10 Ramadhan 1431H.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul
Di antara hak prerogatif hakim adalah tidak menerima pengakuan seseorang bahwa ia telah berzina, dan menolak pengakuan itu semenjak awal orang itu datang dan memberikan pengakuan. Hakim boleh mendiktekan kepada orang itu kata-kata atau ungkapan yang membuatnya mau mencabut pengakuannya, dengan mengatakan kepadanya: “Barangkali kamu cuma mencium saja, atau cuma memegang saja”, dan ungkapan-ungkapan lainnya yang mengisyaratkan bahwa ia tidak terjerumus ke dalam zina. Lalu apabila laki-laki itu tetap mengulang-ulangi pengakuannya sampai empat kali,
sedangkan ia berakal sehat, maka hukum had pun baru boleh dilaksanakan, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Ma’iz bin Malik yang kisahnya diriwayatkan oleh Abu Hurairah, seraya berkata: “Sesungguhnya ada seorang lelaki dari kaum muslimin datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat beliau berada di dalam masjid. Lelaki itu memanggil beliau, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melakukan zina!” Namun beliau berpaling dan tidak menghiraukannya, bahkan beliau membuang muka darinya.
lalu si laki-laki itu berkata, “Hai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Rasulullah pun berpaling lagi, sampai orang itu mengulanginya hingga empat kali. Setelah lelaki itu memberikan kesaksian terhadap dirinya empat kali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya dan bersabda kepadanya, “Apakah kamu gila?” Ia jawab, “Tidak!” Nabi bertanya, “Apakah kamu telah menikah?” Ia jawab, “Ya!” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh para shahabatnya untuk membawa laki-laki itu dan kemudian merajamnya.
Dari kisah di atas jelas sekali bahwa sekali pun Islam menghukum berat pelaku zina, namun Islam juga memperketat hal-hal yang dapat dijadikan sebagai bukti perbuatan. Maka dari itu, hakim tidak boleh gegabah untuk melakukan hukuman sebelum semua syarat-syaratnya terpenuhi.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul
Di antara hak prerogatif hakim adalah tidak menerima pengakuan seseorang bahwa ia telah berzina, dan menolak pengakuan itu semenjak awal orang itu datang dan memberikan pengakuan. Hakim boleh mendiktekan kepada orang itu kata-kata atau ungkapan yang membuatnya mau mencabut pengakuannya, dengan mengatakan kepadanya: “Barangkali kamu cuma mencium saja, atau cuma memegang saja”, dan ungkapan-ungkapan lainnya yang mengisyaratkan bahwa ia tidak terjerumus ke dalam zina. Lalu apabila laki-laki itu tetap mengulang-ulangi pengakuannya sampai empat kali,
sedangkan ia berakal sehat, maka hukum had pun baru boleh dilaksanakan, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Ma’iz bin Malik yang kisahnya diriwayatkan oleh Abu Hurairah, seraya berkata: “Sesungguhnya ada seorang lelaki dari kaum muslimin datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat beliau berada di dalam masjid. Lelaki itu memanggil beliau, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melakukan zina!” Namun beliau berpaling dan tidak menghiraukannya, bahkan beliau membuang muka darinya.
lalu si laki-laki itu berkata, “Hai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Rasulullah pun berpaling lagi, sampai orang itu mengulanginya hingga empat kali. Setelah lelaki itu memberikan kesaksian terhadap dirinya empat kali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya dan bersabda kepadanya, “Apakah kamu gila?” Ia jawab, “Tidak!” Nabi bertanya, “Apakah kamu telah menikah?” Ia jawab, “Ya!” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh para shahabatnya untuk membawa laki-laki itu dan kemudian merajamnya.
Dari kisah di atas jelas sekali bahwa sekali pun Islam menghukum berat pelaku zina, namun Islam juga memperketat hal-hal yang dapat dijadikan sebagai bukti perbuatan. Maka dari itu, hakim tidak boleh gegabah untuk melakukan hukuman sebelum semua syarat-syaratnya terpenuhi.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan