke arah kiri, maka ia merasa bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkannya.
Oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hukum perbuatan tersebut diterangkan dalam sabdanya,
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ.
“Thiyarah adalah syirik.”( Hadits riwayat Imam Ahmad : 1/389, dalam Shahihul Jami’no. 3955.)
Termasuk ke dalam kepercayaan yang diharamkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah merasa bernasib sial dengan bulan-bulan tertentu. Seperti, tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Shafar. Juga kepercayaan bahwa hari Rabu yang jatuh pada akhir hari setiap bulan membawa kerugian terus menerus. Termasuk juga merasa sial dengan angka 13, nama-nama tertentu atau orang cacat. Misalnya, jika ia pergi membuka tokonya, lalu di jalan melihat orang buta sebelah matanya serta merta ia merasa bernasib sial sehingga mengurungkan niat membuka toko. Juga berbagai kepercayaan yang semisalnya.
Semua hal di atas hukumnya haram dan termasuk syirik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari mereka, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imran bin Hushain,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ وَلاَ تُطُيِّرَ لَهُ وَلاَ تَكَهَّنَ وَلاَ تُكُهِّنَ لَهُ [وَأَظُنُّهُ قَالَ] أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ.
“Tidak termasuk golongan kami orang-orang yang melakukan atau meminta tathayyur, meramal atau meminta diramalkan (dan saya kira beliau juga bersabda) dan yang menyihir atau meminta disihirkan.”( Hadits riwayat At-Thabrani dalam Al-Kabir 18/162, lihat Shahihul Jami’ no. 5435.)
Orang yang terjerumus melakukan hal-hal di atas, hendaknya membayar kaffarat sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُكُمْ: اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.
“Barangsiapa yang (kepercayaan) thiyarahnya mengurungkan hajat (yang hendak dilakukannya) maka dia telah berlaku syirik.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apa kaffarat (tebusan) daripadanya?” Beliau bersabda, “Hendaknya salah seorang dari mereka mengatakan, “Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau.”( Hadits riwayat Imam Ahmad, 2/220; As-Silsilah Ash Shahihah, no. 1065 (Hadits ini lemah, sebaiknya disebutkan dengan menerangkan kelemah-annya, Bin Baz).)
Merasa pesimis dan bernasib sial merupakan salah satu tabiat jiwa manusia. Suatu saat, perasaan itu menekan begitu kuat dan pada saat lain melemah. Penawarnya yang paling ampuh adalah tawakkal kepada Allah Ta’ala.
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:
وَمَا مِنَّا إِلاَّ [أَيْ: إِلاَّ فِيْ نَفْسِهِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ] وَلَكِنَّ اللهُ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.
“Dan tiada seorang pun di antara kita kecuali telah terjadi di dalam jiwanya sesuatu dari hal ini, hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal (kepada-Nya).”( Hadits riwayat Abu Dawud, No. 3910, dalam As Silsilah Ash Shahihah hadits no. 430.)
oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
3. THIYARAH
Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja. Allah berfirman, “Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata “Ini adalah karena (usaha) kami. “Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya.” (Al-A’raaf: 131)
Dahulu, di antara tradisi orang Arab adalah jika salah seorang mereka hendak melakukan suatu pekerjaan, bepergian misalnya, maka mereka meramal peruntungannya dengan burung. Salah seorang dari mereka memegang burung lalu melepaskannya. Jika burung itu terbang ke arah kanan, maka ia optimis, sehingga melangsungkan pekerjaannya. Sebaiknya, jika burung itu terbang ke arah kiri, maka ia merasa bernasib sial dan mengurungkan pekerjaan yang diinginkannya.
Oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hukum perbuatan tersebut diterangkan dalam sabdanya,
الطِّيَرَةُ شِرْكٌ.
“Thiyarah adalah syirik.”( Hadits riwayat Imam Ahmad : 1/389, dalam Shahihul Jami’no. 3955.)
Termasuk ke dalam kepercayaan yang diharamkan, yang juga menghilangkan kesempurnaan tauhid adalah merasa bernasib sial dengan bulan-bulan tertentu. Seperti, tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Shafar. Juga kepercayaan bahwa hari Rabu yang jatuh pada akhir hari setiap bulan membawa kerugian terus menerus. Termasuk juga merasa sial dengan angka 13, nama-nama tertentu atau orang cacat. Misalnya, jika ia pergi membuka tokonya, lalu di jalan melihat orang buta sebelah matanya serta merta ia merasa bernasib sial sehingga mengurungkan niat membuka toko. Juga berbagai kepercayaan yang semisalnya.
Semua hal di atas hukumnya haram dan termasuk syirik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlepas diri dari mereka, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imran bin Hushain,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَطَيَّرَ وَلاَ تُطُيِّرَ لَهُ وَلاَ تَكَهَّنَ وَلاَ تُكُهِّنَ لَهُ [وَأَظُنُّهُ قَالَ] أَوْ سَحَرَ أَوْ سُحِرَ لَهُ.
“Tidak termasuk golongan kami orang-orang yang melakukan atau meminta tathayyur, meramal atau meminta diramalkan (dan saya kira beliau juga bersabda) dan yang menyihir atau meminta disihirkan.”( Hadits riwayat At-Thabrani dalam Al-Kabir 18/162, lihat Shahihul Jami’ no. 5435.)
Orang yang terjerumus melakukan hal-hal di atas, hendaknya membayar kaffarat sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَنْ يَقُوْلَ أَحَدُكُمْ: اَللَّهُمَّ لاَ خَيْرَ إِلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ.
“Barangsiapa yang (kepercayaan) thiyarahnya mengurungkan hajat (yang hendak dilakukannya) maka dia telah berlaku syirik.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apa kaffarat (tebusan) daripadanya?” Beliau bersabda, “Hendaknya salah seorang dari mereka mengatakan, “Ya Allah, tiada kebaikan kecuali kebaikan dari Engkau, tiada kesialan kecuali kesialan dari Engkau dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau.”( Hadits riwayat Imam Ahmad, 2/220; As-Silsilah Ash Shahihah, no. 1065 (Hadits ini lemah, sebaiknya disebutkan dengan menerangkan kelemah-annya, Bin Baz).)
Merasa pesimis dan bernasib sial merupakan salah satu tabiat jiwa manusia. Suatu saat, perasaan itu menekan begitu kuat dan pada saat lain melemah. Penawarnya yang paling ampuh adalah tawakkal kepada Allah Ta’ala.
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata:
وَمَا مِنَّا إِلاَّ [أَيْ: إِلاَّ فِيْ نَفْسِهِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ] وَلَكِنَّ اللهُ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ.
“Dan tiada seorang pun di antara kita kecuali telah terjadi di dalam jiwanya sesuatu dari hal ini, hanya saja Allah menghilangkannya dengan tawakkal (kepada-Nya).”( Hadits riwayat Abu Dawud, No. 3910, dalam As Silsilah Ash Shahihah hadits no. 430.)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan