12 Oktober 2012

Hati yang Mati


26 Zulkaedah 1433H. [MOD] -



Oleh Jarjani Usman/Serambi.

“Wajib atas kalian untuk selalu duduk di majelis ulama dan mendengarkan perkataan ahli hikmah, karena sungguh Allah menghidupkan hati yang mati itu dengan cahaya hikmah, sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang mati dengan air hujan” (Al hadits).

Meskipun masih hidup, kita berpeluang mengalami mati hati. Para ulama menggambarkan seseorang yang telah mati hatinya dengan beberapa keadaan. Di antaranya, gila pada harta dunia tanpa mau peduli status halal haramnya, tidak punya rasa takut akan peringatan kematian, dan tak merasa bersalah ketika melakukan perbuatan berdosa. Keadaan-keadaan ini saja jika dimiliki seseorang, akan menjatuhkannya ke dalam aliran dosa yang berkepanjangan.

Jika diperhatikan, sungguh sudah sangat banyak di antara kita yang mengalami mati hati di muka bumi ini. Sebab rata-rata orang, apapun profesinya, kini merasa bangga dengan kekayaannya walaupun dari hasil korupsi atau penyelewengan. Lihatlah betapa banyak orang yang menajdi kaya raya karena mengambil yang bukan haknya. Juga banyak orang yang dimuliakan karena kekayaannya walau dari hasil (menjual) barang haram. Bukan hanya itu, kematian yang dialami seseorang hanya dianggap sebagai sesuatu yang alami, bukan sebagai peringatan untuk memperbaiki diri.

Namun demikian, hati yang mati bukan tak bisa disembuhkan kembali. Duduk dengan para ulama, misalnya, merupakan jalan yang bisa membantu menghidupkan hati yang mati. Dari petuah-petuah yang disampaikan akan mengantar seseorang kepada kebenaran, yang tentunya berasal dari Alquran dan sunnah. Lebih-lebih bila petuah tersebut menggugah kita untuk sering membaca Alquran dan mengkaji maknanya. Insya Allah hati kita kan hidup, terbuka dalam menerima kebenaran dan menyukai kebaikan.

Tiada ulasan: