3 Ramadhan 1431H.
Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
8. MENDAHULUI IMAM SECARA SENGAJA DALAM SHALAT
Di antara tabiat manusia adalah tergesa-gesa dalam tindakannya. Allah berfirman, “Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (A-Isra’: 11)
اَلتَّأَنِّي مِنَ اللهِ وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ.
“Pelan-pelan adalah dari Allah dan tergesa-gesa adalah dari setan.”( Hadits yang diriwayat dalam As-Sunan Al-Kubra, 10/104; Dalam As-Silsilah Ash Shahihah, hadits no. 1795.)
Dalam shalat jama’ah, sering orang menyaksikan di kanan kirinya banyak orang yang mendahului imam dalam ruku’, sujud, takbir perpindahan, bahkan mendahului salam imam. Mungkin dengan tak disadari, hal itu juga terjadi pada diri sendiri.
Perbuatan yang barangkali dianggap persoalan remeh oleh sebagian besar umat Islam itu, oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diperingatkan dan diancam secara keras dalam sabdanya,
أَمَا يَخْشَى الَّذِيْ يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ اْلإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ.
“Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai?”( Hadits riwayat Muslim, 1/320-321.)
Jika saja orang yang hendak melakukan shalat dituntut untuk mendatanginya dengan tenang, bagaimana pula halnya dengan shalat itu sendiri? Tetapi terkadang orang memahami larangan mendahului imam itu dengan harus terlambat dari gerakan imam. Hendaknya dipahami, para fuqaha’ telah menyebutkan kaidah yang baik dalam masalah ini yaitu, hendaknya makmum segera bergerak ketika imam telah selesai mengucap takbir. Ketika imam selesai melafazhkan huruf (ra’) dari kalimat Allahu Akbar, saat itulah makmum harus segera mengikuti gerakan imam, tidak mendahului dari batasan tersebut atau mengakhirkannya. Jika demikian, maka batasan itu menjadi jelas.
Dahulu para sahabat radhiallahu ‘anhum sangat berhati-hati sekali untuk tidak mendahului Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah seorang sahabat bernama Al- Barra’ bin Azib radhiallahu ‘anhu berkata,
“Sungguh mereka (para sahabat) shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, saya tidak melihat seorang pun yang membungkukkan punggungnya, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan keningnya di atas, lalu orang yang berada di belakangnya bersimpuh sujud (bersamanya).”( Hadits riwayat Muslim, hadits no 474, cet, Abdul Baqi.)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mulai uzur dan geraknya tampak pelan, beliau mengingatkan orang-orang yang shalat di belakangnya,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ بَدَّنْتُ فَلاَ تَسْبِقُوْنِيْ فِي الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ
.“Wahai sekalian manusia, sungguh aku telah lanjut usia, maka janganlah kalian mendahuluiku dalam ruku’ dan sujud…”( Hadits riwayat Al-Baihaqi, 2/93, dan hadits tersebut dihasankan dalam Irwa’ul Ghalil, 2/290.)
Dalam shalatnya, imam hendaknya melakukan sunnah dalam takbir, yakni sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَقُوْمُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَرْكَعُ ... ثُمَّ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَهْوِيْ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ثُم يُكَبِّرُ حِيْنَ يَسْجُدُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ، ثُمَّ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي الصَّلاَةِ كُلِّهَا حَتَّى يَقْضِيَهَا، وَيُكَبِّرُ حِيْنَ يَقُوْمُ مِنَ الثِّنْتَيْنِ بَعْدَ الْجُلُوْسِ.
“Bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri untuk shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku’, kemudian bertakbir ketika turun (hendak sujud), kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, kemudian bertakbir ketika sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, demikian beliau lakukan dalam semua shalatnya sampai selesai dan bertakbir ketika bangkit dari dua (rakaat) setelah duduk (tasyahud pertama).”( Hadits riwayat Al-Bukhari, hadits no. 756 cet. Al-Bagha.)
Jika imam menjadikan takbirnya bersamaan dan beriringan dengan gerakannya, sedang makmum memperhatikan ketentuan dan cara mengikuti imam, sebagaimana disebutkan di muka, maka jama’ah dalam shalat tersebut menjadi sempurna.
Oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid
8. MENDAHULUI IMAM SECARA SENGAJA DALAM SHALAT
Di antara tabiat manusia adalah tergesa-gesa dalam tindakannya. Allah berfirman, “Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (A-Isra’: 11)
اَلتَّأَنِّي مِنَ اللهِ وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ.
“Pelan-pelan adalah dari Allah dan tergesa-gesa adalah dari setan.”( Hadits yang diriwayat dalam As-Sunan Al-Kubra, 10/104; Dalam As-Silsilah Ash Shahihah, hadits no. 1795.)
Dalam shalat jama’ah, sering orang menyaksikan di kanan kirinya banyak orang yang mendahului imam dalam ruku’, sujud, takbir perpindahan, bahkan mendahului salam imam. Mungkin dengan tak disadari, hal itu juga terjadi pada diri sendiri.
Perbuatan yang barangkali dianggap persoalan remeh oleh sebagian besar umat Islam itu, oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diperingatkan dan diancam secara keras dalam sabdanya,
أَمَا يَخْشَى الَّذِيْ يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ اْلإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ.
“Tidakkah takut orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam, bahwa Allah akan mengubah kepalanya menjadi kepala keledai?”( Hadits riwayat Muslim, 1/320-321.)
Jika saja orang yang hendak melakukan shalat dituntut untuk mendatanginya dengan tenang, bagaimana pula halnya dengan shalat itu sendiri? Tetapi terkadang orang memahami larangan mendahului imam itu dengan harus terlambat dari gerakan imam. Hendaknya dipahami, para fuqaha’ telah menyebutkan kaidah yang baik dalam masalah ini yaitu, hendaknya makmum segera bergerak ketika imam telah selesai mengucap takbir. Ketika imam selesai melafazhkan huruf (ra’) dari kalimat Allahu Akbar, saat itulah makmum harus segera mengikuti gerakan imam, tidak mendahului dari batasan tersebut atau mengakhirkannya. Jika demikian, maka batasan itu menjadi jelas.
Dahulu para sahabat radhiallahu ‘anhum sangat berhati-hati sekali untuk tidak mendahului Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah seorang sahabat bernama Al- Barra’ bin Azib radhiallahu ‘anhu berkata,
“Sungguh mereka (para sahabat) shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka jika beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, saya tidak melihat seorang pun yang membungkukkan punggungnya, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan keningnya di atas, lalu orang yang berada di belakangnya bersimpuh sujud (bersamanya).”( Hadits riwayat Muslim, hadits no 474, cet, Abdul Baqi.)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mulai uzur dan geraknya tampak pelan, beliau mengingatkan orang-orang yang shalat di belakangnya,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ بَدَّنْتُ فَلاَ تَسْبِقُوْنِيْ فِي الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ
.“Wahai sekalian manusia, sungguh aku telah lanjut usia, maka janganlah kalian mendahuluiku dalam ruku’ dan sujud…”( Hadits riwayat Al-Baihaqi, 2/93, dan hadits tersebut dihasankan dalam Irwa’ul Ghalil, 2/290.)
Dalam shalatnya, imam hendaknya melakukan sunnah dalam takbir, yakni sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَقُوْمُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَرْكَعُ ... ثُمَّ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَهْوِيْ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ثُم يُكَبِّرُ حِيْنَ يَسْجُدُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِيْنَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ، ثُمَّ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي الصَّلاَةِ كُلِّهَا حَتَّى يَقْضِيَهَا، وَيُكَبِّرُ حِيْنَ يَقُوْمُ مِنَ الثِّنْتَيْنِ بَعْدَ الْجُلُوْسِ.
“Bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri untuk shalat, beliau bertakbir ketika berdiri, kemudian bertakbir ketika ruku’, kemudian bertakbir ketika turun (hendak sujud), kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, kemudian bertakbir ketika sujud, kemudian bertakbir ketika mengangkat kepalanya, demikian beliau lakukan dalam semua shalatnya sampai selesai dan bertakbir ketika bangkit dari dua (rakaat) setelah duduk (tasyahud pertama).”( Hadits riwayat Al-Bukhari, hadits no. 756 cet. Al-Bagha.)
Jika imam menjadikan takbirnya bersamaan dan beriringan dengan gerakannya, sedang makmum memperhatikan ketentuan dan cara mengikuti imam, sebagaimana disebutkan di muka, maka jama’ah dalam shalat tersebut menjadi sempurna.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan