20 Ogos 2010

Refleksi Ramadhan : Ramadhan Bulan Sedekah

9 Ramadhan 1431 H
Oleh: Syaikh

RENUNGAN KE-13

Pada umumnya, berinfaq adalah salah satu sebab dekatnya seseorang dengan Rabbnya, juga sebab masuknya ke surga, harta tidak akan berkurang karena diinfaqkan, bahkan sebaliknya harta akan semakin bertambah, sebagaimana dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam dalam haditsnya yang shahih dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ.

“Tidak berkurang harta yang disedekahkan, dan Allah tidak akan menambahkan kepada seseorang yang suka memaafkan, melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang bertawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah melainkan Allah mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim).

Sesungguhnya ini adalah kesempatan yang sangat berharga bagi kita untuk meraih pahala yang besar dari Allah Ta’ala, di samping itu ia juga sebagai salah satu sebab masuk surga, sebagaimana dikatakan dalam haditsnya yang shahih, salah satunya:

Dari Abu Kabsyah Al-Anmari radhiallahu ‘anhu ia mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda, “Ada tiga orang yang akan saya ceritakan kepadamu, dan saya bersumpah kepadamu, ingatlah cerita ini,

Tidak akan berkurang harta seseorang karena bersedekah.

Dan tiada seseorang yang dianiaya lalu ia tetap bersabar, melainkan ditambah kemuliaannya oleh Allah Ta’ala.

Dan tiada seseorang membuka pintu minta-minta, melainkan Allah membukakan baginya pintu kemiskinan.

Saya akan bercerita kepadamu maka ingatlah cerita ini: Sesungguhnya dunia ini hanya untuk empat macam orang,

Seorang yang diberi rezeki harta dan ilmu, lalu ia pergunakan untuk bertakwa kepada tuhannya, menyambung tali silaturrahmi; maka orang ini dalam tingkat yang tertinggi.

Seorang yang diberi ilmu tetapi tidak diberi harta, lalu dengan niat yang sungguh-sungguh ia berkata, “Kalau saya diberi harta pasti saya akan beramal sebagaimana si fulan”, maka ia mendapatkan pahala niatnya, dan pahala kedua orang itu sama.

Seorang yang diberi kekayaan tetapi tidak diberi ilmu, lalu ia menyia-nyiakan hartanya tanpa ilmu, tidak dipergunakan bertakwa kepada tuhannya, menyambung tali silaturrahminya dan mengenal hak Allah maka orang ini ada pada seburuk-buruk tempat.

Seorang yang tidak diberi harta dan tidak berilmu, lalu ia berkata, “Andaikan saya mempunyai harta niscaya saya akan berbuat sebagaimana kelakuan si fulan,” maka ia mendapatkan balasan atas niatnya, dan dosa kedua orang itu sama.

Hadits tersebut menunjukkan bahwa niat seorang mukmin yang benar untuk berinfaq di jalan Allah, atau berbuat amal kebajikan, sama halnya dengan orang yang melaksanakannya dengan syarat niatnya benar, bukan angan-angan, sebagaimana yang dilakukan orang maksiat, mereka menginginkan karunia Allah, namun ketika dikabulkan mereka kembali kepada kekafiran. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan di antara mereka ada orang yang berikrar kepada Allah, ”Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, pasti kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”.

Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).

Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.” (At-Taubah: 75-77).

Di dalam Shahih Muslim diriwayatkan hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Ketika seseorang berjalan di hutan, tiba-tiba mendengar suara dari awan, siramkan ke kebun fulan, mendadak awan itu berpaling dan menuangkan airnya di tempat yang banyak batu, ternyata salah satu selokan dapat menerima air itu semua,

maka diikutinya jalan air itu, tiba-tiba sampai ke suatu kebun di mana ada seseorang yang berdiri di muka kebun sambil memindahkan air, maka ditanya, ‘Hai hamba Allah, siapa namamu?’ ia menjawab; ‘si fulan’ persis nama yang telah di dengarnya dari awan, lalu ia balik bertanya kepadanya, ‘Mengapa kau tanya namaku?’ Jawabnya, ‘Saya tadi telah mendengar suara dari awan, siramkan airmu ke kebun fulan yang tepat dengan namamu, maka apa yang kamu lakukan padanya?’

Jawabnya, jika benar apa yang engkau katakan, maka sesungguhnya saya selalu memperhatikan hasil kebun ini, lalu saya bagi sepertiganya untuk sedekah, sepertiganya lagi untukku sekeluarga, dan sepertiganya lagi untuk bibit.” (HR. Muslim).

Demikianlah Allah telah memberkati laki-laki tersebut dan telah meluaskan rezekinya, juga memberi kecukupan semua pembiayaan tanamannya, sehingga Allah menyuruh malaikat-Nya yang kemudian berkata kepada awan, “Siramkan ke kebun fulan… siramkan ke kebun fulan!”. Dia mengkhususkan kebun sifulan tanpa yang lainnya.

Dari sini jelaslah bahwa bencana yang menimpa sebagian besar orang itu sangat dimungkinkan karena ulah tangan perbuatan mereka, barangkali kisah nyata lain yang bisa dijadikan contoh adalah apa yang telah diceritakan kepadaku oleh seorang Qodhi (hakim),

di mana ada seseorang datang kepadanya untuk mengadukan urusannya, di mana kambingnya disambar petir, maka musnahlah kambingnya tidak kurang dari 700 ekor, kemudian ia mengajukan ke pengadilan agar bisa menutupi kerugiannya. Hakim berkata, “Barangkali anda tidak mengeluarkan zakatnya (zakat peternakan), kemudian dia keluar dan tidak datang lagi setelahnya, mungkin karena tersinggung dengan apa yang saya katakan tadi,” ujar hakim.

Jadi seolah-oleh kalimat yang dilontarkan hakim tersebut menusuk hati sanubarinya yang dalam lalu ia sadar akan dosanya selama ini yang akhirnya mengakibatkan malapetaka pada kekayaannya, kemudian ia tidak melanjutkan usahanya untuk menutupi kerugian tersebut. Mudah-mudahan ia bertaubat kepada Allah Ta’ala dari dosa ini (tidak menunaikan zakat).

Adi bin Hatim meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ سَيُكَلِّمُهُ اللَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلاَ يَرَى إِلاَّ مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلاَ يَرَى إِلاَّ مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلاَ يَرَى إِلاَّ النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ.

“Tidaklah salah seorang dari kamu melainkan ia akan diajak berbicara langsung oleh Allah tanpa perantara (juru bicara), lalu ia melihat ke kanan, tiada terlihat kecuali amalnya, dan menoleh ke kiri maka tiada terlihat melainkan amalnya, kemudian ia melihat ke depan, terlihat api tepat di depan wajahnya, maka hindarkan dirimu dari api (dengan bersedekah) walau separoh kurma.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits lain dikatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam keluar rumah di waktu Idul Adha atau Idul Fitri menuju mushala (lapangan) lalu ia berpaling dan menasehati orang-orang dan menyuruh mereka bersedekah, beliau bersabda, “Hai orang-orang bersedekahlah!” lalu beliau mendekati kaum wanita kemudian berkata, “Hai kaum wanita, bersedekahlah!, sesungguhnya aku melihat kalian adalah penghuni neraka terbanyak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam menjelaskan dalam hadits tersebut keistimewaan sedekah, di mana ia merupakan salah satu sebab terbesar terhindarnya jiwa dari api neraka, kendatipun kecil. Sedekah merupakan bukti kebenaran iman seseorang. Dikatakan dalam hadits Al-Haris Al-Asy’ari yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,

وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ.

“Sedekah itu bukti (keimanan seseorang).” (HR. Muslim).

Karena jiwa tabiatnya mencintai harta, maka di saat seseorang mampu menundukkan jiwanya dan menginfaqkan harta di jalan Allah, itu menjadi bukti bahw ia telah memprioritaskan mardhatillah, serta mengutamakan keinginan Allah daripada keinginan dirinya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9).

Hadits tentang sedekah sangat banyak, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana orang yang bersedekah bisa menyembunyikan semampu mungkin sedekahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,

صَنَائِعُ الْمَعْرُوْفِ تَقِيْ مَصَارِعَ السُّوْءِ، وَصَدَقَةُ السِّرِ تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ فِي الْعُمْرِ.

“Amal kebajikan dapat menghindarkan seseorang dari mati yang jelek, dan sedekah dengan sir (sembunyi-sembunyi) dapat memadamkan kemurkaan Allah, dan silaturrahmi dapat menambah usia.” (HR. At-Tabrani).

Adalah suatu kesalahan manakala seseorang bersedekah dengan nilai seratus ribu riyal atau lima ratus ribu riyal atau satu juta riyal, hanya karena ingin dicatat namanya di surat kabar atau terdaftar dalam nama-nama donatur atau karena ingin disebut penyumbang terbesar.

Kecuali kalau tujuannya untuk mengajak serta memotifasi orang-orang dalam bersedekah maka hal itu baik, tetapi kalau karena riya’ dan ingin disebut-sebut orang maka dia rugi di dunia dan celaka kelak di akhirat –Waliyadzu Billah–

Dengan demikian, kesimpulannya bahwa keistimewaan sedekah sangat besar, pahalanya juga banyak di sisi Allah. Karenanya seorang muslim seyogyanya bersungguh-sungguh memperbanyak sedekah terutama di bulan Ramadhan, bukan hanya bersungguh-sungguh saja tetapi melipatgandakannya.

Sebagaimana halnya Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam amat dermawan melebihi dari bulan-bulan lainnya. Kedermawanan beliau pada bulan Ramadhan yang mulia ini di karenakan tiga faktor:

Munasabah (momentum) Ramadhan, di mana amal kebajikan dilipatgandakan (pahalanya) serta derajatnya dinaikkan, maka tepatlah jika seseorang mendekatkan dirinya kepada sang pencipta dengan memperbanyak amal shaleh.

Banyak membaca Al-Qur'an; di dalamnya terdapat anjuran berinfaq, hidup sederhana, zuhud, juga persiapan menuju akhirat, maka tersentuhlah hatinya kemudian berinfaq di jalan Allah.

Karena adanya pertemuan antara beliau shallallahu ‘alaihui wasallam dengan jibril, Mujalatus Shalihin seperti ini pasti akan meningkatkan keimanan dan ketaatan seseorang kepada Rabbnya.

Berbicara tentang kedermawanan beliau shallallahu ‘alaihui wasallam membutuhkan waktu yang panjang, tapi yang jelas beliau orang yang paling dermawan di dunia ini, kedermawanannya tidak terbatas, sehingga tidak pernah beliau diminta seseorang kecuali memberinya.

Pernah datang seseorang yang meminta baju yang dikenakannya, maka beliau masuk rumah lantas keluar kembali dengan baju telah ditanggalkannya, lalu memberikannya kepadanya.

Beliau juga pernah membeli sesuatu dengan harga lebih, bahkan mengembalikan lagi ke penjual setelah dibeli tanpa diambil uangnya, atau beliau meminjam sesuatu, lantas mengembalikannya dengan keadaan yang lebih baik dari semula, beliau juga pernah menerima hadiah terus ia membalasnya lebih banyak dari apa yang beliau terima.

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam amat senang di saat memberi atau bersedekah daripada menerima sesuatu dari orang lain, tepatlah apa yang dikatakan oleh penya’ir:

Kau dapati dia berseri-seri
Seakan-akan kau yang akan memberinya
Padahal kau sendiri yang akan meminta
Demikianlah kedermawanan Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam yang sangat luhur dan mulia.

Berkenaan dengan infaq dan shadaqah, kita juga berkepentingan untuk membicarakan orang atau lembaga yang ber-hak menerimanya, yaitu di antaranya:

Pertama: Para Mujahid di Jalan Allah.

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” (At-Taubah: 60).

Jadi para mujahid termasuk salah satu ashnaf zakat yang delapan, sebagaimana yang saya katakan tadi bahwa di sebagian negara terdapat para mujahid yang benar-benar sedang berjuang membela agama Allah.

Selama kita belum mampu memikul senjata sebagaimana mereka, atau menyantun secara khusus keluarganya, maka kita berkewajiban membantu mereka minimalnya dengan sebagian harta kita melalui lembaga-lembaga yang amanah dan terpercaya. Saya yakin ini adalah salah satu ashnaf zakat yang terbesar dewasa ini.

Kedua: Fuqara’ dan orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan.

Khususnya para pemuda dan pelajar, di antara mereka ada yang tidak mampu, tidak bisa melanjutkan sekolah atau kuliah karena terbentur biaya, atau mau menikah agar terjaga dirinya dari perbuatan maksiat serta menginginkan kesempurnaan agamanya, tetapi kendala dana yang tidak mencukupi.

Ketiga: Lembaga amil zakat infaq dan shadaqah yang amanah.

Lembaga seperti ini adalah lembaga yang pandai mendistribusikan uang zakat, infaq, dan shadaqah kepada orang-orang yang berhak menerimanya, mereka mendata para mustahiq kemudian menyeleksinya, ada yang dibantu per bulan dan lainnya, oleh karenanya tidak apa-apa zakat dan shadaqah kita titipkan ke lembaga tersebut selama terjamin keamanahannya.

Sesungguhnya membantu fakir miskin, orang-orang yang lemah, serta mendata mereka di tempat kediamannya, di kampung, di pedesaan, di kolong jembatan dan yang lainnya merupakan salah satu amal yang mulia dan besar pahalanya di sisi Allah Ta’ala.

Juga sama halnya dengan orang-orang yang membantu dan menginfaqkan sebagian harta kepada lembaga seperti ini, bahkan akan lebih besar pahalanya di sisi Allah Ta’ala dengan syarat tidak ada unsur riya’, sum’ah (ingin didengar orang lain), manni (menyebut-nyebutnya), dan adza (menyakiti si penerima).

Dan tentu sesuatu yang sangat baik, manakala seseorang memberi bantuan yang bisa mencukupi kebutuhan diri orang fakir dan keluarganya untuk waktu tertentu. Allah Ta’ala berfirman, “Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Muzzammil: 20).

Tiada ulasan: