11 Ramadhan 1431H.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul
Sering sekali muncul pertanyaan seputar: “Kenapa Islam memperbolehkan lelaki muslim menikah dengan perempuan non muslimah, namun tidak memperbolehkan perempuan muslimah dinikahi oleh lelaki non muslim?”
Untuk menjawab pertanyaan di atas butuh sedikit penjelasan yang lebih detail. Hal pertama yang perlu kita ketahui di dalam masalah ini adalah bahwa Islam telah mengharamkan seorang lelaki muslim menikah dengan seorang perempuan yang tidak beriman kepada Allah atau dengan seorang perempuan yang menganut faham paganis (penyembah berhala).
Demikian pula, Islam mengharamkan perempuan muslimah menikah dengan seorang lelaki yang tidak beriman kepada Allah atau dengan lelaki penyembah berhala. Yang demikian itu karena akidah seorang muslim itu tidak menghormati kepercayaan dan keyakinan orang-orang kafir ataupun hal-hal yang dipandng suci oleh orang-orang musyrik.
Sedangkan Islam mengupayakan agar kehidupan suami-istri itu dibangun di atas dasar rasa cinta, saling mengormati dan keharmonisan. Dasar kehidupan seperti ini tidak akan terwujud dengan adanya perbedaan yang cukup besar di dalam kepercayaan-kepercayaan ideologis dan tidak akan tercapai dengan adanya kemustahilan adanya titik temu tentang ideologi dalam rangka merealisasikan kebahagiaan berumah-tangga.
Hal lain lagi, adalah bahwasanya ketika seorang muslim terikat dengan seorang perempuan penyembah berhala (paganis) atau kafir, atau seorang perempuan muslimah terikat dengan seorang suami kafir atau penyembah berhala bisa terpengaruh dengan aqidah batilnya karena rasa kasih-sayang di antara keduanya sebagai pasangan suami-istri, maka akibatnya adalah penyimpangan dari agama yang shahih (benar) menjadi penganut aqidah palsu (batil) atau kepercayaan yang sesat. Maka dari itu Islam mengharamkan pernikahan seorang muslim atau muslimah dengan orang yang berbeda agama (kafir atau musyrik).
Setelah kita ketahui pandangan Islam dalam pengharaman pernikahan seperti itu, kita temukan pula bahwa Islam mengharamkan perempuan muslimah menikah dengan dengan lelaki yahudi atau nasrani. Sebabnya adalah bahwa masing-masing si yahudi maupun si nasrani itu tidak beriman kepada Islam, tidak beriman kepada Al-Qur’an dan tidak pula mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah; dan dari sinilah muncul perselisihan dan pertikaian, maka terputuslah ikatan pernikahan, di samping sang suami mempunyai pengaruh terhadap keyakinan (aqidah) istrinya karena posisinya sebagai kepala rumah tangga dan karena perasaan lemah sang istri di hadapan suami adalah merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan istri berpindah agama, dari agama yang shahih ke agama yang telah dinodai penyimpangan dan perubahan. Hal lain lagi adalah bahawasanya Allah Subhaanahu Wata'ala telah menghargai dan memuliakan perempuan muslimah dengan Islam, maka sangat tidak pantas kalau ia berada di bawah kekuasaan seorang lelaki kafir yang melecehkan aqidah dan menoreh kehormatannya.
Sekalipun Islam telah mengharamkan pernikahan seperti itu, namun ia membolehkan kepada lelaki muslim menikahi perempuan yahudi atau nasrani. Sebabnya adalah bahwa seorang lelaki muslim itu menghormati Nabi Musa dan Nabi Isa ‘alaihis salam, serta beriman bahwa keduanya adalah utusan Allah (Rasul-Nya), maka dari sisi ini sang istri tidak merasakan adanya sesuatu yang membuatnya tidak suka terhadap suaminya, sekalipun berbeda agama, apabila ia masih ingin tetap bersamanya dengan tetap pada agamanya. Islam juga memberikan kesempatan luas kepada si istri untuk mengenal Islam lebih jauh, yang barang kali dengan cara itu ia dapat terbimbing untuk masuk Islam secara suka rela, sehingga pernikahan seperti itu dapat menjadi penyelamat baginya daripada tetap menganut agama yang telah ternodai oleh tahrif (perubahan dan manipulasi manusia).
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul
Sering sekali muncul pertanyaan seputar: “Kenapa Islam memperbolehkan lelaki muslim menikah dengan perempuan non muslimah, namun tidak memperbolehkan perempuan muslimah dinikahi oleh lelaki non muslim?”
Untuk menjawab pertanyaan di atas butuh sedikit penjelasan yang lebih detail. Hal pertama yang perlu kita ketahui di dalam masalah ini adalah bahwa Islam telah mengharamkan seorang lelaki muslim menikah dengan seorang perempuan yang tidak beriman kepada Allah atau dengan seorang perempuan yang menganut faham paganis (penyembah berhala).
Demikian pula, Islam mengharamkan perempuan muslimah menikah dengan seorang lelaki yang tidak beriman kepada Allah atau dengan lelaki penyembah berhala. Yang demikian itu karena akidah seorang muslim itu tidak menghormati kepercayaan dan keyakinan orang-orang kafir ataupun hal-hal yang dipandng suci oleh orang-orang musyrik.
Sedangkan Islam mengupayakan agar kehidupan suami-istri itu dibangun di atas dasar rasa cinta, saling mengormati dan keharmonisan. Dasar kehidupan seperti ini tidak akan terwujud dengan adanya perbedaan yang cukup besar di dalam kepercayaan-kepercayaan ideologis dan tidak akan tercapai dengan adanya kemustahilan adanya titik temu tentang ideologi dalam rangka merealisasikan kebahagiaan berumah-tangga.
Hal lain lagi, adalah bahwasanya ketika seorang muslim terikat dengan seorang perempuan penyembah berhala (paganis) atau kafir, atau seorang perempuan muslimah terikat dengan seorang suami kafir atau penyembah berhala bisa terpengaruh dengan aqidah batilnya karena rasa kasih-sayang di antara keduanya sebagai pasangan suami-istri, maka akibatnya adalah penyimpangan dari agama yang shahih (benar) menjadi penganut aqidah palsu (batil) atau kepercayaan yang sesat. Maka dari itu Islam mengharamkan pernikahan seorang muslim atau muslimah dengan orang yang berbeda agama (kafir atau musyrik).
Setelah kita ketahui pandangan Islam dalam pengharaman pernikahan seperti itu, kita temukan pula bahwa Islam mengharamkan perempuan muslimah menikah dengan dengan lelaki yahudi atau nasrani. Sebabnya adalah bahwa masing-masing si yahudi maupun si nasrani itu tidak beriman kepada Islam, tidak beriman kepada Al-Qur’an dan tidak pula mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah; dan dari sinilah muncul perselisihan dan pertikaian, maka terputuslah ikatan pernikahan, di samping sang suami mempunyai pengaruh terhadap keyakinan (aqidah) istrinya karena posisinya sebagai kepala rumah tangga dan karena perasaan lemah sang istri di hadapan suami adalah merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan istri berpindah agama, dari agama yang shahih ke agama yang telah dinodai penyimpangan dan perubahan. Hal lain lagi adalah bahawasanya Allah Subhaanahu Wata'ala telah menghargai dan memuliakan perempuan muslimah dengan Islam, maka sangat tidak pantas kalau ia berada di bawah kekuasaan seorang lelaki kafir yang melecehkan aqidah dan menoreh kehormatannya.
Sekalipun Islam telah mengharamkan pernikahan seperti itu, namun ia membolehkan kepada lelaki muslim menikahi perempuan yahudi atau nasrani. Sebabnya adalah bahwa seorang lelaki muslim itu menghormati Nabi Musa dan Nabi Isa ‘alaihis salam, serta beriman bahwa keduanya adalah utusan Allah (Rasul-Nya), maka dari sisi ini sang istri tidak merasakan adanya sesuatu yang membuatnya tidak suka terhadap suaminya, sekalipun berbeda agama, apabila ia masih ingin tetap bersamanya dengan tetap pada agamanya. Islam juga memberikan kesempatan luas kepada si istri untuk mengenal Islam lebih jauh, yang barang kali dengan cara itu ia dapat terbimbing untuk masuk Islam secara suka rela, sehingga pernikahan seperti itu dapat menjadi penyelamat baginya daripada tetap menganut agama yang telah ternodai oleh tahrif (perubahan dan manipulasi manusia).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan