11 Ramadhan 1431H.
oleh : Syaikh
RENUNGAN KE-16
Ramadhan Bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
Kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam penuh dengan ibadah dan pelajaran yang berarti bagi kita, beliau adalah tipe ideal yang sangat baik, baik di bulan Ramadhan atau di bulan lainnya, karenanya marilah kita lihat sejenak kehidupan beliau di bulan yang suci ini.
Sebelum perintah puasa Ramadhan, beliau berpuasa Asyura (tanggal 10 Muharram) dan itu terjadi ketika beliau datang pertama kalinya ke Madinah, di situlah beliau melihat orang-orang Yahudi sedang berpuasa, kemudian bertanya, “Gerangan apa yang membuat kamu puasa hari ini?” Jawabnya, “Kami sedang mengenang hari besar di mana Musa ‘alaihis salam diselamatkan dari kejaran kaumnya; serta tenggelamnya Fir’aun dan bala tentaranya, kemudian Musa ‘alaihis salam berpuasa sebagai rasa syukur, maka kami juga berpuasa sebagaimana engkau lihat pada hari ini.” Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kami lebih berhak dan lebih pantas dari kalian.” Maka beliau berpuasa dan menyuruh para sahabatnya untuk berpuasa. (HR. Al-Bukhari Muslim).
Sebagian ulama mengatakan bahwa puasa Asyura itu pada mulanya wajib. Dalam Shahihain diriwayatkan dari hadits Rubayyi’ binti Mu’awwadz radhiallahu ‘anha, katanya: Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam di pagi hari Asyura mengutus seseorang ke perkampungan Anshar sekitar Madinah dengan membawa pesan “Siapa yang pagi hari ini puasa teruskan!, dan siapa yang tidak puasa, puasalah di siang harinya..”, maka kami pun berpuasa, juga kami ajari anak-anak kami untuk berpuasa, mereka dibawa ke mesjid lalu diberi permainan semacam balon, apabila di antara mereka ada yang menangis karena ingin makan kami memberi mainan tersebut sampai menjelang ifthar. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ketika ada perintah puasa Ramadhan, maka puasa Asyura menjadi sunat, yang mau silahkan berpuasa, tidak juga tidak apa-apa. Tetapi puasa Ramadhan diwajibkan secara bertahap, pertama kalinya diberi pilihan antara puasa dan tidak, dan itu berlanjut sampai turun ayat,
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa di bulan itu.” (Al-Baqarah: 185).
Maka jadilah hukumnya wajib, tetapi pada waktu itu tidak dibolehkan makan dan minum di malam harinya manakala ia bangun dari tidurnya.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra radhiallahu ‘anhu: Apabila salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam berpuasa, lantas tidur menjelang ifthar kemudian kebablasan (tidak bangun saat adzan Maghrib), maka ia tidak makan di malamnya dan siangnya sampai besok sore, begitu juga dialami oleh sahabat Qais bin Shirmah Al-Anshari, dikisahkan dia berpuasa, di saat menjelang ifthar ia menemui istrinya dan bertanya, “Apakah ada makanan?” jawabnya, “Tidak ada, tunggu sebentar saya carikan,” lalu ia keluar dan mencarinya, tetapi karena sahabat tadi di siang harinya kerja berat, akhirnya dia ketiduran, ketika istrinya datang didapatkan sedang tidur ia tercengang sambil berkata, “Kasihan..” (karena harus puasa terus sampai besok), ketika siang harinya dikisahkan dia pingsan, kemudian peristiwa ini disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam maka turunlah ayat,
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu” maka sangat bergembiralah mereka, dan turun lagi ayat selanjutnya,
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Al-Baqarah: 187).
Tercatat dalam sejarah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam selama hidupnya berpuasa Ramadhan sampai sembilan kali, dan pada tahun kedua hijrah yaitu tahun pertama diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam memperbanyak ibadah di bulan yang mulia ini, sehingga beliau pernah puasa wishal (puasa tanpa buka) dua atau tiga hari dikarenakan ingin mengkonsentrasikan ibadahnya. Ketika diikuti oleh para sahabatnya beliau melarangnya sambil berkata, “Sesungguhnya aku bukan seperti kalian, karena Allah telah memberi makan dan minum kepadaku.” Imam Ibnul Qayyim telah berbicara panjang dalam kitabnya Zadul Ma’ad tentang hadits ini, yang mau tahu silahkan lihat.
Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam di bulan yang suci ini memperbanyak tilawah Al-Qur'an –sebagaimana telah diterangkan– beliau juga menyegerakan iftharnya dan mengakhirkan sahurnya, kalau dia berbuka, berbuka sebelum shalat Maghrib, dan jika sahur beliau memilih waktu yang tidak terlalu jauh dari shalat Subuh. Beliau pun pernah bepergian di bulan yang mulia ini misalnya untuk perang Badar, Fathu Mekkah dan yang lainnya, beliau pernah berbuka dan beliau juga pernah berpuasa. Dalam Shahih Muslim dikatakan, “Kami (para sahabat) pernah bepergian (di bulan Ramadhan) pada suatu hari yang sangat panas, dan tidak ada di antara kami yang berpuasa selain Rasulullah dan Abdullah bin Rawahah.” (HR. Muslim).
Dalam hadits lain, “Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam tidak pernah mening-galkan puasa ayyamul baidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulannya) di tempat kediamannya atau di saat bepergian.” (HR. An-Nasa’i).
Dalam Shahih Muslim dikatakan, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam pada bulan Ramadhan tahun Fathu Mekkah keluar untuk pergi ke Mekkah, beliau saat itu sedang puasa, begitu juga para sahabat, ketika sampai di sebuah tempat Kura’ul Gomim, beliau meminta segelas air, terus mengangkatnya dan meminumnya, dan hal itu kelihatan oleh para sahabat, kemudian setelah itu dikatakan kepada beliau bahwa ada di antara mereka yang tidak berbuka, lalu beliau berkata, ‘Mereka itu telah membangkang .., mereka itu telah membangkang ..” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam pada bulan yang mulia ini sangat dermawan melebihi bulan-bulan lainnya –sebagaimana yang telah dijelaskan– dan tidak kalah pentingnya yang harus kita ketahui adalah masalah yang ada kaitannya dengan hukum, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam langsung menjelaskannya dengan amaliyah, di antaranya pada suatu saat beliau punya hadats besar, tiba-tiba waktu Subuh tiba, maka beliau mandi dan terus berpuasa.
oleh : Syaikh
RENUNGAN KE-16
Ramadhan Bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
Kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam penuh dengan ibadah dan pelajaran yang berarti bagi kita, beliau adalah tipe ideal yang sangat baik, baik di bulan Ramadhan atau di bulan lainnya, karenanya marilah kita lihat sejenak kehidupan beliau di bulan yang suci ini.
Sebelum perintah puasa Ramadhan, beliau berpuasa Asyura (tanggal 10 Muharram) dan itu terjadi ketika beliau datang pertama kalinya ke Madinah, di situlah beliau melihat orang-orang Yahudi sedang berpuasa, kemudian bertanya, “Gerangan apa yang membuat kamu puasa hari ini?” Jawabnya, “Kami sedang mengenang hari besar di mana Musa ‘alaihis salam diselamatkan dari kejaran kaumnya; serta tenggelamnya Fir’aun dan bala tentaranya, kemudian Musa ‘alaihis salam berpuasa sebagai rasa syukur, maka kami juga berpuasa sebagaimana engkau lihat pada hari ini.” Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kami lebih berhak dan lebih pantas dari kalian.” Maka beliau berpuasa dan menyuruh para sahabatnya untuk berpuasa. (HR. Al-Bukhari Muslim).
Sebagian ulama mengatakan bahwa puasa Asyura itu pada mulanya wajib. Dalam Shahihain diriwayatkan dari hadits Rubayyi’ binti Mu’awwadz radhiallahu ‘anha, katanya: Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam di pagi hari Asyura mengutus seseorang ke perkampungan Anshar sekitar Madinah dengan membawa pesan “Siapa yang pagi hari ini puasa teruskan!, dan siapa yang tidak puasa, puasalah di siang harinya..”, maka kami pun berpuasa, juga kami ajari anak-anak kami untuk berpuasa, mereka dibawa ke mesjid lalu diberi permainan semacam balon, apabila di antara mereka ada yang menangis karena ingin makan kami memberi mainan tersebut sampai menjelang ifthar. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ketika ada perintah puasa Ramadhan, maka puasa Asyura menjadi sunat, yang mau silahkan berpuasa, tidak juga tidak apa-apa. Tetapi puasa Ramadhan diwajibkan secara bertahap, pertama kalinya diberi pilihan antara puasa dan tidak, dan itu berlanjut sampai turun ayat,
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa di bulan itu.” (Al-Baqarah: 185).
Maka jadilah hukumnya wajib, tetapi pada waktu itu tidak dibolehkan makan dan minum di malam harinya manakala ia bangun dari tidurnya.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra radhiallahu ‘anhu: Apabila salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam berpuasa, lantas tidur menjelang ifthar kemudian kebablasan (tidak bangun saat adzan Maghrib), maka ia tidak makan di malamnya dan siangnya sampai besok sore, begitu juga dialami oleh sahabat Qais bin Shirmah Al-Anshari, dikisahkan dia berpuasa, di saat menjelang ifthar ia menemui istrinya dan bertanya, “Apakah ada makanan?” jawabnya, “Tidak ada, tunggu sebentar saya carikan,” lalu ia keluar dan mencarinya, tetapi karena sahabat tadi di siang harinya kerja berat, akhirnya dia ketiduran, ketika istrinya datang didapatkan sedang tidur ia tercengang sambil berkata, “Kasihan..” (karena harus puasa terus sampai besok), ketika siang harinya dikisahkan dia pingsan, kemudian peristiwa ini disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam maka turunlah ayat,
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu” maka sangat bergembiralah mereka, dan turun lagi ayat selanjutnya,
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Al-Baqarah: 187).
Tercatat dalam sejarah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam selama hidupnya berpuasa Ramadhan sampai sembilan kali, dan pada tahun kedua hijrah yaitu tahun pertama diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam memperbanyak ibadah di bulan yang mulia ini, sehingga beliau pernah puasa wishal (puasa tanpa buka) dua atau tiga hari dikarenakan ingin mengkonsentrasikan ibadahnya. Ketika diikuti oleh para sahabatnya beliau melarangnya sambil berkata, “Sesungguhnya aku bukan seperti kalian, karena Allah telah memberi makan dan minum kepadaku.” Imam Ibnul Qayyim telah berbicara panjang dalam kitabnya Zadul Ma’ad tentang hadits ini, yang mau tahu silahkan lihat.
Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam di bulan yang suci ini memperbanyak tilawah Al-Qur'an –sebagaimana telah diterangkan– beliau juga menyegerakan iftharnya dan mengakhirkan sahurnya, kalau dia berbuka, berbuka sebelum shalat Maghrib, dan jika sahur beliau memilih waktu yang tidak terlalu jauh dari shalat Subuh. Beliau pun pernah bepergian di bulan yang mulia ini misalnya untuk perang Badar, Fathu Mekkah dan yang lainnya, beliau pernah berbuka dan beliau juga pernah berpuasa. Dalam Shahih Muslim dikatakan, “Kami (para sahabat) pernah bepergian (di bulan Ramadhan) pada suatu hari yang sangat panas, dan tidak ada di antara kami yang berpuasa selain Rasulullah dan Abdullah bin Rawahah.” (HR. Muslim).
Dalam hadits lain, “Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam tidak pernah mening-galkan puasa ayyamul baidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulannya) di tempat kediamannya atau di saat bepergian.” (HR. An-Nasa’i).
Dalam Shahih Muslim dikatakan, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam pada bulan Ramadhan tahun Fathu Mekkah keluar untuk pergi ke Mekkah, beliau saat itu sedang puasa, begitu juga para sahabat, ketika sampai di sebuah tempat Kura’ul Gomim, beliau meminta segelas air, terus mengangkatnya dan meminumnya, dan hal itu kelihatan oleh para sahabat, kemudian setelah itu dikatakan kepada beliau bahwa ada di antara mereka yang tidak berbuka, lalu beliau berkata, ‘Mereka itu telah membangkang .., mereka itu telah membangkang ..” (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam pada bulan yang mulia ini sangat dermawan melebihi bulan-bulan lainnya –sebagaimana yang telah dijelaskan– dan tidak kalah pentingnya yang harus kita ketahui adalah masalah yang ada kaitannya dengan hukum, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam langsung menjelaskannya dengan amaliyah, di antaranya pada suatu saat beliau punya hadats besar, tiba-tiba waktu Subuh tiba, maka beliau mandi dan terus berpuasa.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan