By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA
Salat Jum`at diikuti oleh orang sekampung atau selingkungan dengan berjama`ah di masjid jami`, dikerjakan pada hari Jum`at. Apa sebenarnya makna dari salat jum`at itu ? dan kenapa harus berjamaah? Allah berfirman bahwa manusia (dan jin) dicipta tak lain agar mereka menyembah (beribadah) kepada Allah, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun (Q/51:56).
Menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang disembah(la ilaha illa Allah) disebut tauhid, artinya mengesakan Allah. Salat merupakan ritus ibadah yang paling lengkap, terdiri dari gerak, bacaan dan doa. Sebagai syari`at agama, salat bukan saja menggambarkan tauhid, tetapi juga menyimbolkan tatanan ideal masyarakat manusia.
Manusia diciptakan Allah SWT berpasangan jenis, lelaki, perempuan, juga bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan segala keragamannya, tak lain adalah agar mereka saling mengenal dan memberi manfaat satu dan lainnya, lita`arafu (Q/49:13). Tatanan salat juga menyimbolkan bagaimana caranya masyarakat manusia mencapai maksud itu, yakni saling mengenal dan saling memberi manfaat.
Semua manusia dalam salatnya harus menghadap kiblat (arah) yang sama, dengan bacaan yang sama dalam bahasa yang sama (bahasa Arab). Untuk membangun kebersamaan, disyari`atkan berjamaah, yakni salat bersama dipimpin oleh seorang imam.
Layaknya kepemimpinan sosial, seorang imam disyaratkan 3 hal (1) fasih bacaannya, . (2) ilmu agamanya tertinggi diantara yang lain, dan (3) tertua usianya.
Ini adalah simbol persyaratan seorang pemimpin bangsa yakni (1) harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya, (2) memenuhi syarat standard keilmuan yang relevan, dan (3) senioritas.
Jika seseorang sedang mengimami, maka makmum di belakangnya harus patuh total kepada imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh tertinggal. Sebaliknya jika imamnya keliru, maka makmum boleh mengingatkan dengan membaca subhanallah. Jika imamnya batal, buang angin misalnya, maka ia langsung harus mengundurkan diri, digantikan oleh orang yang persis di belakangnya. Demikian juga dalam tatanan masyarakat,
Jika seseorang telah dipilih menjadi pemimpin, maka rakyat harus menghormati dan mematuhi kepemimpinannya. Jika Pemimpin melakukan kesalahan, rakyat boleh menegur dan mengkritiknya, dan jika Pemimpin melanggar sumpah jabatannya (batal) maka seyogyanya ia langsung mengundurkan diri agar tidak terjadi gejolak, jangan menunggu dilengserkan oleh rakyat, karena melengserkan pemimpin itu membutuhkan biaya (ekonomi dan sosial) yang besar.
Sebagaimana tatanan masyarakat itu bertingkat-tingkat, maka syari`at berjamaah juga bertingkat-tingkat. Di dalam setiap rumah tangga seyogyanya ada salat berjama`ah, bapak menjadi imam dan istri dan anak-anak makmum di belakangnya. Pada salat lima waktu hendaknya ada salat jamaah di setiap masjid dan mushalla. Seminggu sekali kumpulan masyarakat yang lebih luas menyelenggarakan salat jum`at di masjid besar, disebut masjid jami`. Setahun dua kali lingkungan yang lebih luas melakukan salat jamaah di masjid agung atau di alun-alun, yakni salat Idul Fitri dan Idul Adha. Secara geografis, setahun sekali duta-duta bangsa disyari`atkan berjamaah di tempat yang sama, yakni ibadah haji di Makkah al Mukarromah. Berjama`ahlah, karena di dalam berjama’ah terkandung banyak berkah. Wallohu a`lamu bissawab.
sumber, http://mubarok- institute. blogspot. com
Wassalam,
agussyafii
Salat Jum`at diikuti oleh orang sekampung atau selingkungan dengan berjama`ah di masjid jami`, dikerjakan pada hari Jum`at. Apa sebenarnya makna dari salat jum`at itu ? dan kenapa harus berjamaah? Allah berfirman bahwa manusia (dan jin) dicipta tak lain agar mereka menyembah (beribadah) kepada Allah, wama khalaqtu al jinna wa al insa illa liya`budun (Q/51:56).
Menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang disembah(la ilaha illa Allah) disebut tauhid, artinya mengesakan Allah. Salat merupakan ritus ibadah yang paling lengkap, terdiri dari gerak, bacaan dan doa. Sebagai syari`at agama, salat bukan saja menggambarkan tauhid, tetapi juga menyimbolkan tatanan ideal masyarakat manusia.
Manusia diciptakan Allah SWT berpasangan jenis, lelaki, perempuan, juga bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan segala keragamannya, tak lain adalah agar mereka saling mengenal dan memberi manfaat satu dan lainnya, lita`arafu (Q/49:13). Tatanan salat juga menyimbolkan bagaimana caranya masyarakat manusia mencapai maksud itu, yakni saling mengenal dan saling memberi manfaat.
Semua manusia dalam salatnya harus menghadap kiblat (arah) yang sama, dengan bacaan yang sama dalam bahasa yang sama (bahasa Arab). Untuk membangun kebersamaan, disyari`atkan berjamaah, yakni salat bersama dipimpin oleh seorang imam.
Layaknya kepemimpinan sosial, seorang imam disyaratkan 3 hal (1) fasih bacaannya, . (2) ilmu agamanya tertinggi diantara yang lain, dan (3) tertua usianya.
Ini adalah simbol persyaratan seorang pemimpin bangsa yakni (1) harus bisa berkomunikasi dengan rakyatnya, (2) memenuhi syarat standard keilmuan yang relevan, dan (3) senioritas.
Jika seseorang sedang mengimami, maka makmum di belakangnya harus patuh total kepada imam, tidak boleh mendahului dan tidak boleh tertinggal. Sebaliknya jika imamnya keliru, maka makmum boleh mengingatkan dengan membaca subhanallah. Jika imamnya batal, buang angin misalnya, maka ia langsung harus mengundurkan diri, digantikan oleh orang yang persis di belakangnya. Demikian juga dalam tatanan masyarakat,
Jika seseorang telah dipilih menjadi pemimpin, maka rakyat harus menghormati dan mematuhi kepemimpinannya. Jika Pemimpin melakukan kesalahan, rakyat boleh menegur dan mengkritiknya, dan jika Pemimpin melanggar sumpah jabatannya (batal) maka seyogyanya ia langsung mengundurkan diri agar tidak terjadi gejolak, jangan menunggu dilengserkan oleh rakyat, karena melengserkan pemimpin itu membutuhkan biaya (ekonomi dan sosial) yang besar.
Sebagaimana tatanan masyarakat itu bertingkat-tingkat, maka syari`at berjamaah juga bertingkat-tingkat. Di dalam setiap rumah tangga seyogyanya ada salat berjama`ah, bapak menjadi imam dan istri dan anak-anak makmum di belakangnya. Pada salat lima waktu hendaknya ada salat jamaah di setiap masjid dan mushalla. Seminggu sekali kumpulan masyarakat yang lebih luas menyelenggarakan salat jum`at di masjid besar, disebut masjid jami`. Setahun dua kali lingkungan yang lebih luas melakukan salat jamaah di masjid agung atau di alun-alun, yakni salat Idul Fitri dan Idul Adha. Secara geografis, setahun sekali duta-duta bangsa disyari`atkan berjamaah di tempat yang sama, yakni ibadah haji di Makkah al Mukarromah. Berjama`ahlah, karena di dalam berjama’ah terkandung banyak berkah. Wallohu a`lamu bissawab.
sumber, http://mubarok- institute. blogspot. com
Wassalam,
agussyafii
Tiada ulasan:
Catat Ulasan