14 Ramadhan 1431 H
Oleh: Said Abdul Aziz al-Jandul
Sebagaimana para musuh Islam menjadikan poligami sebagai salah satu media untuk menyudutkan Islam, mereka juga menjadikan thalaq atau perceraian sebagai sarana lain untuk menyerang dan menyudutkannya, dengan alasan bahwa thalaq atau perceraian merupakan penghinaan terhadap harga dan nilai seorang perempuan.
Apabila kita mengetahui bahwa sebenarnya thalaq itu sudah ada sejak berabad-abad yang silam sebelum Islam datang, dan juga terdapat di dalam ajaran agama yahudi, serta bisa pula terjadi di kalangan kaum nasrani melalui gereja, maka tentu kita akan tahu bahwa Islam bukanlah merupakan agama pertama yang memperbolehkan thalaq (perceraian),
dan sesungguhnya tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada Islam oleh musuh-musuhnya adalah bertujuan untuk mejauhkan manusia darinya dan agar mereka merasa jijik mendengarnya.
Penulis sebenarnya tidak bermaksud mengadakan pembelaan terhadap Islam dalam masalah prinsip perceraian yang dibenarkannya, sebab Allah Subhaanahu Wata'ala yang lebih mengetahui apa yang menjadi maslahat bagi umat manusia.
Penulis hanya ingin mengetahui lebih jauh kebencian, dengki dan perbuatan mengada-ada yang tersimpan di dalam jiwa para musuh, dan supaya kita mengetahui secara jelas sebagian dimensi hikmah atau rahasia dibalik diperbolehkannya perceraiaan atau talak dari dimensi yang lain.
Hal yang sudah tidak diragukan lagi adalah bahwasanya Islam -yang menganjurkan pernikahan- telah menentukan hal-hal apa saja yang seharusnya dijadikan pijakan di dalam menempuh kehidupan berumah tangga, seperti kelanggengan, keharmonisan dan ketenangan. Oleh karena itulah Islam mengajarkan:
1. Agar pilihan untuk menentukan pendamping hidup sepenuhnya ada pada masing-masing pasangan.
2. Memberikan kesempatan agar masing-masing calon suami istri melihat (nazhar) calonnya sebelum pernikahan terjadi.
3. Hendaknya kehidupan berumah-tangga (suami istri) ditegakkan berdasarkan mu’asyarah hasanah, pergaulan baik.
Semua itu dimaksudkan agar kehidapan berumah-tangga dapat berlangsung langgeng dan tidak retak. Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam haditsnya bersabda,
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقُ.
“Perbuatan halal yang sangat tidak disukai Allah adalah perceraian.”
Dan beliau juga bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.
“Wanita mana saja meminta kepada suaminya agar dicerai tanpa sesuatu alasan, maka haram baginya bau surga.”
Agar perceraian tidak terjadi, maka tatkala terjadi pertikaian di antara suami-istri sehingga hubungan di antara mereka makin memburuk dan menjadi kacau, Islam mengajarkan upaya islah atau berdamai di antara mereka,
yaitu melalui dua orang utusan masing-masing dari keluarganya yang ditunjuk oleh masing-masing suami dan istri, sebagaimana diajarkan oleh Allah Subhaanahu Wata'ala di dalam kitab suci Al-Qur’an:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
“Dan jika kamu khawatir ada persengkataan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika kedua orang juru damai itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufk kepada suami-istri itu.” (An-Nisa’: 35).
Dengan melalui cara perdamaian kekeluargaan seperti itu dan dengan cara mengetahui faktor-faktor penyebab timbulnya perselisihan, maka saling pengertian dapat tercapai kembali di antara suami dan istri, dan kehidupan berumah-tangga dapat berlangsung lebih baik lagi.
Apabila perdamaian kekeluargaan sudah tidak menemukan solusi dan menemui jalan buntu bagi menyelesaian perselisihan yang terjadi, maka pada kondisi seperti ini, mau tidak mau harus menempuh pemisahan hubungan suami istri (cerai).
Dan ini merupakan solusi terakhir demi tercapainya ketentraman bagi masing-masing suami dan istri. Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman,
وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ
“Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya.” (An-Nisa’: 130).
Oleh: Said Abdul Aziz al-Jandul
Sebagaimana para musuh Islam menjadikan poligami sebagai salah satu media untuk menyudutkan Islam, mereka juga menjadikan thalaq atau perceraian sebagai sarana lain untuk menyerang dan menyudutkannya, dengan alasan bahwa thalaq atau perceraian merupakan penghinaan terhadap harga dan nilai seorang perempuan.
Apabila kita mengetahui bahwa sebenarnya thalaq itu sudah ada sejak berabad-abad yang silam sebelum Islam datang, dan juga terdapat di dalam ajaran agama yahudi, serta bisa pula terjadi di kalangan kaum nasrani melalui gereja, maka tentu kita akan tahu bahwa Islam bukanlah merupakan agama pertama yang memperbolehkan thalaq (perceraian),
dan sesungguhnya tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada Islam oleh musuh-musuhnya adalah bertujuan untuk mejauhkan manusia darinya dan agar mereka merasa jijik mendengarnya.
Penulis sebenarnya tidak bermaksud mengadakan pembelaan terhadap Islam dalam masalah prinsip perceraian yang dibenarkannya, sebab Allah Subhaanahu Wata'ala yang lebih mengetahui apa yang menjadi maslahat bagi umat manusia.
Penulis hanya ingin mengetahui lebih jauh kebencian, dengki dan perbuatan mengada-ada yang tersimpan di dalam jiwa para musuh, dan supaya kita mengetahui secara jelas sebagian dimensi hikmah atau rahasia dibalik diperbolehkannya perceraiaan atau talak dari dimensi yang lain.
Hal yang sudah tidak diragukan lagi adalah bahwasanya Islam -yang menganjurkan pernikahan- telah menentukan hal-hal apa saja yang seharusnya dijadikan pijakan di dalam menempuh kehidupan berumah tangga, seperti kelanggengan, keharmonisan dan ketenangan. Oleh karena itulah Islam mengajarkan:
1. Agar pilihan untuk menentukan pendamping hidup sepenuhnya ada pada masing-masing pasangan.
2. Memberikan kesempatan agar masing-masing calon suami istri melihat (nazhar) calonnya sebelum pernikahan terjadi.
3. Hendaknya kehidupan berumah-tangga (suami istri) ditegakkan berdasarkan mu’asyarah hasanah, pergaulan baik.
Semua itu dimaksudkan agar kehidapan berumah-tangga dapat berlangsung langgeng dan tidak retak. Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam haditsnya bersabda,
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقُ.
“Perbuatan halal yang sangat tidak disukai Allah adalah perceraian.”
Dan beliau juga bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا الطَّلاَقَ مِنْ غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ.
“Wanita mana saja meminta kepada suaminya agar dicerai tanpa sesuatu alasan, maka haram baginya bau surga.”
Agar perceraian tidak terjadi, maka tatkala terjadi pertikaian di antara suami-istri sehingga hubungan di antara mereka makin memburuk dan menjadi kacau, Islam mengajarkan upaya islah atau berdamai di antara mereka,
yaitu melalui dua orang utusan masing-masing dari keluarganya yang ditunjuk oleh masing-masing suami dan istri, sebagaimana diajarkan oleh Allah Subhaanahu Wata'ala di dalam kitab suci Al-Qur’an:
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
“Dan jika kamu khawatir ada persengkataan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika kedua orang juru damai itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufk kepada suami-istri itu.” (An-Nisa’: 35).
Dengan melalui cara perdamaian kekeluargaan seperti itu dan dengan cara mengetahui faktor-faktor penyebab timbulnya perselisihan, maka saling pengertian dapat tercapai kembali di antara suami dan istri, dan kehidupan berumah-tangga dapat berlangsung lebih baik lagi.
Apabila perdamaian kekeluargaan sudah tidak menemukan solusi dan menemui jalan buntu bagi menyelesaian perselisihan yang terjadi, maka pada kondisi seperti ini, mau tidak mau harus menempuh pemisahan hubungan suami istri (cerai).
Dan ini merupakan solusi terakhir demi tercapainya ketentraman bagi masing-masing suami dan istri. Allah Subhaanahu Wata'ala berfirman,
وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ
“Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya.” (An-Nisa’: 130).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan