13 Ramadhan 1431 H
Oleh: Said Abdul Aziz al-Jandul
Berdasarkan hikmah ilahi Allah, Islam mengharamkan lelaki menikah dengan perempuan-perempuan mahram. Perempuan-perempuan mahram artinya adalah perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya. Dan berdasarkan urutan ayat qur’ani penulis akan menyebutkan siapa saja perempuan-perempuan mahram itu, yaitu:
1. Istri ayah (bapak), baik yang telah dicerai maupun yang ditinggal mati.
2. Ibu dan nenek dari pihak ibu maupun ayah.
3. Anak perempuan sendiri, anak perempuan dari anak (cucu) dan seterusnya.
4. Saudara perempuan, sekandung, sebapak ataupun seibu.
5. Bibi atau saudara perempuan ayah, baik merupakan saudara sebapak sekandung ataupun seibu.
6. Bibi atau saudara perempuan ibu, baik merupakan saudara sekandung, sebapak ataupun seibu.
7. Anak perempuan saudara lelaki (keponakan).
8. Anak perempuan saudara perempuan (keponakan).
9. Saudara-saudara perempuan sepersusuan. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan, “Diharamkan menikahi saudara sepersusuan sebagaimana diharamkannya menikahi saudara (perempuan) yang masih senasab.
” Maka, jika seorang perempuan pernah menyusui seorang lelaki pada masa kecilnya, maka perempuan itu status hukumnya sama dengan ibu kandungnya sendiri karena ia telah menyusuinya. Namun, berdasarkan penda-pat ulama yang lebih kuat, penyusuan harus terjadi sebelum anak lelaki itu berusia dua tahun, dan penyusuannya tidak kurang dari lima kali hingga si bayi kenyang.
Apabila penyususan seperti itu benar-benar telah terjadi maka ibu tadi haram selama-lamanya dinikahi oleh laki-laki yang pernah menyusu kepadanya, dan juga anak-anak perempuan ibu tersebut haram dinikahi olehnya, karena mereka telah menjadi saudara persusuan bagi laki-laki tadi.
Demikian pula saudara-saudara perempuan sang ibu yang menyusui menjadi bibinya dalam persusuan dan begitu pula karib-kerabatnya.
10. Ibunya istri (ibu mertua). Dengan terjadinya akad saja terhadap putrinya, maka sang ibu mertua haram dinikahi, apakah anaknya telah dicampuri ataupun tidak.
11. Anak tiri, jika ibu (istri)nya telah dicampuri oleh sang suami. Tapi kalau belum dicampuri, maka ia boleh menikahi anak tersebut.
12. Istri-istri anak kandung sendiri (menantu). Jadi, Seorang lelaki haram menikah dengan istri anaknya sendiri (mantan menantu), atau istri cucunya, baik anak itu adalah anak persusuan ataupun anak keturunan asli.
13. memadu antara dua perempuan bersaudara, karena Al-Qur’an secara tegas mengharamkannya. Hikmah pengha-raman tersebut –wallahu a’lam- adalah karena menggabungkan dua bersaudara itu akan menyebabkan putusnya hubungan tali kerabat (silaturrahmi).
14. Perempuan musyrik yang menyembah berhala. Maka seorang muslim tidak boleh menikahinya, demikian pula perempuan muslimah tidak boleh menikah dengan lelaki musyrik.
Karena Allah Subhaanahu Wata'ala telah berfirman, “Janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Dan sesungguhnya seorang budak perempuan beriman itu lebih baik daripada seorang perempuan musyrik sekalipun kamu tertarik kepadanya.
Dan janganlah kamu menikahkan lekai-laki musyrik (kepada putri-putrimu) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya hamba sahaya laki-laki beriman itu lebih baik daripada laki-laki musyrik sekalipun ia menarik bagimu.
Mereka mengajak kepada api neraka, sedangkan Allah menyeru ke surga dan ampunan(Nya) dengan izin-Nya.”
15. Perempuan yang masih dalam ikatan suaminya (istri orang), maka ia tidak boleh menikah dengan lelaki lain.
Oleh: Said Abdul Aziz al-Jandul
Berdasarkan hikmah ilahi Allah, Islam mengharamkan lelaki menikah dengan perempuan-perempuan mahram. Perempuan-perempuan mahram artinya adalah perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya. Dan berdasarkan urutan ayat qur’ani penulis akan menyebutkan siapa saja perempuan-perempuan mahram itu, yaitu:
1. Istri ayah (bapak), baik yang telah dicerai maupun yang ditinggal mati.
2. Ibu dan nenek dari pihak ibu maupun ayah.
3. Anak perempuan sendiri, anak perempuan dari anak (cucu) dan seterusnya.
4. Saudara perempuan, sekandung, sebapak ataupun seibu.
5. Bibi atau saudara perempuan ayah, baik merupakan saudara sebapak sekandung ataupun seibu.
6. Bibi atau saudara perempuan ibu, baik merupakan saudara sekandung, sebapak ataupun seibu.
7. Anak perempuan saudara lelaki (keponakan).
8. Anak perempuan saudara perempuan (keponakan).
9. Saudara-saudara perempuan sepersusuan. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menegaskan, “Diharamkan menikahi saudara sepersusuan sebagaimana diharamkannya menikahi saudara (perempuan) yang masih senasab.
” Maka, jika seorang perempuan pernah menyusui seorang lelaki pada masa kecilnya, maka perempuan itu status hukumnya sama dengan ibu kandungnya sendiri karena ia telah menyusuinya. Namun, berdasarkan penda-pat ulama yang lebih kuat, penyusuan harus terjadi sebelum anak lelaki itu berusia dua tahun, dan penyusuannya tidak kurang dari lima kali hingga si bayi kenyang.
Apabila penyususan seperti itu benar-benar telah terjadi maka ibu tadi haram selama-lamanya dinikahi oleh laki-laki yang pernah menyusu kepadanya, dan juga anak-anak perempuan ibu tersebut haram dinikahi olehnya, karena mereka telah menjadi saudara persusuan bagi laki-laki tadi.
Demikian pula saudara-saudara perempuan sang ibu yang menyusui menjadi bibinya dalam persusuan dan begitu pula karib-kerabatnya.
10. Ibunya istri (ibu mertua). Dengan terjadinya akad saja terhadap putrinya, maka sang ibu mertua haram dinikahi, apakah anaknya telah dicampuri ataupun tidak.
11. Anak tiri, jika ibu (istri)nya telah dicampuri oleh sang suami. Tapi kalau belum dicampuri, maka ia boleh menikahi anak tersebut.
12. Istri-istri anak kandung sendiri (menantu). Jadi, Seorang lelaki haram menikah dengan istri anaknya sendiri (mantan menantu), atau istri cucunya, baik anak itu adalah anak persusuan ataupun anak keturunan asli.
13. memadu antara dua perempuan bersaudara, karena Al-Qur’an secara tegas mengharamkannya. Hikmah pengha-raman tersebut –wallahu a’lam- adalah karena menggabungkan dua bersaudara itu akan menyebabkan putusnya hubungan tali kerabat (silaturrahmi).
14. Perempuan musyrik yang menyembah berhala. Maka seorang muslim tidak boleh menikahinya, demikian pula perempuan muslimah tidak boleh menikah dengan lelaki musyrik.
Karena Allah Subhaanahu Wata'ala telah berfirman, “Janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Dan sesungguhnya seorang budak perempuan beriman itu lebih baik daripada seorang perempuan musyrik sekalipun kamu tertarik kepadanya.
Dan janganlah kamu menikahkan lekai-laki musyrik (kepada putri-putrimu) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya hamba sahaya laki-laki beriman itu lebih baik daripada laki-laki musyrik sekalipun ia menarik bagimu.
Mereka mengajak kepada api neraka, sedangkan Allah menyeru ke surga dan ampunan(Nya) dengan izin-Nya.”
15. Perempuan yang masih dalam ikatan suaminya (istri orang), maka ia tidak boleh menikah dengan lelaki lain.
1 ulasan:
like this!!!
Catat Ulasan