21 Ogos 2010

DOSA-DOSA YANG DIANGGAP BIASA : MEMALSUKAN NASAB ANAK KEPADA SELAIN AYAHNYA DAN PENGINGKARAN AYAH TERHADAP ANAKNYA SENDIRI

11 Ramadhan 1431H
oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

24. MEMALSUKAN NASAB ANAK KEPADA SELAIN AYAHNYA DAN PENGINGKARAN AYAH TERHADAP ANAKNYA SENDIRI

Menurut syariat Islam, seorang muslim tidak dibenarkan menasabkan diri kepada selain ayahnya, atau menggolongkan diri kepada selain kaumnya.

Sebagian orang ada yang melakukan hal tersebut untuk tujuan materi, sehingga menulis nasab palsu di dalam surat-surat dan dokumen penting untuk memudahkan berbagai urusannya. Sebagian lain ada yang melakukannya karena dendam kepada sang ayah yang meninggalkan dirinya sejak kecil.

Semua perbuatan di atas hukumnya haram. Perbuatan tersebut melahirkan kerusakan besar di banyak persoalan. Misalnya dalam urusan mahram, nikah, warisan dan sebagainya.

Dalam sebuah hadits marfu’ dari bin Abi Bakrah radhiallahu ‘anhu disebutkan,

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ يَعْلَمُ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ.

“Barangsiapa mengaku (bernasab) kepada selain ayahnya sedang dia mengetahui, maka haram baginya surga.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 8/45.)

Jadi, menurut ketentuan syari’at, haram hukumnya mempermainkan nasab atau memalsukannya. Sebagian laki-laki apabila terjadi pertengkaran dengan istrinya, menuduhnya berselingkuh dengan lelaki lain, sehingga ia tidak mengakui anaknya sendiri tanpa bukti apapun, padahal anak itu jelas-jelas lahir dari hubungan antara dia dan istrinya.

Sebagian isteri ada juga yang berkhianat. Misalnya, ia hamil dari hasil zina dengan lelaki lain, tetapi kemudian ia menasabkan anak tersebut kepada suaminya yang sah. Orang-orang sebagaimana disebutkan di atas, mendapat ancaman yang sangat berat dari Allah

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwasanya ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, saat turun ayat mula’anah (Mula’anah; yakni saling melaknat antara suami dengan isteri karena tuduhan zina.),

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَدْخَلَتْ عَلَى قَوْمٍ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ فَلَيْسَتْ مِنَ اللهِ فِيْ شَيْءٍ وَلَنْ يُدْخِلَهَا اللهُ جَنَّتَهُ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ جَحَدَ وَلَدَهُ وَهُوَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ اِحْتَجَبَ اللهُ مِنْهُ وَفَضَحَهُ عَلَى رُؤُوْسِ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ.

“Perempuan manapun yang menggolongkan (seorang anak) kepada suatu kaum, padahal dia bukan dari golongan mereka, maka Allah berlepas diri daripadanya dan tidak akan memasukkannya ke dalam Surga. Dan siapa dari laki-laki yang mengingkari anaknya padahal ia melihatnya (sebagai anaknya yang sah) maka Allah akan menutup diri daripadanya dan akan mempermalukannya di hadapan para pemimpin orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian.” (Hadits riwayat Abu Daud, 2/695, lihat Misykatul Mashabih, 3316.)

2 ulasan:

Tanpa Nama berkata...

mohon share

Mas Pingi berkata...

Thanks artikelnya, sangat bermanfat. :) kajianummat.blogsot.com