9 Ramadhan 1431 H
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
Dalam Ash-Shahihain, Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam,
لاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ.
“Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan mahramnya.”( Hadits riwayat Muslim, 2/977.)
Ketentuan di atas berlaku untuk semua bentuk safar (bepergian), bahkan termasuk di dalamnya pergi haji.
Bepergiannya wanita tanpa diiringi mahram bisa memperdaya orang-orang fasik, sehingga bisa saja mereka tak segan-segan memangsanya. Di sisi lain, wanita berada dalam posisi lemah dan tak berdaya, sehingga tak jarang ia justeru terbujuk oleh laki-laki. Paling tidak, dengan kesendiriannya itu, kemuliaannya sebagai wanita ia pertaruhkan.
Demikian pula halnya dengan perjalanan melalui udara walaupun dia diantar oleh mahramnya sampai ke atas pesawat dan dijemput mahramnya yang lain saat tiba di tempat tujuan.
Kita bertanya, siapakah orang yang duduk di sebelah wanita tersebut sepanjang perjalanan? Juga, seandainya terjadi kerusakan, sehingga pesawat mendarat di bandara transit, atau terjadi keterlambatan atau perubahan jadwal, apa yang bakal terjadi? Sungguh, kemungkinan semacam itu acap kali terjadi.
Perhatikanlah betapa tegas aturan syariat Islam dalam soal mahram. Untuk menjadi mahram dalam perjalanan disyaratkan adanya empat hal: Muslim; baligh; berakal dan laki-laki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
... أَبُوْهَا أَوِ ابْنُهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ أَخُوْهَا أَوْ ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا.
“.. bapaknya, anaknya, suaminya, saudara laki-lakinya atau mahram dari wanita tersebut.”(Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 11/26.)
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
Dalam Ash-Shahihain, Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam,
لاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ.
“Tidak (dibenarkan seorang) wanita bepergian kecuali dengan mahramnya.”( Hadits riwayat Muslim, 2/977.)
Ketentuan di atas berlaku untuk semua bentuk safar (bepergian), bahkan termasuk di dalamnya pergi haji.
Bepergiannya wanita tanpa diiringi mahram bisa memperdaya orang-orang fasik, sehingga bisa saja mereka tak segan-segan memangsanya. Di sisi lain, wanita berada dalam posisi lemah dan tak berdaya, sehingga tak jarang ia justeru terbujuk oleh laki-laki. Paling tidak, dengan kesendiriannya itu, kemuliaannya sebagai wanita ia pertaruhkan.
Demikian pula halnya dengan perjalanan melalui udara walaupun dia diantar oleh mahramnya sampai ke atas pesawat dan dijemput mahramnya yang lain saat tiba di tempat tujuan.
Kita bertanya, siapakah orang yang duduk di sebelah wanita tersebut sepanjang perjalanan? Juga, seandainya terjadi kerusakan, sehingga pesawat mendarat di bandara transit, atau terjadi keterlambatan atau perubahan jadwal, apa yang bakal terjadi? Sungguh, kemungkinan semacam itu acap kali terjadi.
Perhatikanlah betapa tegas aturan syariat Islam dalam soal mahram. Untuk menjadi mahram dalam perjalanan disyaratkan adanya empat hal: Muslim; baligh; berakal dan laki-laki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
... أَبُوْهَا أَوِ ابْنُهَا أَوْ زَوْجُهَا أَوْ أَخُوْهَا أَوْ ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا.
“.. bapaknya, anaknya, suaminya, saudara laki-lakinya atau mahram dari wanita tersebut.”(Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 11/26.)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan