22 Oktober 2009

Menghadapi Pelaku Adu Domba

Email : Tok Busu
From: al-palagani

Date: 2009/10/17


Dalam berinteraksi dengan orang lain, kadang kita berhadapan dengan orang-orang yang suka melakukan namimah (adu domba). Seringkali namimah dilakukan tanpa sadar atau dianggap bercanda.

Al Ghazali, memaknai namimah (adu domba) dengan contoh, seperti seseorang mengatakan kepada orang lain, ”Fulan berkata tentangmu bahwa kamu demikian dan demikian.” Dan itu menyangkut hal-hal yang tidak disukai, baik oleh pembicara, pelaku namimah, atau orang yang menjadi objek pembicaraan.

Selain dengan pembicaraan, namimah juga bisa dilakukan dengan isyarat atau tulisan.

Namimah termasuk perbuatan maksiat, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) telah berfirman, “Yang banyak mencela, yang ke sana-sini melakukan adu domba,” (Al-Qalam [68]: 12). Di ayat sebelum di atas Allah (SWT) menyebutkan bahwa sifat itu merupakan sifat mereka yangmenentang dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW).

Nah, bagaimana seharusnya kita menghadapi orang yang melakukan namimah terhadap kita? Imam An-Nawawi memberi tuntunan sebagai berikut:

Tidak Menerima Kabarnya
Kita tidak boleh menerima kabar berita yang dibawa seorang nammam (pelaku namimah), karena palakunya termasuk orang fasik. Sedangkan kabar orang fasik tidak diterima.

”Jika mendatangi kalian orang fasik dengan membawa berita, maka lakukanlah tabayun.” (Al-Ahzab [49]: 6)

Menasihatinya
Suatu saat seorang laki-laki mendatangi Umar bin Abdul Aziz. Orang itu bilang, ada orang lain yang membicarakan beliau. Akhirnya Umar mengatakan, “Kalau engkau menghendaki, maka akan saya lihat keadaannya. Jika berita itu tidak benar, maka engkau orang yang disebut dalam ayat, ’Jika datang kepada kalian orang fasik dengan membawa kabar, maka bertabayunlah’ . Jika engkau benar, maka engkau orang yang disebut dalam ayat ini, ‘Yang banyak mencela, yang ke sana-sini melakukan adu domba’. Jika engkau inginkan maka aku memafkanmu…” (Al Adzkar, hal. 561).

Membenci karena Allah
Perbuatan namimah amat dibenci Allah SWT, maka selayaknya kita juga ikut membencinya. Membenci apa yang dibenci Allah SWT adalah wajib.

Berprasangka Baik
Kita juga diharuskan berprasangka baik kepada orang lain, bahwa yang dikatakan itu belum tentu benar.

” …jauhilah banyak berprasangka. ..” (Al-Hujurat [49]: 12

Tidak Melakukan Tajasus
Orang yang mendapat kabar dari pihak tertentu, bahwa pihak lain mengatakan tentang dirinya sesuatu yang ia benci, hendaknya tidak melakukan tajasus alias penyelidikan, guna mengetahui apa benar berita itu atau tidak. Allah Ta’ala berfirman, ”Dan janganlah kalian memata-matai” (Al-Hujurat [49]: 12).

Tidak Menceritakan
Tidak perlu menceritakan apa yang kita alami, jika kita menjadi korban namimah kepada orang lain. Sebab, jika kita bercerita bahwa fulan telah melakukan namimah, maka ini berarti membicarakan keburukan pelaku namimah. Bila melakukan seperti itu, berarti kita sudah termasuk ghibah. Sedangkan ghibah dilarang dalam Islam.



Tiada ulasan: