21 Ogos 2010

Refleksi Ramadhan : Ramadhan Bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

11 Ramadhan 1431H.
oleh : Syaikh

RENUNGAN KE-16

Ramadhan Bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

Kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam penuh dengan ibadah dan pelajaran yang berarti bagi kita, beliau adalah tipe ideal yang sangat baik, baik di bulan Ramadhan atau di bulan lainnya, karenanya marilah kita lihat sejenak kehidupan beliau di bulan yang suci ini.

Sebelum perintah puasa Ramadhan, beliau berpuasa Asyura (tanggal 10 Muharram) dan itu terjadi ketika beliau datang pertama kalinya ke Madinah, di situlah beliau melihat orang-orang Yahudi sedang berpuasa, kemudian bertanya, “Gerangan apa yang membuat kamu puasa hari ini?” Jawabnya, “Kami sedang mengenang hari besar di mana Musa ‘alaihis salam diselamatkan dari kejaran kaumnya; serta tenggelamnya Fir’aun dan bala tentaranya, kemudian Musa ‘alaihis salam berpuasa sebagai rasa syukur, maka kami juga berpuasa sebagaimana engkau lihat pada hari ini.” Berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Kami lebih berhak dan lebih pantas dari kalian.” Maka beliau berpuasa dan menyuruh para sahabatnya untuk berpuasa. (HR. Al-Bukhari Muslim).

Sebagian ulama mengatakan bahwa puasa Asyura itu pada mulanya wajib. Dalam Shahihain diriwayatkan dari hadits Rubayyi’ binti Mu’awwadz radhiallahu ‘anha, katanya: Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam di pagi hari Asyura mengutus seseorang ke perkampungan Anshar sekitar Madinah dengan membawa pesan “Siapa yang pagi hari ini puasa teruskan!, dan siapa yang tidak puasa, puasalah di siang harinya..”, maka kami pun berpuasa, juga kami ajari anak-anak kami untuk berpuasa, mereka dibawa ke mesjid lalu diberi permainan semacam balon, apabila di antara mereka ada yang menangis karena ingin makan kami memberi mainan tersebut sampai menjelang ifthar. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Ketika ada perintah puasa Ramadhan, maka puasa Asyura menjadi sunat, yang mau silahkan berpuasa, tidak juga tidak apa-apa. Tetapi puasa Ramadhan diwajibkan secara bertahap, pertama kalinya diberi pilihan antara puasa dan tidak, dan itu berlanjut sampai turun ayat,

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa di bulan itu.” (Al-Baqarah: 185).

Maka jadilah hukumnya wajib, tetapi pada waktu itu tidak dibolehkan makan dan minum di malam harinya manakala ia bangun dari tidurnya.

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Barra radhiallahu ‘anhu: Apabila salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam berpuasa, lantas tidur menjelang ifthar kemudian kebablasan (tidak bangun saat adzan Maghrib), maka ia tidak makan di malamnya dan siangnya sampai besok sore, begitu juga dialami oleh sahabat Qais bin Shirmah Al-Anshari, dikisahkan dia berpuasa, di saat menjelang ifthar ia menemui istrinya dan bertanya, “Apakah ada makanan?” jawabnya, “Tidak ada, tunggu sebentar saya carikan,” lalu ia keluar dan mencarinya, tetapi karena sahabat tadi di siang harinya kerja berat, akhirnya dia ketiduran, ketika istrinya datang didapatkan sedang tidur ia tercengang sambil berkata, “Kasihan..” (karena harus puasa terus sampai besok), ketika siang harinya dikisahkan dia pingsan, kemudian peristiwa ini disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam maka turunlah ayat,

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu” maka sangat bergembiralah mereka, dan turun lagi ayat selanjutnya,

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Al-Baqarah: 187).

Tercatat dalam sejarah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam selama hidupnya berpuasa Ramadhan sampai sembilan kali, dan pada tahun kedua hijrah yaitu tahun pertama diwajibkannya puasa Ramadhan, Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam memperbanyak ibadah di bulan yang mulia ini, sehingga beliau pernah puasa wishal (puasa tanpa buka) dua atau tiga hari dikarenakan ingin mengkonsentrasikan ibadahnya. Ketika diikuti oleh para sahabatnya beliau melarangnya sambil berkata, “Sesungguhnya aku bukan seperti kalian, karena Allah telah memberi makan dan minum kepadaku.” Imam Ibnul Qayyim telah berbicara panjang dalam kitabnya Zadul Ma’ad tentang hadits ini, yang mau tahu silahkan lihat.

Nabi shallallahu ‘alaihui wasallam di bulan yang suci ini memperbanyak tilawah Al-Qur'an –sebagaimana telah diterangkan– beliau juga menyegerakan iftharnya dan mengakhirkan sahurnya, kalau dia berbuka, berbuka sebelum shalat Maghrib, dan jika sahur beliau memilih waktu yang tidak terlalu jauh dari shalat Subuh. Beliau pun pernah bepergian di bulan yang mulia ini misalnya untuk perang Badar, Fathu Mekkah dan yang lainnya, beliau pernah berbuka dan beliau juga pernah berpuasa. Dalam Shahih Muslim dikatakan, “Kami (para sahabat) pernah bepergian (di bulan Ramadhan) pada suatu hari yang sangat panas, dan tidak ada di antara kami yang berpuasa selain Rasulullah dan Abdullah bin Rawahah.” (HR. Muslim).

Dalam hadits lain, “Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam tidak pernah mening-galkan puasa ayyamul baidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulannya) di tempat kediamannya atau di saat bepergian.” (HR. An-Nasa’i).

Dalam Shahih Muslim dikatakan, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam pada bulan Ramadhan tahun Fathu Mekkah keluar untuk pergi ke Mekkah, beliau saat itu sedang puasa, begitu juga para sahabat, ketika sampai di sebuah tempat Kura’ul Gomim, beliau meminta segelas air, terus mengangkatnya dan meminumnya, dan hal itu kelihatan oleh para sahabat, kemudian setelah itu dikatakan kepada beliau bahwa ada di antara mereka yang tidak berbuka, lalu beliau berkata, ‘Mereka itu telah membangkang .., mereka itu telah membangkang ..” (HR. Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam pada bulan yang mulia ini sangat dermawan melebihi bulan-bulan lainnya –sebagaimana yang telah dijelaskan– dan tidak kalah pentingnya yang harus kita ketahui adalah masalah yang ada kaitannya dengan hukum, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam langsung menjelaskannya dengan amaliyah, di antaranya pada suatu saat beliau punya hadats besar, tiba-tiba waktu Subuh tiba, maka beliau mandi dan terus berpuasa.

Wanita di Bawah Naungan Islam : Perempuan Muslimah Menikah Dengan Lelaki Kafir (Non Muslim)

11 Ramadhan 1431H.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul

Sering sekali muncul pertanyaan seputar: “Kenapa Islam memperbolehkan lelaki muslim menikah dengan perempuan non muslimah, namun tidak memperbolehkan perempuan muslimah dinikahi oleh lelaki non muslim?”

Untuk menjawab pertanyaan di atas butuh sedikit penjelasan yang lebih detail. Hal pertama yang perlu kita ketahui di dalam masalah ini adalah bahwa Islam telah mengharamkan seorang lelaki muslim menikah dengan seorang perempuan yang tidak beriman kepada Allah atau dengan seorang perempuan yang menganut faham paganis (penyembah berhala).

Demikian pula, Islam mengharamkan perempuan muslimah menikah dengan seorang lelaki yang tidak beriman kepada Allah atau dengan lelaki penyembah berhala. Yang demikian itu karena akidah seorang muslim itu tidak menghormati kepercayaan dan keyakinan orang-orang kafir ataupun hal-hal yang dipandng suci oleh orang-orang musyrik.

Sedangkan Islam mengupayakan agar kehidupan suami-istri itu dibangun di atas dasar rasa cinta, saling mengormati dan keharmonisan. Dasar kehidupan seperti ini tidak akan terwujud dengan adanya perbedaan yang cukup besar di dalam kepercayaan-kepercayaan ideologis dan tidak akan tercapai dengan adanya kemustahilan adanya titik temu tentang ideologi dalam rangka merealisasikan kebahagiaan berumah-tangga.

Hal lain lagi, adalah bahwasanya ketika seorang muslim terikat dengan seorang perempuan penyembah berhala (paganis) atau kafir, atau seorang perempuan muslimah terikat dengan seorang suami kafir atau penyembah berhala bisa terpengaruh dengan aqidah batilnya karena rasa kasih-sayang di antara keduanya sebagai pasangan suami-istri, maka akibatnya adalah penyimpangan dari agama yang shahih (benar) menjadi penganut aqidah palsu (batil) atau kepercayaan yang sesat. Maka dari itu Islam mengharamkan pernikahan seorang muslim atau muslimah dengan orang yang berbeda agama (kafir atau musyrik).

Setelah kita ketahui pandangan Islam dalam pengharaman pernikahan seperti itu, kita temukan pula bahwa Islam mengharamkan perempuan muslimah menikah dengan dengan lelaki yahudi atau nasrani. Sebabnya adalah bahwa masing-masing si yahudi maupun si nasrani itu tidak beriman kepada Islam, tidak beriman kepada Al-Qur’an dan tidak pula mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah; dan dari sinilah muncul perselisihan dan pertikaian, maka terputuslah ikatan pernikahan, di samping sang suami mempunyai pengaruh terhadap keyakinan (aqidah) istrinya karena posisinya sebagai kepala rumah tangga dan karena perasaan lemah sang istri di hadapan suami adalah merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan istri berpindah agama, dari agama yang shahih ke agama yang telah dinodai penyimpangan dan perubahan. Hal lain lagi adalah bahawasanya Allah Subhaanahu Wata'ala telah menghargai dan memuliakan perempuan muslimah dengan Islam, maka sangat tidak pantas kalau ia berada di bawah kekuasaan seorang lelaki kafir yang melecehkan aqidah dan menoreh kehormatannya.

Sekalipun Islam telah mengharamkan pernikahan seperti itu, namun ia membolehkan kepada lelaki muslim menikahi perempuan yahudi atau nasrani. Sebabnya adalah bahwa seorang lelaki muslim itu menghormati Nabi Musa dan Nabi Isa ‘alaihis salam, serta beriman bahwa keduanya adalah utusan Allah (Rasul-Nya), maka dari sisi ini sang istri tidak merasakan adanya sesuatu yang membuatnya tidak suka terhadap suaminya, sekalipun berbeda agama, apabila ia masih ingin tetap bersamanya dengan tetap pada agamanya. Islam juga memberikan kesempatan luas kepada si istri untuk mengenal Islam lebih jauh, yang barang kali dengan cara itu ia dapat terbimbing untuk masuk Islam secara suka rela, sehingga pernikahan seperti itu dapat menjadi penyelamat baginya daripada tetap menganut agama yang telah ternodai oleh tahrif (perubahan dan manipulasi manusia).

Wanita di Bawah Naungan Islam : Pembuahan Kandungan Secara Teknologi (Seperti Bayi Tabung)

11 Ramadhan 1431H.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul

Pembuahan kandungan secara teknologi, bila mungkin dilakukan, dan boleh terhadap binatang, namun itu tidak boleh dilakukan terhadap manusia, terutama apabila pembuahan itu dilakukan dengan sperma atau ovum yang bukan berasal dari pasangan suami-istri. Dan perbuatan seperti itu menjadi tindakan kriminal, karena sama saja dengan perzinaan, baik berdasarkan lingkupan ataupun hasilnya, yaitu mencapur sperma lelaki dengan ovum seorang perempuan yang tidak mempunyai ikatan pernikahan yang sah secara syar’i dengan lelaki tersebut.

DOSA-DOSA YANG DIANGGAP BIASA : MAKAN UANG RIBA

11 Ramadhan 1431H.
oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

25. MAKAN UANG RIBA

Dalam Kitab suci-Nya Al-Qur’an, Allah tidak pernah memaklumkan perang kepada seseorang kecuali kepada pemakan riba. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” (Al Baqarah: 278-279)

Cukuplah ayat di atas menjadi petunjuk betapa keji dosa riba di sisi Allah Ta’ala.

Orang yang memperhatikan pengaruh riba dalam kehidupan individu hingga tingkat negara, niscaya akan mendapatkan kesimpulan, melakukan kegiatan riba mengakibatkan kerugian, kebangkrutan, kelesuan, kemandegan dan kelemahan. Baik karena lilitan utang yang tak terbayar atau berupa kepincangan ekonomi, tingginya tingkat pengangguran, ambruknya perseroan dan usaha bisnis. Di samping, kegiatan riba menjadikan hasil keringat dan jerih payah kerja tiap hari hanya dikonsentrasikan untuk membayar bunga riba yang tak pernah ada akhirnya. Ini berarti menciptakan kesenjangan sosial, membangun gunung rupiah untuk satu kelompok masyarakat yang jumlahnya minoritas di satu sisi, dan di sisi lain menciptakan kemiskinan di tengah masyarakat –yang jumlahnya mayoritas- yang sudah merana dan papa. Barangkali inilah salah satu potret kezhaliman dari kegiatan riba sehingga Allah memaklumkan perang atasnya.

Semua pihak yang berperan dalam kegiatan riba, baik yang secara langsung terjun dalam kegiatan riba, perantara atau para pembantu kelancaran kegiatan riba adalah orang-orang yang dilaknat melalui lisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,

عَنْ جَابِرِ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤَكِّلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.

“Dari jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan kedua orang yang menjadi saksi atasnya” Ia berkata: “Mereka itu sama (saja).” (Hadits riwayat Muslim, 3/1219.)

Berdasarkan hadits di atas, maka setiap umat Islam tidak diperkenankan bekerja sebagai sekretaris, petugas pembukuan, penerima uang nasabah, nasabah, pengantar uang nasabah, satpam dan pekerjaan lainnya yang mendukung kegiatan riba.

Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menerangkan betapa buruk kegiatan riba tersebut. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ، وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ.

“Riba itu (memiliki) tujuh puluh tiga pintu, yang paling ringan daripadanya adalah seperti (dosa) seorang laki-laki yang menyetubuhi ibunya (sendiri). Dan sejahat-jahat riba adalah kehormatan seorang muslim.” (Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al Mustadrak, 2/37; Shahihul Jami’, 3533.)

Juga dalam sabda beliau,

دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِيْنَ زَنِيَةً.

“Sedirham (uang) riba yang dimakan oleh seorang laki-laki, sedang dia mengetahui (uang itu hasil riba) lebih keras (siksanya) daripada tiga puluh enam wanita pezina.” (Hadits riwayat Al-Hakim dalam Al Mustadrak, 2/37; Shahihul Jami’, 3533.)

Pengharaman riba berlaku umum, tidak dikhususkan -sebagaimana diduga oleh sebagian orang- hanya antara si kaya dengan si miskin. Pengharaman itu berlaku untuk semua orang dan dalam semua keadaan.

Betapa banyak kita saksikan bangkrutnya pedagang-pedagang besar dan orang-orang kaya karena melibatkan diri dalam kegiatan ribawi. Atau paling tidak , berkah uang riba tersebut –meski jumlahnya banyak- dihilangkan oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرِّبَا وَإِنْ كَثُرَ فَإِنَّ عَاقِبَتَهُ تَصِيْرُ إِلَى قُلٍّ.

“(Uang) riba itu meski (pada awalnya) banyak, tetapi pada akhirnya ia akan (menjadi) sedikit.”( Hadits riwayat Al-Hakim, 2/37; Shahihul Jami’, 3542.)

Riba juga tidak dikhususkan pada jumlah peredaran uang sehingga dikatakan kalau dalam jumlah banyak, riba itu haram dan kalau sedikit tidak. Sedikit atau banyak, riba hukumnya haram. Orang yang memakan atau mengambil uang riba, kelak akan dibangkitkan dari dalam kuburnya pada hari Kiamat seperti bangkitnya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit gila.

Meskipun riba adalah suatu dosa yang sangat keji, tetapi Allah tetap menerima taubat orang yang hendak meninggalkan perbuatan tersebut. Langkah yang harus ditempuh oleh orang yang benar-benar taubat dari kegiatan riba adalah sebagaimana dituturkan firman Allah, “Dan jika bertaubat (dari kegiatan dan pemanfaatan riba) maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Al-Baqarah: 279)

Dengan mengambil langkah tersebut, maka keadilan benar-benar terwujud. Setiap pribadi muslim harus menjauhkan diri dari dosa besar ini, memandangnya sebagai sesuatu yang buruk dan keji. Bahkan hingga orang-orang yang meletakkan uangnya di bank-bank konvensional (ribawi) karena terpaksa disebabkan takut hilang atau dicuri, hendaknya ia benar-benar merasakannya sebagai sesuatu yang sangat terpaksa. Yakni keterpaksaan itu sebanding dengan keterpaksaan orang yang makan bangkai atau lebih dari itu, dengan tetap memohon ampun kepada Allah dan berusaha untuk mencari gantinya, bila memungkinkan. Orang-orang itu tidak boleh meminta bunga deposito dari bank-bank tersebut.

Jika bunga itu dimasukkan ke dalam rekeningnya, maka ia harus menggunakan uang tersebut untuk sesuatu yang dibolehkan, ( Seperti untuk membangun wc umum atau semisalnya (pent.).) sebagai bentuk penghindaran dari uang tersebut, tidak sebagai sedekah. Karena Allah adalah Dzat Yang Maha Baik, tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Ia tidak boleh memanfaatkan uang riba tersebut dalam bentuk apapun. Tidak untuk makan, minum, pakaian, kendaraan, atau tempat tinggal. Juga tidak boleh untuk diberikan sebagai nafkah kepada isteri, anak, bapak atau ibu. Juga tidak boleh untuk membayar zakat, membayar pajak atau menjadikannya sarana untuk menolak kezhaliman yang menimpanya. Tetapi hendaknya ia membebaskan diri daripadanya, karena takut kepada siksaan Allah Ta’ala

DOSA-DOSA YANG DIANGGAP BIASA : MEMALSUKAN NASAB ANAK KEPADA SELAIN AYAHNYA DAN PENGINGKARAN AYAH TERHADAP ANAKNYA SENDIRI

11 Ramadhan 1431H
oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

24. MEMALSUKAN NASAB ANAK KEPADA SELAIN AYAHNYA DAN PENGINGKARAN AYAH TERHADAP ANAKNYA SENDIRI

Menurut syariat Islam, seorang muslim tidak dibenarkan menasabkan diri kepada selain ayahnya, atau menggolongkan diri kepada selain kaumnya.

Sebagian orang ada yang melakukan hal tersebut untuk tujuan materi, sehingga menulis nasab palsu di dalam surat-surat dan dokumen penting untuk memudahkan berbagai urusannya. Sebagian lain ada yang melakukannya karena dendam kepada sang ayah yang meninggalkan dirinya sejak kecil.

Semua perbuatan di atas hukumnya haram. Perbuatan tersebut melahirkan kerusakan besar di banyak persoalan. Misalnya dalam urusan mahram, nikah, warisan dan sebagainya.

Dalam sebuah hadits marfu’ dari bin Abi Bakrah radhiallahu ‘anhu disebutkan,

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ يَعْلَمُ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ.

“Barangsiapa mengaku (bernasab) kepada selain ayahnya sedang dia mengetahui, maka haram baginya surga.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 8/45.)

Jadi, menurut ketentuan syari’at, haram hukumnya mempermainkan nasab atau memalsukannya. Sebagian laki-laki apabila terjadi pertengkaran dengan istrinya, menuduhnya berselingkuh dengan lelaki lain, sehingga ia tidak mengakui anaknya sendiri tanpa bukti apapun, padahal anak itu jelas-jelas lahir dari hubungan antara dia dan istrinya.

Sebagian isteri ada juga yang berkhianat. Misalnya, ia hamil dari hasil zina dengan lelaki lain, tetapi kemudian ia menasabkan anak tersebut kepada suaminya yang sah. Orang-orang sebagaimana disebutkan di atas, mendapat ancaman yang sangat berat dari Allah

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwasanya ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, saat turun ayat mula’anah (Mula’anah; yakni saling melaknat antara suami dengan isteri karena tuduhan zina.),

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَدْخَلَتْ عَلَى قَوْمٍ مَنْ لَيْسَ مِنْهُمْ فَلَيْسَتْ مِنَ اللهِ فِيْ شَيْءٍ وَلَنْ يُدْخِلَهَا اللهُ جَنَّتَهُ، وَأَيُّمَا رَجُلٍ جَحَدَ وَلَدَهُ وَهُوَ يَنْظُرُ إِلَيْهِ اِحْتَجَبَ اللهُ مِنْهُ وَفَضَحَهُ عَلَى رُؤُوْسِ اْلأَوَّلِيْنَ وَاْلآخِرِيْنَ.

“Perempuan manapun yang menggolongkan (seorang anak) kepada suatu kaum, padahal dia bukan dari golongan mereka, maka Allah berlepas diri daripadanya dan tidak akan memasukkannya ke dalam Surga. Dan siapa dari laki-laki yang mengingkari anaknya padahal ia melihatnya (sebagai anaknya yang sah) maka Allah akan menutup diri daripadanya dan akan mempermalukannya di hadapan para pemimpin orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian.” (Hadits riwayat Abu Daud, 2/695, lihat Misykatul Mashabih, 3316.)

Mujahid : Kontroversi Khutbah Hanya Rekaan Umno

11 Ramadhan 1431H.

PAS Pulau Pinang menyifatkan dakwaan bahawa nama Yang di-Pertuan Agong Tuanku Mizan Zainal Abidin digantikan kepada nama Ketua Menteri, Lim Guan Eng dalam doa khutbah solat Jumaat di negeri itu hanya satu bentuk kekeliruan jahat yang direka oleh Umno.

Timbalan Pesuruhjaya PAS Pulau Pinang, Dr Mujahid Yusof Rawa mendak, Umno sengaja menimbulkan isu berkenaan bagi mengelirukan orang ramai khususnya umat Islam demi kepentingan politik parti itu.

"Memandangkan keadaan politik semasa di Pulau Pinang yang agak panas, isu ini sengaja dibuat bagi menimbulkan perasaan marah kepada Guan Eng.

"Kami percaya ini juga adalah taktik kotor yang digunakan oleh Umno untuk menimbulkan kebencian di kalangan orang Melayu terhadap Ketua Menteri itu," katanya dalam satu kenyataa yang disiarkan dalam mStar Online hari ini.

Beliau berkata dimikian ketika mengulas laporan akhbar hari ini yang memetik Menteri Pertahanan, Datuk Seri Dr Ahmad Zahid Hamid yang juga Pengerusi Badan Perhubungan Umno Pulau Pinang sebagai berkata bahawa beberapa masjid di negeri itu dikesan menggantikan nama Tuanku Mizan kepada nama Guan Eng dalam doa khutbah kedua solat Jumaat.

Ahmad Zahid juga berkata, pihaknya mengesan perbuatan itu di beberapa masjid di Permatang Pauh, Tasek Gelugor dan Jelutong sejak minggu lalu.

Bagaimanapun Mujahid yang juga Ahli Parlimen Parit Buntar dan Ahli Jawatankuasa PAS Pusat mencabar Badan Perhubungan Umno Pulau Pinang supaya mengemukakan bukti bagi menyokong dakwaan berkenaan.

"Perkara ini bukan perkara main-main, kalau betul ia berlaku... mereka perlu berikan bukti dengan jelas," katanya.

Bufet Ramadan 15 hotel ternama di WP diragui halal

11 Ramadhan 1431H.

Hasil pemantauan 10 hari pertama Ramadan, Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (Jakim) mendapati 15 hotel terkemuka di Kuala Lumpur dan Putrajaya tidak mematuhi piawaian halal dalam penyediaan bufet Ramadannya.

Ia sebahagian daripada 24 hotel dan restoren di lima negeri - termasuk Selangor, Pahang, Selangor dan Kedah - yang didapati menggunakan bahan yang diragui halal.

Menurut Ketua Pengarah Jakim Datuk Wan Mohamad Sheikh Abdul Aziz, bermula 1 Ramadan (11 Ogos) lalu pemeriksaan dan serbuan terhadap 34 hotel bertaraf empat dan lima bintang itu sebahagian daripada pemantauan berterusannya.

"Antara hasil penemuan ialah penggunaan bahan mentah yang berasaskan alkohol, bahan ramuan yang diragui, bahan mentah yang tiada pengesahan halal, ayam daripada sumber yang tidak jelas dan percampuran di antara bahan mentah halal dengan tidak halal di kawasan penerimaan (loading bay) dan stor penyimpanan," katanya.

Dalam satu kenyataan hari ini Wan Mohamad berkata, sebanyak 70 peratus daripada keseluruhan premis berkenaan tidak memenuhi keperluan piawaian Pensijilan Halal Malaysia manakala promosi bufet Ramadan yang ditawarkan jelas tidak menepati Perintah Perihal Dagangan (Penggunaan Perbahasaan 'Halal') 1975.

"Jakim akan terus melaksanakan pemantauan dan penguatkuasaan bersama KPDNKK (Kementerian Perdagangan Dalam Negeri, Koperasi Dan Kepenggunaan) kepada hotel-hotel ini pada setiap hari sepanjang Ramadhan.

"Oleh yang demikian, semua pihak hotel diingatkan agar tidak menyalahguna terma bufet Ramadan yang boleh memberi kekeliruan kepada pengguna yang mengunjungi hotel bagi berbuka puasa.

Disenaraikan di laman web

"Sebagaimana yang kita ketahui, penggunaan istilah bufet Ramadhan merupakan perbahasaan halal dan ianya boleh diambil tindakan sekiranya terdapat penyalahgunaan," katanya.

Bagaimanapun, menurut Wan Mohamad lagi kesemua premis memberikan kerjasama yang baik sepanjang proses pemantauan dijalankan.

"Pihak premis juga menyatakan minat dan kesediaan untuk memohon Sijil Pengesahan Halal Malaysia daripada Jakim dan jabatan agama Islam negeri."

Wan Mohamad juga berkata pihaknya menasihatkan pengguna Islam berhati-hati memilih makanan dan mengelakkan daripada perkara yang was-was.

Untuk maklumat lanjut berkenaan pemegang sijil halal, orang ramai bolehlah melayari laman web halal Jakim di www.halal.gov.my, tambahnya.

Sementara itu, sepanjang 10 hari Ramadani, Wan Mohamad memberitahu JAKIM menerima 16 permohonan sijil halal daripada hotel-hotel seluruh Malaysia.

"Manakala dua hotel telah diberikan sijil halal dalam tempoh 10 Ramadan ini," katanya. Malaysiakini/-

Anwar: Isu khutbah fitnah terbaru Umno

11 Ramadhan 1431H

Ketua Pembangkang, Datuk Seri Anwar Ibrahim menyifatkan isu khutbah Jumaat merupakan fitnah terbaru "yang dimainkan oleh Umno untuk menyemarakkan api kebenciandi negara ini.

"Tuduhan yang dilemparkan kepada kerajaan Pakatan Rakyat Pulau Pinang bahawa nama Yang di-Pertuan Agong telah digantikan dengan nama ketua Menteri Pulau Pinang, Lim Guan Eng telah terbukti merupakan satu pembohongan semata," katanya.

Dalam satu kenyataan hari ini, beliau yang juga ketua umum PKR berkata, pihaknya memandang serius perkara tersebut.

Bagaimanapun, katanya beliau mendapati tuduhan tersebut tidak berasas.

"Bahkan ianya merupakan satu fitnah demi laba politik pemerintah yang kian hari kian terdesak," katanya sambil menambah pimpinan Umno berterusan menggunakan aksi politik perkauman sempit yang usang.

Katanya, ia juga menunjukkan kegagalan pentadbiran Perdana Menteri, Datuk Seri Najib Tun Razak memahami nurani rakyat Malaysia keseluruhannya yang mahukan sebuah negara yang kekal aman dan sejahtera.

"Kita yakin usaha pimpinan Umno ini tidak akan berhenti di situ sahaja. Mereka pasti menganyam fitnah yang lain pula demi memecahbelahkan muafakat masyarakat di negara ini yang mahu hidup dalam kerukunan dan sejahtera.

"Mereka menyedari rakyat Malaysia mempunyai keyakinan yang teguh untuk terus beriltizam dengan perubahan dan demi Malaysia yang Adil.

"Oleh demikian saya menyeru rakyat Malaysia untuk perteguh keazaman bersama Pakatan Rakyat dan mara mengharungi serangan yang tidak akan kunjung diam dari pimpinan Umno itu.

"Hanya dengan melakukan perubahan, politik perkauman sempit akan berjaya dihalang," tambahnya.

Khutbah: K'jaan negeri nafi nama Lim ganti Agong

10 Ramadhan 1431H.

Kerajaan negeri Pulau Pinang menafikan sekeras-kerasnya bahawa nama Ketua Menteri Lim Guan Eng menggantikan nama Yang di-Pertuan Agong dalam khutbah Jumaat yang dibaca di beberapa masjid di negeri itu.

Exco Hal-Ehwal Agama negeri, Abdul Malik Abul Kassim berkata siasatan awal mendapati ianya tidak berlaku kerana teks khutbah Jumaat, yang disediakan oleh Jabatan Agama Islam negeri, tidak menggunakan nama Lim.

Katanya, hanya orang yang tidak waras sahaja yang akan menggantikan nama Yang di-Pertuan Agong dalam khutbah Jumaat.

Abdul Malik berkata, beliau telah membuat siasatan awal dan mendapati kejadian itu tidak berlaku seperti yang didakwa oleh Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi yang juga pengerusi perhubungan Umno negeri.

Abdul Malik menjelaskan, teks khutbah yang disediakan oleh Jabatan Agama Islam Pulau Pinang (JAIPP) tidak menggantikan nama Yang di-Pertuan Agong dengan nama Lim, seperti yang didakwa.

"Dan kalau mereka tidak baca teks sekalipun, saya percaya hanya orang yang tidak waras sahaja yang akan ganti nama Yang di-Pertuan Agong dalam khutbah," katanya lagi.

Tambahnya, dakwaan itu juga tidak menyebut dengan jelas masjid yang terbabit, sebaliknya hanya menamakan kawasan Permatang Pauh, Jelutong dan Tasek Gelugor.

Ditanya lanjut, beliau berkata kerajaan negeri tidak akan mengambil tindakan lanjut atas dakwaan itu kerana "tidak timbul isu."

"Isu ini sengaja diada-adakan, sebab sememangnya tiada isu. BN yang sengaja wujudkan isu ini," katanya lagi ketika dihubungi Malaysiakini hari ini.

Abdul Malik juga berkata, sekiranya Ahmad Zahid mempunyai maklumat mengenai kejadian tersebut, beliau hendaklah membuat laporan supaya dakwaan tersebut dapat disiasat.

"Kalau dia ada maklumat, sepatutnya dia buat laporan kepada kerajaan negeri, atau kepada polis atau kepada pejabat mufti, bukannya pergi beri kenyataan kepada media," katanya lagi.

Sementara itu, bercakap dalam satu sidang media pagi ini, Abdul Malik juga berkata kerajaan negeri serta JAIPP tidak menerima sebarang arahan lisan mahupun bertulis untuk menukar nama tersebut dalam teks khutbah.

Beliau juga tidak menolak kemungkinan bahawa sesetengah jawatankuasa masjid menggunakan isu tersebut untuk mensabotaj kerajaan negeri.

malaysiakini/-

Refleksi Ramadhan : Ramadhan Bulan Doa

10 Ramadhan 1431H.
oleh : Syaikh

RENUNGAN KE-15

Ramadhan Bulan Doa

Allah akan senantiasa dekat dan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya di setiap waktu, khususnya pada bulan Ramadhan, sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa setiap muslim memiliki doa yang dikabulkan di bulan Ramadhan, maka hendaknya seorang muslim bersungguh-sungguh dalam berdoa sambil memperhatikan faktor-faktor terkabulnya doa. Faktor tersebut ada lima, yaitu:

Memilih waktu yang tepat, yaitu waktu sahur, penghujung shalat wajib, di antara adzan dan iqamat, detik-detik terakhir hari Jum’at, di saat imam (khatib) datang sampai selesai shalat Jum’at, dan di saat berbuka puasa.

Memilih tempat yang tepat seperti Masjid, Mekkah, Madinah, dan tempat yang lainnya.

Kondisi orang yang berdoa, misalnya seorang musafir, seorang ayah yang mendoakan anaknya, orang yang berpuasa atau orang yang berperang, karena besar kemungkinan doanya akan dikabulkan, begitu juga orang yang terdzalim karena doanya tidak akan di tolak bahkan Allah akan mengangkatnya ke atas awan sambil mengatakan,

وَعِزَّتِي وَجَلاَلِيْ لَأَنْصُرَنَّكَ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ.

“Demi kemuliaan dan keperkasaan-Ku Aku akan menolongmu walau dalam kurun waktu yang lama.” (HR. Ahmad).

Atau dia berada dalam kesulitan di mana seseorang tidak memiliki kemampuan sama sekali, akhirnya ia menyerahkan semua urusannya kepada Allah Ta’ala dengan mengharap pertolongan-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan..” (An-Naml: 62).

Diriwayatkan bahwa Musa alaihis salam ketika melewati seorang laki-laki yang sedang berdoa kepada Allah, beliau berkata kepada-Nya, “Ya Rabb, demi Allah andaikan dia memohon kepadaku niscaya akan kukabulkan.” Allah Ta’ala menjawab, “Hai Musa, Aku lebih mengasihaninya daripadamu, akan tetapi dia memohon kepada-Ku sedangkan hatinya tidak bersama-Ku,” maka Nabi Musa alaihis salam segera memberitahu laki-laki tersebut, akhirnya dia serius dalam berdoa dan memusatkan pikiran dan hatinya hanya kepada Allah, kemudian Allah mengabulkan doanya.

Maka seyogyanya seseorang (di saat berdoa) menampakkan dirinya dalam keadaan kesulitan, hati yang luluh karena-Nya, memutuskan harapan dari selain-Nya dan tidak menjadikan doanya sebagai percobaan atau iseng belaka. Rasulullah shallallahu ‘alaihui wasallam bersabda,

ادْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِاْلإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ.


“Berdoalah kamu kepada Allah dengan yakin akan dikabulkannya dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang hatinya lalai dan main-main.” (HR. At-Tirimidzi dan Al-Hakim).

Hadits tersebut hadits hasan karena diriwayatkan dengan dua sanad satu sama lain saling menguatkan.

Sifat doa (cara berdoa).

Hendaknya dia beriltizam (komitmen) dengan adab-adabnya yaitu, berwudlu, menghadap kiblat, mengangkat tangan, mengulang-ulang sampai tiga kali, memilih do’a-do’a yang singkat lagi padat, bertawassul kepada Allah dengan nama-namanya yang maha indah dan sifat-sifatnya yang maha tinggi tidak berdoa dengan doa yang mengandung dosa dan pemutusan silaturrahmi dan tidak mengonsumsi makanan yang haram dan yang lainnya.

Pada kesempatan ini saya ingin sampaikan kekeliruan yang terjadi pada sebagian orang di saat mereka berdoa, yaitu berlebih-lebihan, artinya berdoa dengan menyebutkan keinginan satu per satu sehingga memakan waktu yang cukup lama. Seperti Ya Allah, ampunilah ibu bapak kami, kakek dan nenek kami, paman dan bibi kami dari bapak atau ibu, dan menyebutkan seluruh kerabatnya, kemudian tetangganya, teman-temannya dan yang lainnya. Padahal cukup bagi mereka untuk memilih kata-kata yang simpel seperti Ya Allah, ampunilah dosa kami, saudara kami, kerabat kami dan teman-teman kami.

Termasuk juga doa yang berlebih-lebihan apabila berdoa dengan asma’ Allah yang tidak ada dasarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti Ya Gufran.. Ya Sulthan.. Begitu juga berdoa dengan suara keras, dan ini banyak terjadi di masa sekarang terutama dengan adanya pengeras suara, bisa jadi orang yang tinggal di bagian barat di dalam sebuah kota terdengar doanya oleh orang yang berada di sebelah timur dikarenakan kerasnya, dan ini tidak layak. Seandainya dia seorang imam lantas berdoa dan ma’mumnya mengucapkan amin, cukuplah baginya mengeraskan suara yang bisa didengar oleh ma’mumnya saja, dan jika berdoa dalam keadaan seorang diri hendaknya berdoa dengan suara rendah. Allah Ta’ala berfirman,

“(Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Rabb kamu kepada hamba-Nya Zakariya, yaitu tatkala ia berdo'a kepada Rabbnya dengan suara yang lembut.” (Maryam: 2-3).

Setiap ibadah yang dilakukan secara rahasia akan lebih dekat kepada keikhlasan dan diterima Allah.

Tidak ada hijab atau penghalang

Misalnya memakan makanan yang haram seperti riba, menipu, dan menyembunyikan sesuatu dengan sumpah palsu, atau memakan harta anak yatim dan lainnya. Dalam shahih Muslim dikatakan,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ.

“Rasulullah menceritakan seorang laki-laki yang lama bepergian, pakaian serta badannya kusut dan kucel, kemudian berdoa sambil mengangkat kedua tangannya dan berkata, ‘Ya Rabb.. Ya Rabb..,’ tapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?” (HR. Muslim).

Termasuk juga yang akan menghalangi dikabulkannya sebuah doa, meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi,

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَدْعُوْنِي فَلَا أُجِيبُ لَكُمْ وَتَسْتَضِرُوْ نِيْ فَلَا أَذْصُرُكُمْ.


“Allah q berfirman, ‘Hai manusia lakukanlah amar ma’ruf nahi munkar sebelum kamu berdoa kepada-Ku dan Aku tidak mengabulkan (doa)mu dan sebelum kamu minta tolong kepada-Ku dan Aku tidak menolongmu serta sebelum kamu meminta kepada-Ku dan Aku tidak memberimu.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, dan Ibnu Majah).

Jadi, manakala seseorang meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar baik kepada dirinya sendiri, anaknya, keluarganya, tetangganya, kerabatnya, dan semua lapisan masyarakat, niscaya Allah akan memberi sanksi kepadanya dengan tidak dikabulkannya doa.

Refleksi Ramadhan : Ramadhan Bulan Taubat

10 Ramadhan 1431H.
oleh : Syaikh

RENUNGAN KE-14

Ramadhan Bulan Taubat

Ramadhan adalah bulan kembalinya seorang hamba kepada Rabbnya, dan membersihkan diri dari dosa-dosanya, hal tersebut dikarenakan dua faktor:

Pertama: Pada bulan yang mulia ini terdapat ampunan dan kasih sayang Allah pada hamba-Nya sebagaimana dikatakan dalam hadits yang shahih: “Pada setiap malamnya seorang hamba dibebaskan dari neraka.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Kedua: Pada bulan ini syetan-syetan dibelenggu, pintu-pintu neraka dikunci, dan pintu-pintu surga dibuka, karena itu hamba Allah menjadi dekat dengan Rabbnya.

Ramadhan peluang emas untuk bertaubat, jika tidak kapan lagi? Agar taubatnya benar-benar diterima Allah, hendaknya seseorang memperhatikan enam syarat berikut:

Ikhlas karena Allah Ta’ala, bersih dari motifasi duniawi.

Dilakukan pada waktu yang tepat, artinya sebelum matahari terbit dari sebelah barat dan sebelum ajal tiba, karena Allah akan menerima taubat seorang hamba jika dilakukan sebelum sakaratul maut menjemputnya.

Menghentikan maksiat, tidaklah benar seseorang mengaku telah bertaubat sementara dia masih melakukan kemaksiatan.

Menyesali perbuatan (dosa) yang telah dilakukannya, betapa banyak orang yang bertaubat namun tidak menyesali perbuatannya sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Menyesali dosa adalah taubat.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Ber’azam (berkeinginan keras) untuk tidak mengulanginya lagi.

Jika perbuatan dosa ada kaitannya dengan hak manusia, maka dia wajib mengembalikannya atau memohon untuk dihalalkan, seperti uang, harta, dan yang lainnya.

Wanita di Bawah Naungan Islam : Mencampuri Perempuan-Perempuan Hamba Sahaya

10 Ramadhan 1431H.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul

Setelah Islam menentukan batas maksimal di dalam berpologami, yaitu empat istri saja dan itupun dengan syarat mampu berlaku adil, Islam juga memperbolehkan bagi seorang tuan (majikan) tanpa batas mencampuri perempuan-perempuan hamba sahaya; karena itu adalah miliknya.

Para musuh Islam dengan berbagai kecenderungannya, dan dengan kehidupan hedonis yang tak mengenal batas, mereka menjadikan masalah mencampuri budak sahaya tersebut sebagai alat untuk menjelek-jelekkan Islam, di mana mereka beranggapan bahwa perbuatan seperti itu mengandung pelecehan terhadap martabat dan kehormatan para budak sahaya.

Mereka berpandangan demikian itu karena tidak mengetahui tujuan yang akan dicapai oleh Islam dibalik tasarri itu. Oleh karena itu mereka memandangnya sebagai tindakan pelecehan, sedangkan kita memandangnya sebagai suatau tujuan yang sangat mulia dari sekian tujuan-tujuan (maqashid) syari’at, sebab tujuan tersebut adalah membebaskan manusia dari penghambaan kepada manusia.

Sebagai penjelasan lebih lanjut terhadap hal yang masih belum diketahui oleh kebanyakan orang, terutama mereka yang tidak beriman kepada Islam, dan sebagai penjelasan terhadap hikmah (rahasia) di balik diperbolehkannya ber-tasarri tanpa batas tersebut adalah bahwa Islam sebenarnya tidak pernah mengadakan perbudakan dan tidak memerintahkannya; ketika Islam datang, perbudakan tengah menyebar luas di berbagai penjuru dunia, termasuk di Jazirah Arab itu sendiri.

Dengan berpijak pada prinsip gradual (bertahap) yang dijadikan Islam sebagai landasan dalam memecahkan berbagai prolematika yang telah mengakar di masyarakat, sesungguhnya Islam telah menanggulangi masalah perbudakan tersebut dengan penanggulangan yang sangat bijak dan bertujuan melumpuhkan sumber-sumber perbudakan lama secara mendasar, kecuali satu sumber, yaitu perbudakan tawanan peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir, baik pria maupun perempuan, yaitu berupa suatu tindakan yang diharuskan oleh prinsip mu’amalah dengan yang setimpal dalam peperangan.

Islam menetapkan tebusan (kaffarat) pembunuhan dengan tidak sengaja, yaitu membayar diyat kepada ahli waris yang terbunuh dan memerdekakan hamba sahaya.

Seorang budak boleh memerdekakan dirinya dengan membayar sejumlah bayaran sesuai dengan kesepakatan yang ia sepakati dengan majikannya.

Di antara kaffarat (tebusan) merusak sumpah adalah memerdekakan seorang hamba sahaya (budak).

Apabila seorang suami telah melakukan zhihar (menganggap istrinya sama dengan ibu kandungnya sendiri. Pent.), kemudian ia hendak merujuk kembali, maka ia tidak boleh melakukannya sebelum ia memerdekakan seorang hamba sahaya terlebih dahulu, jika ia mampu melakukannya.

Memerdekakan hamba sahaya dari keluarga dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda, “Barangsiapa yang memperbudak seseorang dari kerabat dekat yang diharamkan, maka budak itu merdeka.”

Barangsiapa yang ber-nadzar akan memerdekakan budak sahaya apabila cita-cita tertentu yang ia inginkan tercapai, maka ia wajib memenuhi nadzarnya bila cita-citanya itu tercapai.

Melakukan jima’ (bersetubuh) pada siang bulan suci Ramadhan dengan sengaja, maka puasanya batal, dan di antara tebusannya adalah memerdekakan seorang budak sahaya.

Islam memerdekakan ibu (perempuan budak) yang melahirkan anak dari majikannya. Maksudnya adalah bahwa seorang perempuan budak apabila melahirkan seorang anak dari hasil pergaulannya dengan majikannya, maka anak tersebut dengan sendirinya menjadi merdeka semenjak sesaat ia dilahirkan, dan ibunya pun menjadi merdeka dengan kematian majikannya. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Seorang perempuan budak apapun yang melahirkan anak dari hasil pergaulannya dengan majikannya, maka ia (majikan) tidak boleh menjualnya, tidak boleh menghibahkannya (kepada orang lain), dan tidak boleh mewariskannya (kepada ahli warisnya); dan ia boleh menggaulinya, lalu apabila ia (majikan) itu meninggal, maka si perempuan budak itu menjadi merdeka.”

Dari uraian di atas tampaklah rahasia (hikmah) Islam di balik dibolehkannya memiliki hamba sahaya (budak), yaitu sebagai salah satu sarana atau cara mengeringkan sumber-sumber perbudakan, agar semua manusia menjadi merdeka tidak menundukkan kepalanya kecuali hanya kepada Allah, dan agar setiap budak merasakan lezatnya kebebasan, dan supaya setiap manusia di tengah-tengah merasa sama dan sejajar, tidak ada yang lebih mulia daripada yang lain kecuali dengan taqwa.

Dari sini, jelaslah bahwa para musuh Islam tidak mengetahui tujuan-tujuan suci lagi mulia di balik diperbolehkannya memiliki budak sahaya di dalam Islam (budak tawanan perang).

Jadi, Islam tidak memerintahkan lebih daripada apa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa lain di dalam memperbudak para tawanan perang, baik laki-laki maupun perempuan dan tidak menyerahkan mereka ke negaranya kecuali dengan tebusan.

Wanita di Bawah Naungan Islam : Hakim dan Upaya Pembatalan Pengakuan

10 Ramadhan 1431H.
oleh : Said Abdul Aziz al-Jandul

Di antara hak prerogatif hakim adalah tidak menerima pengakuan seseorang bahwa ia telah berzina, dan menolak pengakuan itu semenjak awal orang itu datang dan memberikan pengakuan. Hakim boleh mendiktekan kepada orang itu kata-kata atau ungkapan yang membuatnya mau mencabut pengakuannya, dengan mengatakan kepadanya: “Barangkali kamu cuma mencium saja, atau cuma memegang saja”, dan ungkapan-ungkapan lainnya yang mengisyaratkan bahwa ia tidak terjerumus ke dalam zina. Lalu apabila laki-laki itu tetap mengulang-ulangi pengakuannya sampai empat kali,

sedangkan ia berakal sehat, maka hukum had pun baru boleh dilaksanakan, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Ma’iz bin Malik yang kisahnya diriwayatkan oleh Abu Hurairah, seraya berkata: “Sesungguhnya ada seorang lelaki dari kaum muslimin datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat beliau berada di dalam masjid. Lelaki itu memanggil beliau, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melakukan zina!” Namun beliau berpaling dan tidak menghiraukannya, bahkan beliau membuang muka darinya.

lalu si laki-laki itu berkata, “Hai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Rasulullah pun berpaling lagi, sampai orang itu mengulanginya hingga empat kali. Setelah lelaki itu memberikan kesaksian terhadap dirinya empat kali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya dan bersabda kepadanya, “Apakah kamu gila?” Ia jawab, “Tidak!” Nabi bertanya, “Apakah kamu telah menikah?” Ia jawab, “Ya!” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh para shahabatnya untuk membawa laki-laki itu dan kemudian merajamnya.

Dari kisah di atas jelas sekali bahwa sekali pun Islam menghukum berat pelaku zina, namun Islam juga memperketat hal-hal yang dapat dijadikan sebagai bukti perbuatan. Maka dari itu, hakim tidak boleh gegabah untuk melakukan hukuman sebelum semua syarat-syaratnya terpenuhi.

DOSA-DOSA YANG DIANGGAP BIASA : MEMANDANG WANITA DENGAN SENGAJA

oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid

22. MEMANDANG WANITA DENGAN SENGAJA

Allah berfirman, “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nur: 30)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,

فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ [أَيْ إِلَى مَا حَرَّمَ اللهُ

“Adapun zina mata adalah melihat (kepada apa yang diharamkan Allah).”( Hadits marfu’ riwayat Imam Ahmad, 2/69; Shahihul Jami’, 3047.)

Tetapi dikecualikan dari hukum di atas, bila melihat wanita untuk keperluan yang dibolehkan syari’at. Misalnya, seorang laki-laki memandang kepada wanita yang akan dilamarnya, demikian pula dengan dokter kepada pasiennya.

Hal yang sama juga berlaku untuk wanita. Wanita diharamkan memandang kepada laki-laki bukan mahram dengan pandangan yang menyebabkan fitnah. Allah berfirman, “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (An-Nur: 31)

Juga haram hukumnya memandang kepada laki-laki yang belum baligh dan laki-laki tampan dengan pandangan syahwat. Haram bagi laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Hal yang sama juga berlaku antar sesama wanita. Dan setiap aurat yang tidak boleh dilihat, tidak boleh pula untuk dipegang meski dengan dilapisi kain.

Termasuk perdayaan syetan adalah melihat gambar-gambar porno, baik di majalah, film, televisi, video, internet dan sebagainya. Sebagian mereka berdalih, semua itu hanyalah sekedar gambar, tidak hakikat yang sebenarnya.

Namun bukankah sangat jelas bahwa semua itu berpotensi merusak (akhlak) dan membangkitkan nafsu birahi?

Guan Eng tak tahu nama disebut dalam doa khutbah

10 Ramadhan 1431H.
Dzulfikar Mashoor

PETALING JAYA, 19 Ogos: Ketua Menteri Pulau Pinang, Lim Guan Eng mengaku bahawa beliau sendiri tidak mengetahui yang namanya disebut dalam doa dan khutbah Jumaat menggantikan nama Yang di-Pertuan Agong, Tuanku Mizan Zainal Abidin.

"Saya tidak sedar dan tidak mengetahui wujudnya penggunaan nama saya dalam khutbah kedua (sebelum) solat Jumaat sebagaimana didakwa, maka sudah tentu nama saya tidak harus (atau) tidak boleh digunakan," ujarnya petang tadi pada majlis berbuka puasa bersama wartawan media-media alternatif di sebuah restoran di sini, malam ini.

Baginya, dakwaan Datuk Seri Dr. Ahmad Zahid Hamidi, Pengerusi Badan Perhubungan Umno Pulau Pinang bermotif politik provokasi.

"Saya pun hairan bagaimana hanya masjid tertentu di Kepala Batas dan Tasek Gelugur saja yang berlaku demikian," soalnya sambil tidak menolak kemungkinan isu tersebut sebagai provokasi pihak tertentu.

Bagaimanapun, beliau mengarahkan Abdul Malik Kassim, Exco kerajaan negeri untuk menyiasat isu yang ditiupkan oleh Ahmad Zahid dan Umno itu.

"Saya pun baru tahu, saya sudah menghubungi YB Abdul Malik dan saya diberitahu bahawa memang tidak tahu perkara seperti yang didakwa Datuk Zahid Hamidi," ujarnya yang juga Setiausaha Agung DAP.

Sehubungan itu, beliau mencabar Ahmad Zahid mengemukakan bukti ekoran dakwaan berunsur provokasi itu.

Beliau turut menasihatkan Ahmad Zahid kembali bertaubat sempena kemuliaan bulan Ramadhan ini sekiranya dakwaannya itu adalah tidak benar.

Terdahulu, Bernama melaporkan Umno negeri memprotes penggunaan nama Ketua Menteri Pulau Pinang pada bacaan doa dan khutbah Jumaat bagi menggantikan penggunaan nama Tuanku Mizan.

Ahmad Zahid sendiri menuduh, penggunaan nama Guan Eng itu dikesan di beberapa masjid tertentu sejak beberapa minggu lepas.

Dijangkakan Guan Eng bakal menghadapi pelbagai cabaran lagi ekoran komitmennya mahu melihat rakyat tanpa berbilang kaum menikmati hidup yang lebih baik berbanding era Umno BN memerintah Pulau Pinang. Harakahdaily/-

RIDHUAN TEE MAHU JADI `SENATOR PINTU BELAKANG' JUGA KAH ?

10 Ramadhan 1431H.
Oleh: WFAUZDIN NS

APABILA membaca kenyataan dari Ridhuan Tee seorang Muallaf yang menggelar PAS sebagai parti yang suka mengkafirkan orang, hati saya merasa sakit. Selama ini saya amat menghormati orang yang saya panggil Ustaz itu, tetapi sekarang baru saya tahu Ridhuan Tee bukan seorang Ustaz jauh sekali orang politik, tetapi beliau masih mahu mencari publisiti di tepi-tepi jalan.

Saya bersetuju dengan kenyataan PAS, yang mahukan Ridhuan Tee memohon maaf kepada PAS terhadap kejahilan beliau itu. Selama ini saya tidak pernah memandang rendah terhadap pendakwah bebas kerana mereka mempunyai fungsi dan tanggungjawab masing-masing asalkan tidak lari dari hukum Islam yang ditetapkan.

Kini, Ridhuan Tee telah mencemarkan imej beliau selaku pendakwah bebas sebelum ini kerana bercakap dengan tidak menggunakan ilmu di dadanya.

Beliau boleh sahaja menegur atau mengkritik PAS mahu pun Umno atau sesiapa sahaja, tetapi hendaklah dengan fakta di samping nas dari Al-Quran dan Hadith sebagai pelengkap kebenaran tegurannya. Ridhuan Tee gagal berbuat demikian dan ini meletakkan beliau setaraf dengan pencacai Umno yang lain. Samada beliau mahu atau tidak memohon maaf kepada PAS, ianya sedikit pun tidak merugikan PAS tetapi sebaliknya Ridhuan Tee semakin dijauhi masyarakat akibat keceluparannya itu.

Disarankan Ridhuan Tee memasuki gelanggang politik selepas ini. Jangan hanya mengharapkan tuah datang menggolek dengan cara mengampu Umno tanpa perlu berjuang dalam politik. Mungkin teringin sangat untuk dilantik sebagai Senator dari pintu belakang. Wallahu Aklam./wfauzdin.blogspot.com

Beberapa Kesilapan Orang Yang Berpuasa

10 Ramadhan 1431H.
Email : nina mazrina

1. Tidak menetapkan niat fardhu puasa di setiap malam hari meskipun memadai dengan niat di awal Ramadhan.

2. Masih makan dan minum ketika azan Subuh.

3. Bersahur awal dan melewatkan berbuka.

4. Berlebih dalam menyediakan juadah berbuka sehingga menghilangkan keberkatan puasa.

5. Tidak menjaga solat fardhu atau melengah-lengkahkannya.

6. Tidak menjaga lidah dari ucapan sia-sia, mengumpat, memfitnah, berdusta dan lain-lain.

7. Membazir masa dengan melakukan kerja yang tidak berfaedah, menonton televisyen, mendengar radio dan sebagainya.

8. Meringan-ringkankan ibadah sunat (berdoa, berzikir, membaca Al-Quran, solat-solat sunat dan beristighfar).

9. Tidak menunaikan solat tarawih.

10. Hanya bersungguh-sungguh melakukan amalan di awal Ramadhan, kemudian mengurangkan amal ibadah di pertengahan Ramadhan lebih-lebih lagi di sepuluh malam terakhir.

11. Tidak menghidupkan sepuluh malam terakhir (Nabi mengejutkan ahli keluarganya beriqtikaf dan berqiamulail).

12. Bakhil dan kedekut harta serta tidak membantu orang yang berhajat dan tidak bersedekah.

13. Keluarnya wanita-wanita ke masjid dengan memakai perhiasan, wangian yang membawa fitnah.

14. Wanita keluar berduyun-duyun ke pasar membeli juadah (bercampur lelaki/perempuan yang bukan muhrim).

15. Tidak memperbanyakkan takbir di malam hari raya dan di hari raya lantaran sibuk dengan perhiasan rumah dan persediaan kuih-muih.

16. Lewat membayar zakat fitrah sehingga selesai solat hari raya.

17. Berhari raya dengan hawa nafsu, hiburan-hiburan yang melalaikan dan pembaziran yang melampau.

TANAH PERSATUAN INDIA DINDING: ZAMBRY JANGAN BOHONG RAKYAT

10 Ramadhan 1431H.

Dewan Pemuda PAS Negeri Perak (DPPN Pk) merasakan kenyataan penafian isu sebenar oleh Datuk Seri Dr Zambry Abdul Kadir berkaitan pembatalan proses pengambilalihan tanah seluas 2.02 hektar milik Persatuan India Dinding (DIA) di Manjung untuk membangunkan sebuah Sekolah Kebangsaan Simpang Empat atau lebih dikenali sebagai 'Sekolah Gandhi' adalah tidak benar sama sekali dan meragukan.

DPPN Pk melihat, latar belakang tanah tersebut yang dibeli oleh masyarakat India sebelum merdeka daripada wang sumbangan pekerja estet jelas bahawa tindakan meluluskan proses pengambilan tanah tersebut tidak melihat sejarah yang sebenar. Mengapa tidak dirujuk dahulu sejarah tanah tersebut sebelum Mesyuarat Exco Kerajaan Negeri meluluskan proses pengambilalihan tanah tersebut pada awal Ogos yang lalu?

Sudah tentu Kementerian Pelajaran Malaysia juga perlu merujuk dahulu kerajaan negeri kerana kuasa berkaitan tanah terletak di bawah bidang kuasa kerajaan negeri melalui Jabatan Tanah dan Galian Negeri Perak. Hanya Mesyuarat Exco Kerajaan Negeri yang boleh meluluskan perkara tersebut setelah semua kajian yang di buat oleh Jabatan Tanah dan Galian. Adalah sesuatu yang pelik apabila kerajaan negeri telah pun meluluskan tapak tersebut tanpa berbincang dan merujuk kepada status tanah yang ada.

Amat memalukan rakyat Negeri Perak apabila sebuah kerajaan negeri tidak mempunyai sistem pengurusan yang baik. DPPN Pk kesal Datuk Seri Zambry mempolitikkan isu tanah ini dan cuba memburukkan pihak lain yang membetulkan kesilapan mereka dan juga hak kepada yang sepatutnya. DPPN Pk mendesak Datuk Seri Zambry memohon maaf kepada Persatuan India Dinding, masyarakat India dan juga seluruh rakyat di atas pembohongannya.


DR RAJA AHMAD AL-HISS
Setiausaha,
Dewan Pemuda PAS Negeri Perak.