16 November 2010

Media Tanpa Etika Patut Di Ajar

09 Zulhijjah 1431H.
Mohd Sabri Said

PERMATANG PAUH, 16 Nov: Ketua Dewan Pemua PAS Pusat, Ustaz Nasrudin Hasan at-Tantawi (gambar) menegaskan, memang layak media yang tidak beretika mesti diajar sebagai teladan untuk mereka mengkaji semula laporan yang berat sebelah.

Berucap pada malam penutup Karnival Sekolah Rendah Islam Bahrul Ulum (SRIBU) malam tadi, beliau berkata tindakan yang diambil oleh Kerajaan Negeri Kedah melarang media pro Umno membuat liputan persidangan Dewan Undangan Negeri (Dun) merupakan reaksi biasa sebagai protes bukanya menghalang kebebasan media.

"Tindakan Menteri Besar Kedah, Datuk Seri Azizan memang patut sebab media pro Umno buat liputan berat sebelah berkaitan banjir. Media hanya tumpukan pada sumbangan Kerajaan Pusat, seolah-olah menidakkan bantuan kerajaan negeri. Lepas tu hentam tanpa bagi peluang Menteri Besar menjawab," terangnya.

Sebagai contoh, katanya ketika bantuan Dewan Pemuda PAS Pusat yang berkampung di Kubang Rotan di mana mangsa banjir diberikan sumbangan dan disajikan gulai daging lembu pada hari pertama, pada hari kedua pula ayam masak merah manakala hari ketiga gulai telur ikan masin.

“Bila hari ketiga, datang TV3 dan terus menemu ramah mangsa yang dihidangkan gulai telur ikan masin. Mereka buat cerita bukan-bukan kononnya mangsa diberikan hidangan yang tidak seberapa, ada pilih kasih dan seumpamanya.

"Itulah kejahatan yang dibuat, mereka mencipta isu demi kepentingan Umno dan Barisan Nasiona (BN). Mereka meninggalkan etika yang mengkehendaki bersikap jujur dan tulus pada sebarang laporan," jelasnya kecewa.

Dewan Pemuda PAS Pusat juga menyifatkan, laporan yang dibuat oleh media pro Umno itu didalangi oleh beberapa individu yang sengaja mengambil kesempatan berlakunya banjir terburuk yang melanda Negeri Kedah.

Beliau juga yakin peristiwa yang berlaku itu tidak akan mendorong rakyat untuk kembali ke pangkuan Umno yang telah membohongi mereka sejak 50 tahun lalu.

"Rakyat Kedah pasti tahu cerita sebenar apa yang berlaku. Semua itu pembohongan media pro Umno yang senantiasa mencari ruang untuk mereka mengucar-kacirkan pemerintah Pakatan Rakyat,” katanya.

Ganesan dicabar tanpa provokasi

09 Zulhijjah 1431H.
Hazayani Zakaria

KUALA LUMPUR, 16 Nov: Adun Titi Serong, Khalil Idham Lim (gambar) mencabar Speaker Dewan Undangan Negeri (Dun) Perak, R. Ganesan memastikan sidang pada 30 November ini berjalan dengan lancar tanpa provokasi daripada Adun Barisan Nasional.

Khalil selaku Ketua Sekretariat Pakatan Rakyat negeri berkata, sebelum ini Ganesan gagal menunaikan janjinya memastikan sidang berjalan lancar apabila banyak perkara yang bertentangan dengan peraturan dewan dilakukan Adun BN. "Kalau berani saya cabar Ganesan pastikan sidang berjalan tanpa ada gangguan.

"Bukankah sebelum BN kalah dalam pilihan raya umum ke-12 di Perak dia mampu kendalikan sidang tanpa gangguan polis. Kenapa selepas kalah polis begitu ramai?

"Seperti sidang sebelum ini Ganesan juga menjanjikan perkara yang sama tetapi tidak ditunaikan, dan tidak selayaknya seorang speaker berbohong," katanya yang juga Ketua Penerangan PAS Perak.
Khalil turut menuntut Ganesan menjelaskan mengenai kepincangan sidang Dun sebelum ini, yang disifatkan sebagai tidak mengikut amalan demokrasi.
"Saya tuntut Ganesan untuk menyatakan sikapnya kepada kepincangan sidang Dun sebelum ini dan adakah perkara tersebut akan berulang lagi.

"Sebetulnya banyak lagi kepincangan dalam setiap kali sidang sejak BN rampas kuasa pada 6 Feb 2009," katanya.

Ia termasuk pembesar suara Adun Pakatan tidak berfungsi, pemerhati luar dihalang untuk hadir sidang, hanya media pro BN yang dibenarkan membuat liputan dan tidak kurang dari 300 orang polis berpakaian seragam berkawal di luar dan dalam dewan.

Tambah Khalil, meskipun BN namun mereka tetap menyalahkan Pakatan dan memburuk-burukkanya melalui media.

"Yang memalukan Adun PR yang yang sering dipersalahkan sedangkan semuanya berpunca dari BN.

"Saya rasa sekali lagi hasrat kami untuk bersidang dan berbahas dengan baik tanpa ganguan masih tidak terjamin," katanya lagi.
Ganesan seperti dilaporkan sebuah akhbar semalam, meminta wakil rakyat supaya mengelak daripada menimbulkan kekecohan semasa Sidang Dun Penggal Ketiga yang akan bermula 30 November ini.

Beliau dilaporkan sebagai berkata, tidak akan teragak-agak untuk mengambil tindakan tegas terhadap wakil rakyat yang menimbul kekecohan berdasarkan Perintah-Perintah Tetap Dewan Perhimpunan Undangan Negeri Perak.

Katanya, sebanyak 59 notis telah dihantar kepada kesemua Adun pada 28 Oktober lalu untuk menghadiri sidang kali ini.

Panduan Ibadah Qurban ( 2 )

09 Zulhijjah 1431H.

Hewan yang disukai dan lebih utama untuk diqurbankan

Hendaknya hewan yang diqurbankan adalah hewan yang gemuk dan sempurna. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “…barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu adalah berasal dari ketakwaan hati.” (Qs. Al Hajj: 32) Berdasarkan ayat ini Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan bahwa orang yang berqurban disunnahkan untuk memilih hewan qurban yang besar dan gemuk. Abu Umamah bin Sahl mengatakan, “Dahulu kami di Madinah biasa memilih hewan yang gemuk dalam berqurban. Dan memang kebiasaan kaum muslimin ketika itu adalah berqurban dengan hewan yang gemuk-gemuk.” (HR. Bukhari secara mu’allaq namun disampaikan dengan kalimat tegas dan disambungkan sanadnya oleh Abu Nu’aim dalam Al Mustakhraj, sanadnya hasan)

Diantara ketiga jenis hewan qurban maka menurut mayoritas ulama yang paling utama adalah berqurban dengan onta, kemudian sapi kemudian kambing, jika biaya pengadaan masing-masing ditanggung satu orang (bukan urunan). Dalilnya adalah jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya oleh Abu Dzar radhiallahu ‘anhu tentang budak yang lebih utama. Beliau bersabda, “Yaitu budak yang lebih mahal dan lebih bernilai dalam pandangan pemiliknya.” (HR. Bukhari dan Muslim). (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/374)

Manakah yang lebih baik, ikut urunan sapi atau qurban satu kambing?

Sebagian ulama menjelaskan qurban satu kambing lebih baik dari pada ikut urunan sapi atau onta, karena tujuh kambing manfaatnya lebih banyak dari pada seekor sapi (lih. Shahih Fiqh Sunnah, 2/375, Fatwa Lajnah Daimah no. 1149 & Syarhul Mumthi’ 7/458). Disamping itu, terdapat alasan lain diantaranya:

1.Qurban yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utuh satu ekor, baik kambing, sapi, maupun onta, bukan 1/7 sapi atau 1/10 onta.
2.Kegiatan menyembelihnya menjadi lebih banyak. Lebih-lebih jika hadis yang menyebutkan keutamaan qurban di atas statusnya shahih (lih. Hadis pada pembahasan keutamaan berqurban). Hal ini juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh penulis kitab Al Muhadzab As Saerozi As Syafi’i. (lih. Al Muhadzab 1/74).
3.Terdapat sebagian ulama yang melarang urunan dalam berqurban, diantaranya adalah Mufti Negri Saudi Syaikh Muhammad bin Ibrahim (lih. Fatwa Lajnah 11/453). Namun pelarangan ini didasari dengan qiyas (analogi) yang bertolak belakang dengan dalil sunnah, sehingga jelas salahnya. Akan tetapi, berqurban dengan satu ekor binatang utuh, setidaknya akan mengeluarkan kita dari perselisihan ulama.
Apakah harus jantan?

Tidak ada ketentuan jenis kelamin hewan qurban. Boleh jantan maupun betina. Dari Ummu Kurzin radhiallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aqiqah untuk anak laki-laki dua kambing dan anak perempuan satu kambing. Tidak jadi masalah jantan maupun betina.” (HR. Ahmad 27900 & An Nasa’i 4218 dan dishahihkan Syaikh Al Albani). Berdasarkan hadis ini, As Saerozi As Syafi’i mengatakan: “Jika dibolehkan menggunakan hewan betina ketika aqiqah berdasarkan hadis ini, menunjukkan bahwa hal ini juga boleh untuk berqurban.” (Al Muhadzab 1/74)

Namun umumnya hewan jantan itu lebih baik dan lebih mahal dibandingkan hewan betina. Oleh karena itu, tidak harus hewan jantan namun diutamakan jantan.

Larangan bagi yang hendak berqurban

Orang yang hendak berqurban dilarang memotong kuku dan memotong rambutnya. Yang dilarang untuk dipotong kuku dan rambutnya di sini adalah orang yang hendak qurban bukan hewan qurbannya. Dari Ummu Salamah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Apabila engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah) sedangkan diantara kalian ingin berqurban maka janganlah dia menyentuh sedikitpun bagian dari rambut dan kulitnya.” (HR. Muslim)

Larangan tersebut berlaku untuk cara apapun dan untuk bagian kuku maupun rambut manapun. Artinya mencakup larangan mencukur gundul atau mencukur sebagian saja, atau sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak (lihat Shahih Fiqih Sunnah II/376).

Apakah larangan ini hanya berlaku untuk kepala keluarga ataukah berlaku juga untuk semua anggota keluarga shohibul qurban?

Jawab: Larangan ini hanya berlaku untuk kepala keluarga (shohibul qurban) dan tidak berlaku bagi anggota keluarganya. Karena 2 alasan:

•Dlahir hadis menunjukkan bahwa larangan ini hanya berlaku untuk yang mau berqurban.
•Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berqurban untuk dirinya dan keluarganya. Namun belum ditemukan riwayat bahwasanya beliau melarang anggota keluarganya untuk memotong kuku maupun rambutnya. (Syarhul Mumti’ 7/529)
Waktu penyembelihan

Waktu penyembelihan qurban adalah pada hari Iedul Adha dan 3 hari sesudahnya (hari tasyriq). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap hari taysriq adalah (hari) untuk menyembelih (qurban).” (HR. Ahmad dan Baihaqi) Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam. Baik siang maupun malam sama-sama dibolehkan. Namun menurut Syaikh Al Utsaimin, melakukan penyembelihan di waktu siang itu lebih baik. (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 33).

Kemudian, para ulama sepakat bahwa menyembelih qurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar di hari Iedul Adha. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat Ied maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri (bukan qurban). Dan barangsiapa yang menyembelih sesudah shalat itu maka qurbannya sempurna dan dia telah menepati sunnahnya kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim) (lihat Shahih Fiqih Sunnah II/377)

Tempat penyembelihan

Tempat yang disunnahkan untuk menyembelih adalah tanah lapangan tempat shalat ied diselenggarakan. Terutama bagi tokoh masyarakat, dianjurkan untuk menyembelih qurbannya di lapangan dalam rangka memberitahukan kepada kaum muslimin bahwa qurban sudah boleh dilakukan dan sekaligus mengajari tata cara qurban yang baik. Ibnu ‘Umar mengatakan, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyembelih kambing dan onta (qurban) di lapangan tempat shalat.” (HR. Bukhari 5552)

Akan tetapi, dibolehkan untuk menyembelih qurban di tempat manapun yang disukai, baik di rumah sendiri ataupun di tempat lain. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/378)

Siapakah yang menyembelih qurban?

Dianjurkan bagi shohibul qurban untuk menyembelih hewan qurbannya sendiri jika mampu menyembelih dengan baik. Namun boleh diwakilkan kepada orang lain. Syaikh Ali bin Hasan mengatakan: “Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama’ dalam masalah ini.” Hal ini berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu di dalam Shahih Muslim yang menceritakan bahwa pada saat qurban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih beberapa onta qurbannya dengan tangan beliau sendiri kemudian sisanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu untuk disembelih. (lih. Ahkaamul Idain, 32)

Tata cara penyembelihan

1.Sebaiknya pemilik qurban menyembelih hewan qurbannya sendiri jika mampu menyembelih dengan baik.
2.Apabila pemilik qurban tidak bisa menyembelih sendiri maka sebaiknya dia ikut datang menyaksikan penyembelihannya.
3.Hendaknya memakai alat yang tajam untuk menyembelih.
4.Hewan yang disembelih dibaringkan di atas lambung kirinya dan posisi kaki-kakinya ke arah kiblat.
5.Leher hewan diinjak dengan telapak kaki kanan penyembelih, sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian pisau ditekan kuat-kuat supaya cepat putus.
6.Ketika akan menyembelih disyari’akan membaca bismillaahi wallaahu akbar ketika menyembelih. Untuk bacaan bismillah (tidak perlu ditambahi Ar Rahman dan Ar Rahiim) hukumnya wajib menurut Imam Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, sedangkan menurut Imam Syafi’i hukumnya sunnah. Adapun bacaan takbir – Allahu Akbar – para ulama sepakat kalau hukum membaca takbir ketika menyembelih ini adalah sunnah dan bukan wajib. Kemudian diikuti bacaan:
- hadza minka wa laka. (HR. Abu Dawud 2795) Atau
- hadza minka wa laka ‘anni atau ‘an fulan (disebutkan nama shahibul qurban). atau
- Berdoa agar Allah menerima qurbannya dengan doa, Allahumma taqabbal minni atau min fulan (disebutkan nama shahibul qurban) (lih. Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 92)
Catatan: Tidak terdapat do’a khusus yang panjang bagi shohibul qurban ketika hendak menyembelih. Wallahu a’lam.

Bolehkah mengucapkan shalawat ketika menyembelih?

Tidak boleh mengucapkan shalawat ketika hendak menyembelih, karena 2 alasan:

1.Tidak terdapat dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan shalawat ketika menyembelih. Sementara beribadah tanpa dalil adalah perbuatan bid’ah.
2.Bisa jadi orang akan menjadikan nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai wasilah ketika qurban. Atau bahkan bisa jadi seseorang membayangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyembelih, sehingga sembelihannya tidak murni untuk Allah. (lih. Syarhul Mumti’ 7/492)
Pemanfaatan hasil sembelihan

Bagi pemilik hewan qurban dibolehkan memanfaatkan daging qurbannya, melalui:

1.Dimakan sendiri dan keluarganya, bahkan sebagian ulama menyatakan shohibul qurban wajib makan bagian hewan qurbannya. Termasuk dalam hal ini adalah berqurban karena nadzar menurut pendapat yang benar.
2.Disedekahkan kepada orang yang membutuhkan.
3.Dihadiahkan kepada orang yang kaya.
4.Disimpan untuk bahan makanan di lain hari. Namun penyimpanan ini hanya dibolehkan jika tidak terjadi musim paceklik atau krisis makanan.
Dari Salamah bin Al Akwa’ dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa diantara kalian yang berqurban maka jangan sampai dia menjumpai subuh hari ketiga sesudah hari raya sedangkan dagingnya masih tersisa walaupun sedikit.” Ketika datang tahun berikutnya maka para sahabat mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah kami harus melakukan sebagaimana tahun lalu?” Maka beliau menjawab, “(Adapun sekarang) Makanlah sebagian, sebagian lagi berikan kepada orang lain dan sebagian lagi simpanlah. Pada tahun lalu masyarakat sedang mengalami kesulitan (makanan) sehingga aku berkeinginan supaya kalian membantu mereka dalam hal itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut mayoritas ulama perintah yang terdapat dalam hadits ini menunjukkan hukum sunnah, bukan wajib (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/378). Oleh sebab itu, boleh mensedekahkan semua hasil sembelihan qurban. Sebagaimana diperbolehkan untuk disedekahkan seluruhnya kepada orang miskin dan sedikitpun tidak diberikan kepada orang kaya. (Minhaajul Muslim, 266).

Bolehkah memberikan daging qurban kepada orang Kafir?

Ulama madzhab Malikiyah berpendapat makruhnya memberikan daging qurban kepada orang kafir. Imam Malik mengatakan: “(diberikan) kepada selain mereka (orang kafir) lebih aku sukai.” Sedangkan Syafi’iyah berpendapat haramnya memberikan daging qurban kepada orang kafir untuk qurban yang wajib (misalnya qurban nadzar, pen.) dan makruh untuk qurban yang sunnah. (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 29843). Al Baijuri As Syafi’i mengatakan: “Dalam Al Majmu’ (Syarhul Muhadzab) disebutkan, boleh memberikan sebagian qurban sunnah kepada kafir dzimmi yang miskin. Tapi ketentuan ini tidak berlaku untuk qurban yang wajib.” (Hasyiyah Al Baijuri 2/310)

Lajnah Daimah (Majlis Ulama’ saudi Arabia) ditanya tentang hukum memberikan daging qurban kepada orang kafir.
Jawaban Lajnah:

“Kita dibolehkan memberi daging qurban kepada orang kafir Mu’ahid [1] baik karena statusnya sebagai orang miskin, kerabat, tetangga, atau karena dalam rangka menarik simpati mereka… namun tidak dibolehkan memberikan daging qurban kepada orang kafir Harby, karena kewajiban kita kepada kafir harby adalah merendahkan mereka dan melemahkan kekuatan mereka. Hukum ini juga berlaku untuk pemberian sedekah. Hal ini berdasarkan firman Allah, yang artinya:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al Mumtahanah 8)

Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan Asma’ binti Abu Bakr radhiallahu ‘anhu untuk menemui ibunya dengan membawa harta padahal ibunya masih musyrik.” (Fatwa Lajnah Daimah no. 1997)

Kesimpulannya, memberikan bagian hewan qurban kepada orang kafir dibolehkan karena status hewan qurban sama dengan sedekah atau hadiah. Dan kita diperbolehkan memberikan sedekah maupun hadiah kepada orang kafir. Sedangkan pendapat yang melarang adalah pendapat yang tidak kuat karena tidak berdalil.

Larangan memperjual-belikan hasil sembelihan

Tidak diperbolehkan memperjual-belikan bagian hewan sembelihan, baik daging, kulit, kepala, tengkleng, bulu, tulang maupun bagian yang lainnya. Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan aku untuk mengurusi penyembelihan onta qurbannya. Beliau juga memerintahkan saya untuk membagikan semua kulit tubuh serta kulit punggungnya. Dan saya tidak diperbolehkan memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan terdapat ancaman keras dalam masalah ini, sebagaimana hadis berikut:

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (HR. Al Hakim 2/390 & Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan: Hasan)

Tetang haramnya pemilik hewan menjual kulit qurban merupakan pendapat mayoritas ulama, meskipun Imam Abu Hanifah menyelisihi mereka. Namun mengingat dalil yang sangat tegas dan jelas maka pendapat siapapun harus disingkirkan.

Catatan:

•Termasuk memperjual-belikan bagian hewan qurban adalah menukar kulit atau kepala dengan daging atau menjual kulit untuk kemudian dibelikan kambing. Karena hakekat jual-beli adalah tukar-menukar meskipun dengan selain uang.
•Transaksi jual-beli kulit hewan qurban yang belum dibagikan adalah transaksi yang tidak sah. Artinya penjual tidak boleh menerima uang hasil penjualan kulit dan pembeli tidak berhak menerima kulit yang dia beli. Hal ini sebagaimana perkataan Al Baijuri: “Tidak sah jual beli (bagian dari hewan qurban) disamping transaksi ini adalah haram.” Beliau juga mengatakan: “Jual beli kulit hewan qurban juga tidak sah karena hadis yang diriwayatkan Hakim (baca: hadis di atas). (Fiqh Syafi’i 2/311).
•Bagi orang yang menerima kulit dibolehkan memanfaatkan kulit sesuai keinginannya, baik dijual maupun untuk pemanfaatan lainnya, karena ini sudah menjadi haknya. Sedangkan menjual kulit yang dilarang adalah menjual kulit sebelum dibagikan (disedekahkan), baik yang dilakukan panitia maupun shohibul qurban.
Nasehat & Solusi untuk masalah kulit

Satu penyakit kronis yang menimpa ibadah qurban kaum muslimin bangsa kita, mereka tidak bisa lepas dari ‘fiqh praktis’ menjual kulit atau mengupah jagal dengan kulit. Memang kita akui ini adalah jalan pintas yang paling cepat untuk melepaskan diri dari tanggungan mengurusi kulit. Namun apakah jalan pintas cepat ini menjamin keselamatan???

Bertaqwalah kepada Allah wahai kaum muslimin… sesungguhnya ibadah qurban telah diatur dengan indah dan rapi oleh Sang Peletak Syari’ah. Jangan coba-coba untuk keluar dari aturan ini karena bisa jadi qurban kita tidak sah. Berusahalah untuk senantiasa berjalan sesuai syari’at meskipun jalurnya ‘kelihatannya’ lebih panjang dan sedikit menyibukkan. Jangan pula terkecoh dengan pendapat sebagian orang, baik ulama maupun yang ngaku-ngaku ulama. Karena manusia yang berhak untuk ditaati secara mutlak hanya satu yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka semua pendapat yang bertentangan dengan hadis beliau harus dibuang jauh-jauh.

Tidak perlu bingung dan merasa repot. Bukankah Ali bin Abi Thalib t pernah mengurusi qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya 100 ekor onta?! Tapi tidak ada dalam catatan sejarah bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bingung ngurusi kulit dan kepala. Demikianlah kemudahan yang Allah berikan bagi orang yang secara penuh mengikuti aturan syari’at. Namun bagi mereka (baca: panitia) yang masih merasa bingung ngurusi kulit, bisa dilakukan beberapa solusi berikut:

•Kumpulkan semua kulit, kepala, dan kaki hewan qurban. Tunjuk sejumlah orang miskin sebagai sasaran penerima kulit. Tidak perlu diantar ke rumahnya, tapi cukup hubungi mereka dan sampaikan bahwa panitia siap menjualkan kulit yang sudah menjadi hak mereka. Dengan demikian, status panitia dalam hal ini adalah sebagai wakil bagi pemilik kulit untuk menjualkan kulit, bukan wakil dari shohibul qurban dalam menjual kulit.
•Serahkan semua atau sebagian kulit kepada yayasan islam sosial (misalnya panti asuhan atau pondok pesantren). (Terdapat Fatwa Lajnah yang membolehkan menyerahkan bagian hewan qurban kepada yayasan).
Larangan mengupah jaga dengan bagian hewan sembelihan

Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bahwa “Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengurusi penyembelihan ontanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikitpun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim). Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/379).

Syaikh Abdullah Al Bassaam mengatakan, “Tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin…” (Taudhihul Ahkaam, IV/464). Pernyataan beliau semakna dengan pernyataan Ibn Qosim yang mengatakan: “Haram menjadikan bagian hewan qurban sebagai upah bagi jagal.” Perkataan beliau ini dikomentari oleh Al Baijuri: “Karena hal itu (mengupah jagal) semakna dengan jual beli. Namun jika jagal diberi bagian dari qurban dengan status sedekah bukan upah maka tidak haram.” (Hasyiyah Al Baijuri As Syafi’i 2/311).

Adapun bagi orang yang memperoleh hadiah atau sedekah daging qurban diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, bisa dimakan, dijual atau yang lainnya. Akan tetapi tidak diperkenankan menjualnya kembali kepada orang yang memberi hadiah atau sedekah kepadanya (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, 69)

Menyembelih satu kambing untuk makan-makan panitia? Atau Panitia dapat jatah khusus?

Status panitia maupun jagal dalam pengurusan hewan qurban adalah sebagai wakil dari shohibul qurban dan bukan amil[2]. Karena statusnya hanya sebagai wakil maka panitia qurban tidak diperkenankan mengambil bagian dari hewan qurban sebagai ganti dari jasa dalam mengurusi hewan qurban. Untuk lebih memudahkan bisa diperhatikan ilustrasi kasus berikut:

Adi ingin mengirim uang Rp 1 juta kepada Budi. Karena tidak bisa ketemu langsung maka Adi mengutus Rudi untuk mengantarkan uang tersebut kepada Budi. Karena harus ada biaya transport dan biaya lainnya maka Adi memberikan sejumlah uang kepada Rudi. Bolehkah uang ini diambilkan dari uang Rp 1 juta yang akan dikirimkan kepada Budi?? Semua orang akan menjawab: “TIDAK BOLEH KARENA BERARTI MENGURANGI UANGNYA BUDI.” Status Rudi pada kasus di atas hanyalah sebagai wakil Adi. Demikian pula qurban. Status panitia hanya sebagai wakil pemilik hewan, sehingga dia tidak boleh mengambil bagian qurban sebagai ganti dari jasanya.

Oleh karena itu, jika menyembelih satu kambing untuk makan-makan panitia, atau panitia dapat jatah khusus sebagai ganti jasa dari kerja yang dilakukan panitia maka ini tidak diperbolehkan.

Namun hal ini bukan berarti bahwa panitia tidak mendapat jatah dari hewan qurban. Yang tidak boleh adalah ketika panitia mendapatkan jatah lebih dalam pembagian hewan qurban, baik itu bentuknya sudah matang maupun daging mentah, sebagai ganti dari jasa mereka yang telah mengurusi hewan qurban. panitia tetap mendapatkan jatah qurban namun jatah mereka sama dengan jatah yang diberikan kepada warga lainnya.

Agar tidak meninggalkan kerancuan, kita perhatikan dua contoh cara pembagian qurban yang dibolehkan dan pembagian yang terlarang, sebagai berikut:

Contoh cara pembagian yang dibolehkan: warga desa kampung A berqurban 5 ekor sapi & 13 ekor kambing. Setelah dihitung, masing-masing kepala keluarga mendapat jatah 2 Kg daging sapi dan ½ kg daging kambing. Semua merata tanpa memperhatikan status, baik panitia maupun bukan panitia.

Contoh cara pembagian yang terlarang 1: warga desa kampung A berqurban 5 ekor sapi & 13 ekor kambing. Setelah dihitung, masing-masing kepala keluarga mendapat jatah 2 Kg daging sapi dan ½ Kg daging kambing. Khusus untuk panitia mendapat jatah tambahan masing-masing ½ Kg daging sapi sebagai ganti jasa mereka yang telah mengurusi hewan qurban. Dalam keluarga Pak Ahmad ada 4 orang yang terlibat sebagai panitia, yaitu Pak Ahmad, Bu Ahmad, dan 2 putranya. Sehingga keluarga Pak Ahmad mendapat jatah 4 Kg daging sapi dan ½ Kg daging kambing. Keluarga Pak Ahmad mendapat kelebihan jatah 2 Kg sapi karena anggota keluarganya yang terlibat 4 orang x ½ Kg = 2 Kg.

Contoh cara pembagian yang terlarang 2: Sebagai bentuk imbal jasa bagi panitia qurban maka takmir mengambil 1 ekor kambing untuk disembelih sebagai jamuan makan bersama bagi panitia. Di samping itu, panitia juga mendapat jatah yang sama dengan warga lainnya. Dengan demikian, panitia mendapat tambahan jatah pembagian qurban yang mereka jadikan sebagai menu makan bersama.

Mengirim sejumlah uang untuk dibelikan hewan qurban di tempat tujuan (di luar daerah pemilik hewan) dan disembelih di tempat tersebut? Atau mengirimkan hewan hidup ke tempat lain untuk di sembelih di sana?

Pada asalnya tempat menyembelih qurban adalah daerah orang yang berqurban. Karena orang-orang yang miskin di daerahnya itulah yang lebih berhak untuk disantuni. Sebagian syafi’iyah mengharamkan mengirim hewan qurban atau uang untuk membeli hewan qurban ke tempat lain – di luar tempat tinggal shohibul qurban – selama tidak ada maslahat yang menuntut hal itu, seperti penduduk tempat shohibul qurban yang sudah kaya sementara penduduk tempat lain sangat membutuhkan. Sebagian ulama membolehkan secara mutlak (meskipun tidak ada tuntutan maslahat). Sebagai jalan keluar dari perbedaan pendapat, sebagian ulama menasehatkan agar tidak mengirim hewan qurban ke selain tempat tinggalnya. Artinya tetap disembelih di daerah shohibul qurban dan yang dikirim keluar adalah dagingnya. (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 2997, 29048, dan 29843 & Shahih Fiqih Sunnah, II/380)

Kesimpulannya, berqurban dengan model seperti ini (mengirim hewan atau uang dan bukan daging) termasuk qurban yang sah namun menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tiga hal:

1.Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiallahu ‘anhu, tidak pernah mengajarkannya.
2.Hilangnya sunnah anjuran untuk disembelih sendiri oleh shohibul qurban.
3.Hilangnya sunnah anjuran untuk makan bagian dari hewan qurban.
Wallaahu waliyut taufiq.

Demikian yang bisa kami sajikan. Sebagai pelengkap kami sarankan untuk membaca buku: Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diterjemahkan Ustadz Aris Munandar hafizhahullah dari ringkasan Kitab Ahkaam Udh-hiyah wadz Dzakaah karya Syaikh Al Utsaimin rahimahullah. Semoga risalah yang ringkas sebagai pelengkap untuk tulisan saudaraku Abu Muslih hafizhahullah ini bermanfaat dan menjadi amal yang diterima oleh Allah ta’ala, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta seluruh pengikut beliau yang setia. Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin.

***

Footnote:

[1] Kafir Mu’ahid: orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin. Termasuk orang kafir mu’ahid adalah orang kafir yang masuk ke negeri islam dengan izin resmi dari pemerintah. Kafir Harby: orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Kafir Dzimmi: orang kafir yang hidup di bawah kekuasaan kaum muslimin.

[2] Sebagian orang menyamakan status panitia qurban sebagaimana status amil dalam zakat. Bahkan mereka meyebut panitia qurban dengan ‘amil qurban’. Akibatnya mereka beranggapan panitia memiliki jatah khusus dari hewan qurban sebagaimana amil zakat memiliki jatah khusus dari harta zakat.

Yang benar, amil zakat tidaklah sama dengan panitia pengurus qurban. Karena untuk bisa disebut amil, harus memenuhi beberapa persyaratan. Sementara pengurus qurban hanya sebatas wakil dari shohibul qurban, sebagaimana status sahabat Ali radhiallahu ‘anhu dalam mengurusi qurban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tidak ada riwayat Ali radhiallahu ‘anhu mendapat jatah khusus dari qurbannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

***
Penulis: Ammi Nur Baits
Artikel www.muslim.or.id

Hukum Hakam Korban (1)

09 Zulhijjah 1431H.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang ertinya, Maka solatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah haiwan.” (Qs. Al Kautsar: 2) Syaikh Abdullah Alu Bassaam menyatakan, “Sebahagian ulama ahli tafsir menyatakan; yang dimaksud dengan menyembelih haiwan adalah menyembelih haiwan korban setelah solat Ied.” Pendapat ini dinukil daripada Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534, Taudhihul Ahkaam IV/450, & Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih haiwan korban biasa disebut dengan nama Al Udh-hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis).

Pengertian Udh-hiyah

Udh-hiyah adalah haiwan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah kerana datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366)

Keutamaan Korban

Menyembelih korban termasuk amal salih yang paling utama. ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (korban), maka hendaknya kalian merasa senang kerananya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Hakim dengan sanad sahih, lihat Taudhihul Ahkam, IV/450)

Hadis di atas didhaifkan oleh Syaikh Al Albani (Dhaif Ibn Majah, 671). Namun kegoncangan hadis di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berkorban. Banyak ulama menjelaskan bahawa menyembelih haiwan korban pada hari idul Adlha lebih utama daripada sedekah yang senilai atau seharga dengan haiwan korban, atau bahkan lebih utama daripada sedekah yang lebih banyak daripada nilai haiwan korban. Ini kerana maksud terpenting dalam berkorban adalah mendekatkan diri kepada Allah. Bukan semata-mata nilai binatangnya. Disamping itu, menyembelih korban lebih menampakkan syi’ar islam dan lebih sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (lihat Shahih Fiqh Sunnah 2/379 & Syarhul Mumthi’ 7/521)

Hukum Korban

Dalam hal ini para ulama terbahagi dalam dua pendapat:

Pertama: Wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad beserta beberapa ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Ibnu ‘Uthaimin rahimahumullah. Syaikh Ibn Uthaimin menyatakan: “Pendapat yang menyatakan wajib itu nampak lebih kuat daripada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampu…” (lih. Syarhul Mumti’, III/408)

Di antara dalilnya adalah hadis Abu Hurairah yang menyatakan bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mahu berkorban maka jangan sekali-kali mendekati tempat solat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

Pendapat kedua menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat majoriti ulama iaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan riwayat dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Beliau menyatakan, “Sesungguhnya aku sedang tidak berkorban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan kerana aku khuatir kalau tetanggaku menyangka korban itu adalah wajib bagiku.” (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih).

Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, “Aku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berkorban.” (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih) Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahawa korban itu wajib.” (lihat Al Muhalla 5/295, dinukil dari Shahih Fiqih Sunnah II/367-368, dan Taudhihul Ahkaam, IV/454).

Dalil-dalil di atas merupakan dalil pokok yang digunakan masing-masing pendapat. Jika digabungkan semuanya menunjukkan masing-masing pendapat sama kuat. Sebahagian ulama memberikan jalan keluar dari perselisihan dengan menasihatkan: “…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berkorban. Ini kerana dengan berkorban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan, wallahu a’lam. (Tafsir Adwa’ul Bayan, 1120).

Yakinlah…! Bagi mereka yang berkorban, Allah akan segera memberikan ganti belanja korban yang dia keluarkan. Ini kerana setiap pagi Allah mengutus dua malaikat, yang satu berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.” Dan yang kedua berdo’a: “Yaa Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (kedekut).” (HR. Al-Bukhari 1374 & Muslim 1010).

Haiwan yang Boleh Digunakan untuk Korban

Haiwan korban hanya boleh dari jenis Bahiimatul Al An’aam (haiwan ternak). Dalilnya adalah firman Allah yang ertinya, “Dan bagi setiap umat Kami berikan tuntutan berkorban agar kalian mengingat nama Allah atas rezeki yang dilimpahkan kepada kalian berupa haiwan-haiwan ternak (bahiimatul an’aam).” (Qs. Al Hajj: 34).

Dalam bahasa arab, yang dimaksud Bahiimatul Al An’aam hanya merangkumi tiga binatang iaitu unta, lembu atau kambing. Oleh kerana itu, berkorban hanya sah dengan tiga haiwan tersebut dan tidak boleh selain itu. Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahawasanya korban tidak sah kecuali dengan haiwan-haiwan tersebut (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/369 dan Al Wajiz 406) Syaikh Ibnu ‘Uthaimin menyatakan, “Bahkan jika seandainya ada orang yang berkorban dengan jenis haiwan lain yang lebih mahal daripada jenis ternak tersebut maka korbannya tidak sah. Andaikan dia lebih memilih untuk berkorban seekor kuda seharga 10.000 rial sedangkan seekor kambing harganya hanya 300 rial maka korbannya (dengan kuda) itu tidak sah…” (Syarhul Mumti’ III/409)

Seekor Kambing untuk Satu Keluarga

Seekor kambing cukup untuk korban satu keluarga, dan pahalanya mencakupi seluruh anggota keluarga meskipun jumlah ahli keluarganya ramai, baik yang masih hidup mahupun yang sudah meninggal. Sebagaimana hadis Abu Ayyub radhiyallahu’anhu yang menyatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai korban bagi dirinya dan keluarganya.” (HR. at-Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul Muslim, 264 dan 266)

Oleh kerana itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan korban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu, misalnya korban tahun ini untuk bapanya, tahun depan untuk ibunya, tahun berikutnya untuk anak pertama, dan seterusnya. Sesungguhnya kurnia dan kemurahan Allah sangat luas maka tidak perlu dibatasi.

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkorban untuk dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak menyembelih kambing korban, sebelum menyembelih beliau menyatakan: “Yaa Allah ini – korban – dariku dan dari umatku yang tidak berkorban.” (HR. Abu Daud 2810 & Al Hakim 4/229 dan dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 4/349).

Berdasarkan hadis ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby menyatakan: “Kaum muslimin yang tidak mampu berkorban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berkorban daripada umat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Adapun yang dimaksud: “…kambing hanya boleh untuk satu orang, lembu untuk tujuh orang, dan unta 10 orang…” adalah belanja pembeliannya. Belanja pembelian kambing hanya boleh daripada satu orang, belanja pembelian lembu hanya boleh dari maksimum tujuh orang dan korban unta hanya boleh dari maksimum 10 orang.

Namun seandainya ada orang yang hendak membantu shohibul korban (orang yang melakukan korban) yang kekurangan belanja untuk membeli haiwan, maka diperbolehkan dan tidak mempengaruhi status korbannya. Dan status bantuan di sini adalah hadiah bagi shohibul korban. Apakah mesti izin terlebih dahulu kepada pemilik haiwan? Jawab: Tidak mesti, kerana dalam transaksi pemberian sedekah mahupun hadiah tidak disyaratkan memberitahu kepada orang yang diberi sedekah mahupun hadiah.

Ketentuan Untuk Lembu & Unta

Seekor Lembu dijadikan korban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau menyatakan, “Dahulu kami penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tibalah hari raya Iedul Adha maka kami pun bergabung sepuluh orang untuk korban seekor unta. Sedangkan untuk seekor lembu kami bergabung sebanyak tujuh orang.” (Shahih Sunan Ibnu Majah 2536, Al Wajiz, hal. 406).

Dalam masalah pahala, korban lembu sama dengan korban kambing. Ertinya perkongsian 7 orang untuk korban seekor lembu, pahalanya mencakupi seluruh anggota keluarga daripada 7 orang yang ikut berkongsi itu.

Hutang Untuk Melakukan Korban

Sebahagian ulama menganjurkan untuk berkorban meskipun mesti hutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj: 36)[1]. Demikian pula Imam Ahmad dalam masalah aqiqah. Beliau menyarankan agar orang yang tidak memiliki belanja aqiqah agar berhutang dalam rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran.

Sebahagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan hutang daripada berkorban. Di antaranya adalah Syaikh Ibn Uthaimin dan ulama kumpulan fatwa islamweb.net dibawah bimbingan Dr. Abdullah Al Faqih (lih. Fatwa Syabakah Islamiyah no. 7198 & 28826).

Syaikh Ibn Uthaimin menyatakan: “Jika orang mempunyai hutang maka selayaknya mendahulukan pembayaran hutang daripada berkorban.” (Syarhul Mumti’ 7/455).

Bahkan beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi korban kerana wangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit hutang, dan beliau jawab: “Jika di hadapkan dua permasalahan antara berkorban atau melunaskan hutang orang faqir maka lebih utama melunasi hutang, lebih-lebih jika orang yang sedang dibelenggu hutang tersebut adalah kerabat dekat.” (lih. Majmu’ Fatawa & Risalah Ibn Uthaimin 18/144).

Namun pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Ini kerana perbezaan ini didasari oleh perbezaan dalam memandang keadaan orang yang berhutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berhutang ketika korban terikat dengan orang yang keadaanya mudah dalam membayar hutang atau hutang yang jatuh temponya masih panjang. Sedangkan anjuran sebahagian ulama untuk mendahulukan pembayaran hutang daripada korban terkait dengan orang yang kesulitan membayar hutang atau orang yang memiliki hutang dan pemiliknya meminta agar segera dibayar hutang tersebut.

Hukum Korban Kerbau

Para ulama’ menyamakan kerbau dengan lembu dalam berbagai hukum dan keduanya dianggap sebagai satu jenis (Mausu’ah Fiqhiyah Quwaithiyah 2/2975). Ada beberapa ulama yang secara tegas membolehkan berkorban dengan kerbau. Baik dari kalangan Syafi’iyah (lih. Hasyiyah Al Bajirami) mahupun daripada mazhab Hanafiyah (lih. Al ‘Inayah Syarh Hidayah 14/192 dan Fathul Qodir 22/106). Mereka menganggap keduanya satu jenis.

Syaikh Ibn Al Utasimin pernah ditanya tentang hukum korban dengan kerbau.

Isi Pertanyaan:
“Kerbau dan lembu memiliki perbezaan dalam banyak sifat sebagaimana kambing dengan domba. Namun Allah telah merinci penyebutan kambing dengan domba tetapi tidak merinci penyebutan kerbau dengan lembu, sebagaimana disebutkan dalam surat Al An’am 143. Apakah boleh berkorban dengan kerbau?”

Beliau menjawab:
“Jika kerbau termasuk (jenis) lembu maka kerbau sebagaimana lembu namun jika tidak maka (jenis haiwan) yang Allah sebut dalam alqur’an adalah jenis haiwan yang dikenal orang arab, sedangkan kerbau tidak termasuk haiwan yang dikenal orang arab.” (Liqa’ Babil Maftuh 200/27)

Jika pernyataan Syaikh Ibn Uthaimin kita bawa pada penjelasan ulama di atas maka boleh disimpulkan bahawa korban kerbau hukumnya sah, kerana kerbau sejenis dengan lembu. Wallahu a’lam.

Kongsi Korban Untuk Satu Organisasi

Terdapat satu tradisi di beberapa lembaga pendidikan di daerah kita, ketika idul adha tiba sebahagian universiti menggalakkan kegiatan latihan korban bagi siswa. Masing-masing siswa dikehendaki membayar sejumlah wang tertentu. Hasilnya digunakan untuk membeli kambing dan disembelih di hari-hari korban. Apakah ini boleh dinilai sebagai ibadah korban?

Perlu difahami bahawa korban adalah salah satu ibadah dalam islam yang memiliki aturan tertentu sebagaimana yang digariskan oleh syari’at. Keluar daripada peraturan ini maka tidak boleh dinilai sebagai ibadah korban, atau dengan kata mudah korbannya tidak sah. Di antara peraturan tersebut adalah masalah perbelanjaan. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, belanja perbelanjaan untuk seekor kambing hanya boleh diambilkan dari satu orang. Oleh kerana itu kes tradisi ‘korban’ seperti di atas tidak dapat dinilai sebagai korban. Ini kerana belanja perbelanjaan kambing diambil dari sejumlah siswa.

Berkorban Atas Nama Orang yang Sudah Meninggal?

Berkorban untuk orang yang telah meninggal dunia dapat diperinci menjadi tiga bentuk:

•Orang yang meninggal bukan sebagai sasaran korban utama namun statusnya mengikuti korban keluarganya yang masih hidup. Misalnya seseorang berkorban untuk dirinya dan keluarganya sementara ada di antara keluarganya yang telah meninggal. Berkorban jenis ini dibolehkan dan pahala korbannya meliputi dirinya dan keluarganya, termasuk yang sudah meninggal.
•Berkorban khusus untuk orang yang telah meninggal tanpa ada wasiat dari mayat. Sebahagian ulama mazhab Hanbali menganggap ini sebagai satu hal yang baik dan pahalanya boleh sampai kepada mayat, sebagaimana sedekah atas nama mayat (lih. Fatwa Majlis Ulama Saudi no. 1474 & 1765). Namun sebahagian ulama’ bersikap keras dan menilai perbuatan ini sebagai satu bentuk bid’ah, melihatkan tidak ada tuntutan daripada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada riwayat bahawasanya beliau berkorban atas nama Khadijah, Hamzah, atau kerabat beliau lainnya yang telah meninggal, mendahului beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan bahawa berkorban atas nama orang yang sudah meninggal secara khusus tanpa ada wasiat sebelumnya adalah tidak disyariatkan. Ini kerana Nabi r tidak pernah melakukan hal itu. Padahal beliau sangat mencintai keluarganya yang telah meninggal seperti isteri beliau tercinta Khadijah dan paman beliau Hamzah.
•Berkorban khusus untuk orang yang meninggal kerana mayat pernah mewasiatkan agar keluarganya berkorban untuk dirinya jika dia meninggal. Berkorban untuk mayat untuk kes ini diperbolehkan jika dalam rangka menunaikan wasiat si mayat. (Dinukil dari catatan kaki Syarhul Mumti’ yang diambil dari Risalah Udl-hiyah Syaikh Ibn Uthaimin 51)
Umur Haiwan Korban

Dari Jabir bahawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menyembelih (korban) kecuali musinnah. Kecuali apabila itu menyulitkan bagi kalian maka kalian boleh menyembelih domba jadza’ah.” (Muttafaq ‘alaih)

Musinnah adalah haiwan ternak yang sudah dewasa, diambil dari kata sinnun yang ertinya gigi. Haiwan tersebut dinamakan musinnah kerana haiwan tersebut sudah ganti gigi. Adapun perincian usia haiwan musinnah adalah:

No. Haiwan Usia minimum
1. Unta 5 tahun
2. Lembu 2 tahun
3. Kambing 1 tahun
4. Domba 6 bulan (domba Jadza’ah)

(lihat Syarhul Mumti’, III/410, Taudhihul Ahkaam, IV/461)

Apakah yang menjadi acuan usianya ataukah ganti giginya?

Yan menjadi acuan haiwan tersebut boleh digolongkan musinnah adalah usianya. Ini kerana penamaan musinnah untuk haiwan yang sudah genap usia korban adalah penamaan dengan umumnya kes yang terjadi. Ertinya, umumnya kambing yang sudah berusia 1 tahun atau lembu 2 tahun itu sudah ganti gigi. Disamping itu, ketika para ulama menjelaskan batasan haiwan musinnah dan haiwan jadza’ah, mereka menjelaskannya dengan batasan usia. Dengan demikian, andaikan ada lembu yang sudah berusia 2 tahun namun belum ganti gigi, boleh digunakan untuk berkorban. Allahu a’lam.

Berkurban dengan domba jadza’ah itu dibolehkan secara mutlak ataukah bersyarat

Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. An Nawawi menyebutkan ada beberapa pendapat:

Pertama, boleh berkorban dengan haiwan jadza’ah dengan syarat kesulitan untuk berkorban dengan musinnah. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibn Umar dan Az Zuhri. Mereka berdalil dengan makna zahir hadis di atas.

Kedua, dibolehkan berkorban dengan domba jadza’ah (usia 6 bulan) secara mutlak. Meskipun shohibul korban memungkinkan untuk berkorban dengan musinnah (usia 1 tahun). Pendapat ini dipilih oleh majoriti ulama. Sedankan hadis Jabir di atas dimaknai dengan makna anjuran. Sebagaimana dianjurkannya untuk memilih haiwan terbaik ketika korban.

Insyaa Allah pendapat kedua inilah yang lebih kuat. Ini kerana pada hadis Jabir di atas tidak ada keterangan terlarangnya berkorban dengan domba jadza’ah dan tidak ada keterangan bahawa berkorban dengan jadza’ah hukumnya tidak sah. Oleh kerana itu, Jumhur ulama memaknai hadis di atas sebagai anjuran dan bukan kewajipan. Allahu a’lam. (Syarh Shahih Muslim An Nawawi 6/456)

Cacat Haiwan Korban

Cacat haiwan korban dibahagi menjadi 3:

a. Cacat yang menyebabkan tidak sah untuk berkorban, ada 4 [2]:

- Buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya
Jika butanya belum jelas – orang yang melihatnya menilai belum buta – meskipun pada hakikatnya kambing tersebut satu matanya tidak berfungsi maka boleh dikorbankan. Demikian pula haiwan yang rabun senja. Ulama’ mazhab syafi’iyah menegaskan haiwan yang rabun boleh digunakan untuk korban kerana bukan termasuk haiwan yang buta sebelah matanya.

- Sakit dan jelas sekali sakitnya. Tetapi jika sakitnya belum jelas, misalnya, haiwan tersebut kelihatannya masih sihat maka boleh dikorbankan.

- Tempang dan nampak jelas tempangnya
Ertinya pincang dan tidak boleh berjalan normal. Akan tetapi jika baru kelihatan tempang namun boleh berjalan dengan baik maka boleh dijadikan haiwan korban.

- Sangat tua sampai-sampai tidak mempunyai sumsum tulang
Dan jika ada haiwan yang cacatnya lebih parah dari 4 jenis cacat di atas maka lebih tidak boleh untuk digunakan berkorban. (lih. Shahih Fiqih Sunnah, II/373 & Syarhul Mumti’ 3/294).

b. Cacat yang menyebabkan makruh untuk berkorban, ada 2 [3]:

- Sebahagian atau keseluruhan telinganya terpotong
- Tanduknya pecah atau patah

(lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)

c. Cacat yang tidak berpengaruh pada haiwan korban (boleh dijadikan untuk korban) namun kurang sempurna.

Selain 6 jenis cacat di atas atau cacat yang tidak lebih parah dari itu maka tidak berpengaruh pada status haiwan korban. Misalnya tidak bergigi, tidak berekor, bunting, atau tidak berhidung. Wallahu a’lam (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/373)

Footnotes:

[1] Sufyan At Tsauri rahimahullah menyatakan: “Dulu Abu Hatim pernah berhutang untuk membeli unta korban. Beliau ditanya: “Kamu berhutang untuk beli unta korban?” beliau jawab: “Saya mendengar Allah berfirman: لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ (kamu memperoleh kebaikan yang banyak pada unta-unta korban tersebut) (Qs. Al Hajj: 36). (lih. Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj: 36)

[2] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang cacat haiwan apa yang mesti dihindari ketika berkorban. Beliau menjawab: “Ada empat cacat…dan beliau berisyarat dengan tangannya.” (HR. Ahmad 4/300 & Abu Daud 2802, dinyatakan Hasan-Shahih oleh Turmudzi). Sebahagian ulama menjelaskan bahawa isyarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangannya ketika menyebutkan empat cacat tersebut menunjukkan bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membatasi jenis cacat yang terlarang. Sehingga yang bukan termasuk empat jenis cacat sebagaimana dalam hadis boleh digunakan sebagai korban. (Syarhul Mumthi’ 7/464)

[3] Terdapat hadis yang menyatakan larangan berkorban dengan haiwan yang memilki dua cacat, telinga terpotong atau tanduk pecah. Namun hadisnya dlo’if, sehingga sebahagian ulama menggolongkan cacat jenis kedua ini hanya menyebabkan makruh dipakai untuk korban. (Syarhul Mumthi’ 7/470)

http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/panduan-ibadah-korban-bahagian-1.html

Siapkan jentera untuk hadapi PRU13

09 Zulhijjah 1431H.

Naib presiden PAS, Datuk Mahfuz Omar menyeru seluruh petugas parti bersiap sedia untuk menghadapi pilihan raya umum ke-13 (PRU 13) yang dijangka diadakan antara April hingga Jun tahun hadapan.

Bercakap dalam majlis makan malam jentera pilihan raya PAS Wilayah Persekutuan di Taman Cempaka, Pandan Jaya malam tadi, beliau juga tidak menolak kemungkinan PRU 13 diadakan serentak dengan pilihan raya negeri Sarawak.

"Pilihan raya sudah hampir dengan kita. Saya menjangkakan pilihan raya berlaku antara bulan April hingga Jun tahun hadapan, itu paling awal. Ini bacaan politik berasaskan situasi politik yang ada di negara ini.

"Saya boleh membuat kesimpulan, kalau pilihan raya Sarawak diadakan pada April tahun hadapan ini menunjukkan kemungkinan pilihan raya itu diadakan sekali dengan pilihan raya umum," kata beliau yang juga ahli parlimen Pokok Sena.



Turut serta pada majlis itu seorang lagi naib presiden, Salahudin Ayub. Kata Mahfuz, PAS perlu menyiapkan jentera medianya sendiri di setiap lajnah bagi melawan manipulasi media Umno yang membuat laporan berat sebelah.

"Amat perlu untuk media kita membuat serangan balas kepada serangan media mereka. Sebab itu dalam situasi sekarang, tidak cukup Harakah dan akhbar alternatif yang lain tetapi dalam lajnah penerangan sendiri perlu ada pasukan media sendiri menggunakan segala teknologi maklumat yang ada," katanya.Beliau turut memuji langkah PAS Wilayah mengadakan program mengutip dana sedemikian bagi membuat persiapan awal.

Kemenangan Di Galas dan Batu Sapi bukan petanda baik bagi BN

Sementara itu, Salahuddin berkata, kemenangan BN di pilihan raya kecil Galas dan Batu Sapi baru-baru ini bukanlah petanda baik bagi BN untuk mengekalkan kemenangan mereka dalam PRU akan datang.

"Berdasarkan dua pilihan raya kecil yang berlangsung, penganalisis politik berpandangan keputusan itu tidak mencerminkan pandangan umum di peringkat nasional.

"Walaupun BN menang selesa kita melihat cara media melaporkan kemenangan itu juga tidak begitu memberangsangkan mereka, laporan cuma satu hari sahaja,
kata beliau.

Ahli Parlimen Kubang Kerian itu juga berkata, pemimpin Umno BN sendiri tiak begitu ghairah meraikan kemenangan itu, seolah-olah masih berada dalam kebimbangan dengan kemaraan Pakatan Rakyat.

"Kemenangan itu tidak menjadi topik penting bagi Umno untuk dibanggakan dan suhu perbahasan di Parlimen dan bila melihat riak wajah pemimpin Umno mereka tak begitu ghairah untuk meraikan kemenangan yang mungkin berlaku atas beberapa faktor itu," katanya.

Perdana Menteri, Datuk Seri Najib juga ujarnya, tidak mengeluarakan satu kenyataan yang tegas bagi mengakui kemenangan mereka dan bersedia menghadapi PRU awal.
Justeru ujarnya, PAS dan Pakatan Rakyat masih mempunyai peluang yang luas untuk menguasai PRU 13.

"PAS sebagai parti yang berpengalaman luas, harus bijak mengambil peluang ini dengan mengadakan persiapan sebaik mungkin bagi menghadapi BN," katanya.
(Briged MP Segambut)

Al-Quran RM300 juta di ekspo Cheng Ho

09 Zulhijjah 1431H.

KOTA BHARU, 16 Nov: Pameran al-Quran terpanjang di dunia iaitu 281meter yang ditulis dengan tangan di atas tembaga bersalut emas, bernilai RM300 juta akan menjadi tarikan sempena Ekspo Cheng Ho 2010.

Pengerusi Jawatankuasa Perancangan Ekonomi, Kewangan dan Kebajikan Negeri, Datuk Husam Musa berkata, al-Quran berkenaan tidak pernah dipamerkan di mana-mana tempat sebelum ini.

“Ia satu penghargaan buat rakyat Kelantan apabila al-Quran berkenaan buat pertama kalinya akan dipamerkan di negeri ini,” katanya di sini.

Selain itu artifak lain dari China membabitkan barangan sejarah Cheng Ho akan dipamerkan sempena program berkenaan.

Pameran ekspo peringkat antarabangsa itu diadakan 21 hingga 26 November di Dataran Stadium Sultan Mohammed Ke-IV dan Kelantan Trade Centre.

Ekspo Cheng Ho yang julungkali diadakan menyediakan 150 ruang perniagaan.

Ia dijangka disertai 162 pedagang luar negara dan 100 usahawan tempatan.

Husam berkata, tetamu luar negara yang diundang khas antaranya Dr Amien Rais dari Indonesia, Setiausaha Agung Asean, Dr Surin.

Selain itu tetamu dari Brunei, Singapura, Pakistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan dan negara Asia Tenggara lain.

”Persembahan akrobatik oleh peserta dari China yang akan meniti di atas tali sempena ekspo berkenaan juga dijangka bakal menarik perhatian ramai.

”Jaguh berkenaan Aidil pernah mencipta sejarah di peringkat antarabangsa pernah membuat 16 persembahan di pelbagai negara,” katanya.

Sementara itu bagi melancarkan perjalanan ekspo Cheng Ho lebih 1,000 sukarelawan tempatan yang terdiri daripada pelbagai bangsa telah dilantik.

Sebelum ini mereka menjalani beberapa siri kursus yang dianjurkan Team Komuniti Ekspo Cheng Ho 2010 yang diadakan di Perdana Resort.

Kursus siri pertama disertai 390 sukarelawan. Seramai 200 sukarelawan berbangsa Cina juga mengikuti kursus. Mereka bakal menjadi ‘penghubung antara orang ramai dengan usahawan dari China.

Harakahdaily/-

PAS 'terima' Zaid: Husam dakwa berita direka

09 Zulhijjah 1431H.

Ahli jawatankuasa pusat PAS Datuk Husam Musa mendakwa Bernama membuat laporan "karut" berhubung kesediaan parti itu menerima bekas ahli parti lain, termasuk Datuk Zaid Ibrahim.

"Apa yang dilaporkan Bernama yang kononnya dipetik daripada kenyataan saya semalam adalah tidak benar dan direka-reka," katanya.

Sehubungan itu, menyatakan kekesalaannya, Husam yang juga exco kanan kerajaan Kelantan mendesak berita itu ditarik balik.

Beliau juga mengkriti Bernama yang membuat laporan "rasmi" untuk kegunaan media lain, "seolah-olah laporannya adalah betul dan rasmi".

Malaysiakini/-

Qorban - Untuk apa ternakan itu disembelih ?

09 Zulhijjah 1431H.
Oleh : Mohd Shukri Hanapi

KITA kini melangkah ke bulan terakhir dalam takwim hijrah iaitu Zulhijjah. Pada bulan ini Allah SWT menganugerahkan kepada kita satu lagi hari kebesaran Islam iaitu Hari Raya Korban atau Aidiladha.

Dalam kegembiraan menyambut Hari Raya Korban itu, umat Islam yang berkemampuan dituntut melakukan ibadat korban.

Ibadat korban bermaksud menyembelih binatang tertentu seperti unta, kerbau, lembu atau kambing pada hari ke-10, ke-11, ke-12 atau ke-13 Zulhijjah. Islam mensyariatkan ibadat korban berkenaan sebagai antara ibadat mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Di samping itu, ia mengingatkan kita terhadap kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail sebagai satu ujian daripada Allah SWT kepada hamba-Nya yang taat.

Banyak hadis menekankan keutamaan ibadat korban ini. Antaranya ialah hadis diriwayatkan daripada Saidatina Aisyah ra. bahawa Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Tiada sesuatu amalan anak Adam pada Hari Raya Haji yang lebih disukai oleh Allah SWT daripada menumpahkan darah (ibadat korban). Bahawasanya ia (binatang yang dikorbankan itu) datang pada Hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya dan bahawasanya darah (korban itu) mendapat tempat yang mulia di sisi Allah SWT sebelum darah itu tumpah ke bumi. Oleh kerana itu hendaklah kamu berkorban dengan hati yang bersih.” (Riwayat al-Tarmizi)

Melalui hadis ini jelas bahawa korban adalah ibadat atau amalan yang disukai Allah SWT. Maka sudah tentu ia mendapat kemuliaan di sisi Allah SWT pada Hari Kiamat.

Justeru, melakukan ibadat korban menambah lagi amalan kebajikan yang kita lakukan, di samping menjadi penebus dosa kita.

Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Wahai Fatimah! Berdirilah di sisi korbanmu dan saksikan ia, sesungguhnya titisan darahnya yang pertama itu pengampunan bagimu atas dosamu yang lalu.” (Riwayat al-Bazzar dan Ibn Hibban)

Dipetik daripada Kitab Sabilal Muhtadin Nabi Muhammad SAW bersabda yang bermaksud: “Perbesarkanlah korban kamu, kerana ia menjadi tungganganmu di atas titian siratulmustakim pada Hari Kiamat nanti.”

Begitulah besarnya ganjaran diberikan kepada orang yang melakukan korban. Allah SWT menjanjikan kebaikan kepada orang yang melakukannya dan ia menjadikan binatang sembelihannya itu sebagai tunggangan untuk meniti al-Sirat pada hari akhirat kelak.

Walaupun pada zahirnya ia cuma mengorbankan binatang sembelihan, jika dikaji dengan teliti, ia adalah ujian Allah SWT dalam melatih kita supaya sentiasa bersedia berkorban jiwa dan tenaga demi menegakkan agama Allah SWT di muka bumi ini.

Selain itu, ia juga ujian bagi melihat sejauh mana kita mensyukuri nikmat kemewahan yang dikurniakan Allah SWT.

Betapa Rasulullah SAW ketika hayat baginda dan juga sahabat sanggup mengorbankan harta, menggadai nyawa semata-mata mendaulatkan agama, inikan pula amalan yang cuma mengorbankan secebis harta demi mensyukuri nikmat yang diterima.

Ingatlah setiap pengorbanan yang kita lakukan hendaklah disertakan dengan niat ikhlas semata-mata kerana Allah SWT. Seandainya ibadat korban yang kita lakukan dicemari dengan sifat riak, takbur, membangga diri dan menunjuk-nunjuk kemampuan, maka tertutuplah rahmat Allah SWT dan nescaya sia-sia ibadat korban itu.

Rasulullah SAW amat menyukai amalan berkorban sehinggakan baginda sentiasa menyarankan sahabat melakukan ibadat korban pada setiap Hari Raya Korban.

Justeru, amalan korban itu bukan saja mempunyai kelebihan yang besar, bahkan dilihat dari sudut kerohanian, ia juga dapat mengikis sifat bakhil untuk membelanjakan harta ke arah kebaikan sekali gus membantu mereka yang kurang bernasib baik dengan memberi kegembiraan dan kesenangan dalam hati orang yang menerima terutama kepada golongan fakir miskin bagi turut merasai keriangan hari raya.

Allah SWT berfirman yang bermaksud, “Makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami menundukkan unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (Surah al-Hajj ayat 36)

Melalui amalan ibadat korban ini jelas terbukti ia dapat mewujudkan semangat kerjasama serta saling bantu-membantu di antara semua pihak, sama ada pihak yang melakukan korban mahupun pihak yang menerima.

Doakan sahabat saat ia tidak mengetahui

09 Zulhijjah 1431H.

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Doakanlah Saudaramu Di Saat Dia Tidak Mengetahuinya

Inilah mungkin yang banyak dilupakan oleh banyak orang atau mungkin belum diketahui. Padahal di antara do’a yang mustajab (terijabahi/terkabul) adalah do’a seorang muslim kepada saudaranya.

Berikut kami bawakan beberapa hadits yang shahih yang dibawakan oleh Bukhari dalam kitabnya Adabul Mufrod. Bukhari membawakan bab dalam kitabnya tersebut: Bab278- Do’a Seseorang kepada Saudaranya di Saat Saudaranya Tidak Mengetahuinya. Semoga bermanfaat.

Hadits pertama
Dari Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,”إن دعوة الأخ في الله تستجاب”“Sesungguhnya do’a seseorang kepada saudaranya karena Allah adalah do’a yang mustajab (terkabulkan).“(Shohih secara sanad)

Hadits kedua
Dari Shofwan bin ‘Abdillah bin Shofwan –istrinya adalah Ad Darda’ binti Abid Darda’-, beliau mengatakan,قدمت عليهم الشام، فوجدت أم الدرداء في البيت، ولم أجد أبا الدرداء. قالت: أتريد الحج العام ؟ قلت : نعم. قالت: فادع الله لنا بخير؛ فإن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقول“Aku tiba di negeri Syam. Kemudian saya bertemu dengan Ummud Darda’ (ibu mertua Shofwan, pen) di rumah. Namun, saya tidak bertemu dengan Abud Darda’ (bapak mertua Shofwan, pen). Ummu Darda’ berkata, “Apakah engkau ingin berhaji tahun ini?” Aku (Shofwan) berkata, “Iya.”Ummu Darda’ pun mengatakan, “Kalau begitu do’akanlah kebaikan padaku karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,”:

“إن دعوة المرء المسلم مستجابة لأخيه بظهر الغيب، عند رأسه ملك موكل، كلما دعا لأخيه بخير، قال: آمين، ولك بمثل”. قال: فلقيت أبا الدرداء في السوق، فقال مثل ذلك، يأثر عن النبي صلى الله عليه وسلم.“Sesungguhnya do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.”Shofwan pun mengatakan, “Aku pun bertemu Abu Darda’ di pasar, lalu Abu Darda’ mengatakan sebagaimana istrinya tadi. Abu Darda’ mengatakan bahwa dia menukilnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”(Shohih) Lihat Ash Shohihah (1399): [Muslim: 48-Kitab Adz Dzikr wad Du’aa’, hal. 88]

Hadits ketiga
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, beliau berkata bahwa seseorang mengatakan,اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى وَلِمُحَمَّدٍ وَحْدَنَا“Ya Allah ampunilah aku dan Muhammad saja!”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda,لَقَدْ حَجَبْتَهَا عَنْ نَاسٍ كَثِيرٍ“Sungguh engkau telah menyempitkan do’amu tadi dari do’a kepada orang banyak.”(Shohih) Lihat Al Irwa’ (171): [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 27-Bab kasih sayang terhadap sesama manusia dan terhadap hewan ternak, dari Abu Hurairah]

Pelajaran yang dapat dipetik dari hadits-hadits di atas:

Pertama: Islam sangat mendorong umatnya agar dapat mengikat hubungan antara saudaranya sesama muslim dalam berbagai keadaan dan di setiap saat.

Kedua: Do’a seorang muslim kepada saudaranya karena Allah di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang sangat utama dan do’a yang akan segera terijabahi (mustajab). Orang yang mendo’akan saudaranya tersebut akan mendapatkan semisal yang didapatkan oleh saudaranya.

Ketiga: Ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’a seorang muslim kepada suadaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya.

Keempat: Malaikat tidaklah mengaminkan do’a selain do’a dalam kebaikan.

Kelima: Sebagaimana terdapat dalam hadits ketiga di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari Arab Badui di mana dia membatasi rahmat Allah yang luas meliputi segala makhluk-Nya, lalu dibatasi hanya pada dirinya dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saja.

Inilah beberapa pelajaran berharga dari hadits di atas. Janganlah lupakan saudaramu di setiap engkau bermunajat dan memanjatkan do’a kepada Allah, apalagi orang-orang yang telah memberikan kebaikan padamu terutama dalam masalah agama dan akhiratmu. Ingatlah ini!Semoga Allah selalu menambahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Hidup Tenteram dgn Sunnah
http://nurihsan99.blogspot.com/

Ceramah PAS Kawasan Parit, Perak

PROGRAM CERAMAH PAS
Adalah dimaklumkan bahawa ceramah akan diadakan seperti berikut :

TARIKH : 21.NOV 2010 - AHAD
MASA : 9 MALAM - 12 MALAM
TEMPAT : MARKAZ PAS TITI GANTONG

PENCERAMAH :
1. YB. USTAZ NASARUDDIN BIN MAT ISA
Timb. Presiden PAS
2. Tn. Hj. ASMUNI AWI
AJK PAS Pusat
3. DR. NAJIHATUSSALEHAH BINTI AHMAD
DMP Pusat

Saudara dan saudari dijemput hadir

Adun PR bidas kenyataan Exco Perak

09 Zulhijjah 1431H.
Hazayani Zakaria

KUALA LUMPUR, 15 Nov: Adun Titi Serong, Khalil Idham Lim membidas kenyataan Exco Kanan Kerajaan Negeri Perak, Datuk Hamidah Osman bahawa Pakatan Rakyat memulakan kekcohan setiap kali persidangan Dewan Undangan Negeri (Dun).

Khalil berkata, Hamidah sepatutnya terlebih dahulu menegur Umno Barisan Nasional (BN) yang ternyata mengamalkan politik berpuak-puak sebelum mencampuri urusan PAS dan Pakatan Rakyat.

"Saya anggap kenyataan Hamidah itu untuk menutup kelemahan dan tindakan rampasan kuasa di Perak.

"Jangan ingat rakyat Perak sudah lupa di Perak berlaku rampasan kuasa pada 6 Februari 2009, dan saya yakin ianya masih segar dalam ingatan rakyat yang cintakan demokrasi.

"Nasihat saya Hamidah jagalah parti Umno di Perak yang nampaknya jelas berpuak-puak dan saling menjatuhkan. Pandai-pandailah pimpinan PAS jaga parti kami," kata beliau yang juga Ketua Penerangan PAS Perak.

Beliau berkata demikian sebagai mengulas kenyataan Hamidah yang disiarkan sebuah akhbar hari ini bahawa kerajaan negeri memang berhasrat memanjangkan tempoh sidang DUN kali ini selama tiga atau empat hari.

Namun katanya ia bergantung kepada perjalanan sidang pada hari berkenaan sama ada berlangsung secara aman atau sebaliknya.

Beliau turut mendakwa Pakatan Rakyat memulakan kekecohan dalam dewan sehingga tempoh bersidang terpaksa disingkatkan bagi mengelakkan sebarang perkara tidak diingini berlaku.

Khalil juga berkata, tindakan Umno BN tidak mahu memanjangkan sidang Dun sebelum ini bukan angkara Pakatan Rakyat namun mereka sebenarnya takut dengan Pakatan yang dilihat masih berpengaruh di negeri itu.

"Sebenarnya Umno dan BN takutkan Pakatan Rakyat yang masih dominan dan relevan untuk kembali berkuasa di Perak.

"Kalau tidak mahu serah kuasa kepada Pakatan, dan takut untuk membubarkan Dun, Hamidah janganlah tunjuk hebat nanti diketawakan orang," katanya.

Sidang Dun Perak akan berlangsung pada 30 November ini dan belum ditetapkan berapa hari tempoh persidangannya.

Ketua Cabang Parti Keadilan Rakyat (PKR) Parit, Kapten (B) Usaili Alias sebelum ini menggesa sidang Dun dipanjangkan tempohnya.

Harakahdaily/-

PAS tidak sesuai bersama BN - Nizar

IPOH, 9 Zulhijjah : Timbalan Pesuruhjaya 1 PAS Negeri Perak, Dato' Seri Mohamad Nizar berkata, PAS tidak mungkin bersatu bersama Barisan Nasional (BN) berdasarkan sejarah lampau PAS dipecat BN. Dalam konteks sekarang, masyarakat bukan islam telah mula mengenali dan menghormati islam sebagai 'addeen' sejak PAS bergabung bersama PKR dan DAP.

Rata-rata rakyat menolak BN khususnya apabila UMNO merampas kerajaan Negeri Perak. PAS lebih selesa bersama PR dan tidak perlu untuk PAS bersama BN dalam agenda pembangunan rakyat serta negara. Petikan penuh  (sila besarkan imej berita ). Sumber : Sinar Harian/alb

PJ PAS Perak - Perutusan Khas Aidil Adha

09 Zulhijjah 1431H.

Selamat Hari Raya Aidil Adha kepada seluruh umat Islam, khususnya ahli dan penyokong PAS. Sukacita saya memberi peringatan bahawa hari raya bagi umat Islam, bukan sahaja makan minum dan berpakaian, tetapi lebih istimewa ia berkait dengan ibadah penting dan peristiwa besar kepada umat Islam.

Kita baru sahaja berhari raya sempena ibadah puasa Ramadan yang besar hikmat dan fadilatnya, serta peristiwa Nuzul al-Quran dan perjuangan besar seperti Badar dan lain-lain yang memberi kemenangan kepada umat Islam.

Sekarang kita menyambut hari raya yang berkait dengan ibadah haji dan peristiharan al-Quran disempurnakan, seterusnya peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim yang ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan menentang syirik, walaupun ianya didukung oleh kuasa besar dunia paling kaya, kuat dan zalim di zamannya, akhirnya Allah memberi kemenangan kepada Islam.

Peristiwa ini dihayati pula oleh kalangan Ansar (para sahabat) dari Madinah yang berbai’ah di Aqabah dalam musim haji, menyatakan keimanan, kesetiaan dan bersedia untuk berkorban apa sahaja bagi menegak dan mempertahankan Islam di tengah kuasa-kuasa besar dunia dan seluruh dunia di zamannya. Akhirnya mencapai kemenangan dan Islam menjadi kuasa besar tunggal yang memimpin dunia dengan adil.

Marilah kita hayati Hari Raya Aidil Adha ini dengan mengambil iktibar daripada petunjuk di atas, demi kemenangan dunia dan akhirat. Allahhu Akhbar Allahhu Akhbar Allahhu Akhbar

Ustaz Abu Bakar Hussain
PESURUHJAYA PAS PERAK
sumber:alb/


Khutbah Aidil Adha Pilihan

09 Zulhijjah 1431H.
Oleh: Ustadz Irfan S. Awwas

Bismillahirrahmanirrahim...

MENGAWALI khutbah ini, terlebih dahulu marilah kita memuji kebesaran Ilahy, yang telah menunjukkan jalan hidayah, sehingga kita menjadi orang-orang yang beriman. Kita bersyukur kepada Allah Swt yang telah mencukupkan segala kebutuhan makhluk-Nya. Allah Swt mengetahui, makhluk-Nya membutuhkan sinar mentari agar senantiasa menyinari bumi, dan malam untuk beristirahat, maka Allah tidak menghentikan peredaran matahari, dan tidak mencabut perputaran malam; walau sepanjang malam dan siang hari banyak manusia bergelimang dalam dosa, menolak perintah dan mengabaikan larangan-Nya.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, keluarga, para shahabat, tabi'it-tabi'in serta seluruh kaum Muslimin yang setia mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.

Kemudian, sebagai khatib pada kesempatan khutbah Idul Adha 1431 H ini, kami mengingatkan diri pribadi dan segenap jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan taqwa, agar Allah Swt berkenan memberi solusi atas problem yang kita hadapi. Marilah peningkatan taqwa ini kita jadikan sebagai agenda hidup yang utama, agar menjadi manusia ideal menurut Islam, seperti firman-Nya:

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di hadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwa. Sesung- guhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Qs. Al-Hujurat, 49:13)

Di zaman kita sekarang ini, sedikit orang yang menjadi kan taqwa sebagai pola hidupnya, yaitu menjalani hidup di bawah naungan syari'at Allah. Kebanyakan umat Islam adalah 'Muslim Otodidak' yang mengamalkan Islam menurut pemahaman dan penghayatan pribadinya, sehingga adakalanya benar dan lebih sering keliru mema hami dan mengamalkan perintah taqwallah.

Sebagai manifestasi pola hidup taqwa, Islam mengajar- kan supaya manusia menjalani kehidupan berdasarkan petunjuk Allah. Dan mengikuti petunjuk Allah berarti menjalani kehidupan ini sebagai hamba Allah, menyembah-Nya sesuai dengan yang diperintahkan-Nya, serta melaksa- nakan syari'at Islam agar tercapai missi rahmatan lil alamin.

Prinsip utama beragama Islam adalah memiliki aqidah yang lurus tanpa dicampuri kesyirikan, ibadah yang benar, akhlak yang terpuji, dan muamalah (hubungan sosial) yang baik. Adapun pilar-pilar aqidah meliputi iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, dan takdir, yang kita kenal dengan rukun iman. Ibadah yang benar adalah ibadah yang didasarkan atas perintah Allah, bukan karena bisikan jin atau berdasarkan wangsit juru kunci merapi. Sedangkan prinsip akhlak dan muamalah yang baik mengikuti tauladan rasulullah Saw.

Beriman kepada rukun iman yang enam, menuntut pengakuan terhadap satu-satunya agama yang benar, adalah Islam. Oleh karena itu, dalam segala urusan, orang berimana tidak pantas mengikuti gaya hidup orang kafir, sekuler, liberal, yang tidak mengimani rukun iman itu. Tidak pantas bagi orang beriman mengikuti jalan hidup yang ditunjukkan oleh kaum sesat dan dimurkai Allah seperti Yahudi, Nasrani serta orang-orang musyrik. Lebih tidak pantas lagi, ketika rakyat Indonesia ditimpa musibah tsunami, gempa dan gunung berapi, anggota DPR RI malah ngelencer ke Belanda, belajar hukum kolonial pada mantan penjajah. Atau belajar etika dan moral, ke negeri Plato Yunani, sekadar menghabiskan anggaran belanja.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

Di hari Idul Adha yang penuh barakah ini, marilah kita memperbanyak istighfar, membasahi bibir dengan lantunan takbir, tahmid, dan tahlil sebagai manifestasi rasa syukur kita kepada Allah swt.

Pada hari Senin kemarin, 9 Dzulhijjah 1431 H, sekitar 3 juta orang dari 1,5 milliar umat Islam seluruh dunia, wukuf di Arafah, menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang ke lima. Sungguh menakjubkan, belum pernah ada seruan apapun di muka bumi ini selain dari seruan Allah yang mampu menghimpun manusia sebanyak itu di satu lokasi yang sama, pada waktu yang sama, untuk tujuan yang sama, dan mengenakan pakaian ihram yang sama.

Wuquf di padang Arafah merupakan puncak ibadah haji. Seluruh jamaah berkumpul, mengenakan pakaian ihram. Mereka melepaskan segala pakaian kemewahan duniawi, segala kedudukan dan jabatan duniawi, mereka lupakan negeri asal mereka, bahkan harta kekayaan maupun jabatan duniawi tak lagi berarti. Pikiran dan hati hanya terfokus untuk menghadap Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengampun.

Sementara, kita yang belum berkesempatan menunai- kan ibadah haji tahun ini, hari ini dalam suasana kepriha- tinan mendalam atas musibah merapi, kita berkumpul di tempat ini untuk beribadah kepada Allah, melaksanakan perintah agama: 'Idul Qurban, sambil mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil. Inilah hari besar kemanusiaan dan keimanan, untuk mengenang peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim setelah beliau menerima wahyu Ilahy melalui mimpi, yang memerintahkan untuk menyembelih puteranya, Ismail As.

Sekiranya spirit kebersamaan dengan motivasi iman seperti ditunjukkan di padang Arafah itu, ditauladani dan menjadi inspirasi bagi pemerintah Indonesia khususnya dan pemerintah di negeri-negeri Muslim umumnya, tentulah perbedaan hari raya Idul Adha tidak perlu berulangkali terjadi. Mengapa harus ngotot dengan egoisme masing-masing, melestarikan perbedaan dengan dalih rukyah ataupun hisabiyah. Semestinya bangsa Indonesia dapat mempelopori persatuan kaum Muslimin, dengan saling merendahkan sayap sesama Muslim, agar tidak melestarikan perbedaan parsial. Bukankah ka'bah yang menjadi kiblat shalat kaum Muslim sedunia hanya ada di Makkah, sebagaimana padang Arafah tempat wukuf, tiada duanya di muka bumi ini, selain di Makah?

Nuansa politisasi ibadah, masih kental dalam perbedaan hari Idul Adha ini. Dimasa rasulullah Saw dan khulafaur rasyidin, penentuan Idul Adha mengikuti penentuan hari wukuf Arafah. Tidak pernah ditentukan dengan cara lain, karena itu menyalahi cara ini berarti menyalahi cara Rasulullah Saw. Perbuatan demikian adalah bid'ah yang sesat dan menyesatkan.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

Sambil memuji dan membesarkan asma Allah, marilah kita merenungkan dan mengambil i'tibar dari berbagai musibah yang tak henti-hentinya menghempas kehidupan masyarakat dan bangsa kita.

Situasi dan kondisi bangsa Indonesia hari ini, bagai berdiri ditepi jurang pada malam gelap gulita. Berbagai musibah alam dan kejadian memilukan, telah membuat rakyat negeri ini kebingungan menghadapi banyak persoal- an hidup, dan mengkhawatirkan persoalan-persoalan yang akan datang berikutnya.

Barangkali benar, bangsa Indonesia tengah menuai akibat perbuatan mungkarat yang dilakukan manusia-manusia tidak bermoral, pejabat yang zalim, ingkar dan tidak tunduk pada aturan Allah dalam menyuburkan bumi dan mengelola negeri ini. Seakan tidak ada tempat tinggal yang aman dan nyaman untuk didiami.

Menurut Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 83 persen wilayah Indonesia rawan bencana. Dalam kurun waktu 381 tahun sejak 1629 hingga 2010, tsunami sudah terjadi sebanyak 171 kali di Indonesia. Dan dalam sepuluh tahun terakhir, ada lebih dari enam ribu bencana terjadi di Indonesia.

Ibarat kata, rakyat Indonesia terus menerus dikejar-kejar bencana, di dalam negeri hingga mancanegara. Lihatlah nasib TKI dan TKW, berapa banyak di antara mereka yang dianiaya atau diperkosa majikannya; bahkan nasib calon jamaah haji kita pun setiap tahun tak henti dirundung sial. Ada yang ditimpa kelaparan, juga kehilang- an barang bawaan di pemondokan; bahkan banyak yang tidak bisa berangkat ke tanah suci sekalipun sudah melunasi ONH dan memegang visa.

Pertanyaannya, mengapa negeri kita kian akrab dengan adzab dan kian jauh dari rahmat Allah? Alangkah bijaksana jika bangsa Indonesia merenungkan firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 97-99, sebagai jawaban atas pertanyaan ini.

"Apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari tatkala mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka diwaktu pagi ketika mereka sedang bermain-main? Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga). Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (Qs. Al-A'raf, 7:97-99)

Perilaku umat yang kering dari ajaran agama akan menyuburkan kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah. Seperti dikatakan seorang ulama, Hasan Albasri:

"Seorang mukmin mengerjakan amal taat dengan hati dan perasaan yang senantiasa takut pada Allah, sedang orang yang durhaka berbuat maksiat dengan rasa aman."

MENYIKAPI MUSIBAH

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Bangsa Indonesia patut berkabung, karena negeri kita tidak saja terancam bencana alam. Tapi yang lebih memprihatinkan, negeri kita juga terancam virus korupsi, dekadensi moral, kemiskinan, kerusuhan sosial antar warga, narkoba, aliran sesat, bahkan penculikan dan jual beli anak.

Lebih memprihatinkan lagi, semakin sering musibah menimpa, masyarakat luas malah semakin berani dan terbuka berbuat dosa. Segala musibah ini, bukannya mendorong kita untuk taqarrub ilallah, menyadari dosa dan kesalahan, lalu memperbaiki diri dengan meningkatkan amal shalih. Tapi justru semakin ingkar dan memusuhi syari'at Allah. Di kalangan masyarakat, nampaknya belum juga menyadari, bahwa segala derita dan kesengsaraan yang kita alami, berkaitan erat dengan kemaksiatan dan dosa yang merajalela.

Allah Swt berfirman:

"Apakah belum jelas bagi mereka yang mewarisi suatu negeri sesudah lenyap penduduknya yang lama, bahwa jika Kami menghendaki tentu Kami azab mereka karena dosa-dosanya; dan Kami kunci mati hati mereka sehingga tidak dapat mendengar pelajaran lagi?" (Qs. Al-A'raf, 7:100)

Ayat ini mempertanyakan cara kita menyikapi bencana yang datang bertubi-tubi silih berganti. Apakah belum cukup untuk menyadarkan kita, berapa banyak umat yang sebelum kita telah ditimpa bencana? Belumkah cukup untuk mengingatkan kita, segala peristiwa bencana mulai Tsunami Aceh Desember 2004, gempa bumi di jogjakarta (2006) hingga bencana dahsyat Gempa tektonik 30 September 2009 di Padang, Sumatera Barat. Bahkan di atas puing-puing jenazah mereka kita berjalan, menjadi kan nya daerah wisata.

Kini dan disini, sejak 26 Oktober lalu, kita diliputi awan panas gunung merapi. Sungguh pedih, menyaksikan korban anak-anak, orang tua dan wanita yang terpanggang bara lahar pijar, awan panas dan debu merapi. Perkam- pungan penduduk luluh lantak, sehingga memaksa lebih dari 100.000 orang dievakuasi, dan lebih dari 100 orang meninggal. Sebelumnya 25 Oktober, lebih dari 400 orang meninggal di Kepulauan Mentawai dan lebih dari 15.000 orang kehilangan tempat tinggal akibat tsunami. Puluhan orang masih tidak ditemukan. Begitupun, banjir yang melanda Wasior di Papua Barat menyebabkan sedikitnya 148 orang meninggal.

Subhanallah, apa dosa rakyat Indonesia, sehingga terus menerus digoncang fitnah dan dilanda musibah? Amirul Mukminin, Ali bin Thalib ra berkata: "Tidaklah turun bencana kecuali diundang oleh dosa. Dan tidak akan dicabut suatu bencana kecuali dengan tobat."

Dosa yang dilakukan secara individu maupun kolektif di negeri ini sungguh dahsyat. Di zaman orde lama, rakyat Indonesia digiring pada ideologi Nasakom, sehingga kaum anti tuhan PKI hidup subur. Di zaman orde baru, bangsa Indonesia ditaklukkan dengan asas tunggal pancasila, yang kemudian atas tuntutan reformasi dihapuskan oleh Presiden BJ Habibi. Pada saat ini, kezaliman dan korupsi merajalela. Dan di zaman reformasi ini, berkembang aliran sesat dan melakukan deradikalisasi Islam melalui terjemahan Alqur'an terbaru dengan misi liberalisme dan sekularisme. Semua perbuatan ini adalah terkutuk yang mengundang murka Allah.

Para pemimpin formal maupun informal, seharus- nya menjadi contoh yang baik, bukan contoh yang buruk bagi rakyatnya. Sebab, para pemimpin menjadi simbol kebangkitan atau kehancuran suatu bangsa. Merekalah yang bertanggung jawab terhadap kerusakan dan penyelewengan-penyelewengan di penjuru negeri yang mengakibatkan lahirnya kemungkaran kolektif secara merata.

Di dalam Qur'an disebut model kepemimpinan di duni ini ada dua, yaitu pemimpin yang mengajak kepada Nur dan pemimpin yang mengajak kepada Nar. Pemimpin yang mengajak pada Nur, digambarkan di dalam Al-Qur'an sebagai sosok yang memimpin rakyatnya ke jalan Allah.

"Kami jadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka menyembah." (Qs. Al-Anbiya, 21:73)

Ketika para pemimpin menyimpang dari petunjuk Allah dan meninggalkan syari'at Islam dalam menjalankan roda pemerintahan, mereka pasti membawa rakyatnya mengikuti jalan syetan yang akan menjerumuskan mereka pada malapetaka di dunia dan di akhirat. Karena itu, semestinya bangsa Indonesia tidak mempercayakan nasib dan masa depan negeri ini pada mereka yang akan mencelakakan rakyatnya:

"Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru manusia ke neraka dan di hari kiamat mereka tidak akan ditolong. Dan Kami ikutkanlah la'nat kepada mereka di dunia ini, dan pada hari kiamat mereka termasuk orang-orangyang dijauhkan dari rahmat Allah." (Qs. Al-Qashas, 28:41-42)

Oleh karena itu, seruan untuk menegakkan Syari'at Islam di lembaga negara, bukan saja untuk membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan dan penindasan. Tetapi juga untuk membebaskan umat dari ancaman siksa Allah yang datang mungkin disaat kita sedang tidur, atau disaat kita sibuk bermain-main di pagi hari; atau disaat yang kita tidak sangka, yang tidak dapat dipantau sekalipun menggu- nakan teknologi canggih.

Pada saat negeri kita diguncang bencana seperti sekarang, alangkah baiknya jika para pemimpin negeri ini belajar pada kebijakan khalifah Umar Ibnul Khathab, tatkala rakyat yang dipimpinnya mengalami pacekelik. Beliau yang bergelar Al-Faruq, telah meletakkan dasar-dasar semangat saling membantu dan meringankan beban sesama, tentang bagaimana seharusnya para pemimpin berbuat pada saat rakyatnya mengalami penderitaan?

Pada masa kekhalifahan Umar Ibnul Khattab ra, pernah terjadi kemarau panjang, diikuti bencana alam, gempa bumi dan angin badai. Akibatnya, kelaparan merajalela, wabah penyakit melanda masyarakat dan hewan ternak. Demikian sedih menyaksikan kondisi rakyatnya, sehingga beliau bersumpah tidak akan makan daging dan minum susu sebelum bahan makanan tersebut dinikmati oleh semua penduduk.

Umar yang Agung berusaha keras menundukkan ambisi pribadinya, mengendalikan kepentingan diri dan keluarganya, demi mengutamakan kepentingan rakyat yang lebih membutuhkan. Sehingga keluarlah ucapannya yang terkenal: "Bagaimana aku dapat memperhatikan keadaan rakyat, jika aku sendiri tidak merasakan apa yang mereka rasakan."

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

Negeri ini sedang menantikan fajar menyingsing, sambil menelusuri jejak yang dapat membimbing ke jalan hidayah. Adakah solusi atau jalan keluar dari segala ancaman musibah ini?

Al-Qur'an menjelaskan, manusia akan dapat terbebas dari murka Allah, asalkan mau mematuhi aturan-aturan Allah dalam bentuk ibadah, perilaku sosial, termasuk dalam sistem pemerintahan. Jaminan ini termaktub dalam Qs. Al A'raf ayat 96:

"Sekiranya penduduk negeri-negeri di dunia ini beriman dan bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan membukakan pintu-pintu berkah dari langit dan dari bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka akibat perbuatannya."

Ayat ini menjelaskan, bahwa kunci pembuka rezki dan pembebas dari bencana adalah iman dan taqwa. Artinya, jika kita ingin menikmati indahnya Islam dan merasakan berbahagianya menjadi Muslim, kerjakanlah perintah dan jauhi larangan Allah, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram. Allah akan memberi berkah kepada rakyat yang beriman, taat dan menjauhi syirik. Sebaliknya akan mengazab rakyat yang berbuat syirik, maksiat dan mengingkari syari'at Allah.

MUNAJAT

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

الله اكبر الله اكبر ولله الحمد

Mengakhiri khutbah ini, marilah kita berdo'a, dengan meluruskan niat, membersihkan hati dan menjernihkan fikiran. Semoga Allah memperkenankan do'a hamba-Nya yang ikhlas, memperbaiki kehidupan kita, sehingga negeri ini menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghafur, negeri dengan predikat 'gemah ripah loh jinawi' dan mendapat ampunan Allah Swt.

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُوْلُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ ، وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا ، اَللَّهُمَّ مَتِعْنَا بِأَسْمَاعِنَا ، وَأَبْصَارِنَا ، وَقُوَّاتِنَا ، مَاأَحْيَيْتَنَا ، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا ، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا ، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا ، وَلاَ تَجْعَل مُصِيْبَتَنَا فِيْ دِيْنِنَا ، وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا ، وَمَبْلَغَ عِلْمِنَا ، وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا ، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا ، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ ، وَبَارِكْ لَنَا فِيْ أَسْمَاعِنَا ، وَأَبْصَارِنَا ، وَقُلُوْبِنَا ، وَأَزْوَاجِنَا ، وَذُرِّيَّاتِنَا ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ .

وَصَلَّى اللهُ عَلَى مَحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمْ كَمَا رَبَّوْنَا (رَبَيَانَا) صِغَارًا ، وَلِجَمِيعِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ ، اَللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةَ وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةَ وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزِّةِ عَمَّا يَصِفُونَ ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

Ya Allah, ya Rab kami, bagi-bagikanlah kepada kami demi takut kepada-Mu apa yang dapat kiranya menghalang antara kami dan ma'siat kepada-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu apa yang sekiranya dapat menyampaikan kami ke sorga-Mu; dan (bagi-bagikan juga kepada kami) demi taat kepada-Mu dan demi suatu keyakinan yang kiranya meringankan beban musibah dunia kami.

Ya Allah, ya Rab kami, senangkanlah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan -penglihatan kami dan kekuatan kami pada apa yang Engkau telah menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai warisan dari kami, dan jadikanlah pembelaan kami (memukul) orang-orang yang menzhalimi kami serta bantulah kami dari menghadapi orang-orang yang memusuhi kami; dan jangan kiranya Engkau jadikan musibah kami mengenai agama kami, jangan pula Engkau jadikan dunia ini sebagai cita-cita kami yang paling besar, tidak juga sebagai tujuan akhir dari ilmu pengetahuan kami; dan janganlah Engkau kuasakan atas kami orang-orang yang tidak menaruh sayang kepada kami (HR. Tirmidzi dan ia berkata hadist ini hasan.)

Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami dan perbaikilah keadaan kami dan tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan serta entaskanlah kami dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Dan jauhkanlah kami dari kejahatan yang tampak maupun tersembunyi dan berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, hati-hati kami dan isteri-isteri serta anak keturunan kami, dan ampunilah kami sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Shalawat atas Nabi Muhammad SAW dan ahli keluarga serta sahabat-sahabat beliau semuanya. Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.

(Disampaikan di hadapan Jamaah Shalat 'Idul Adha 10 Dzulhijjah 1431 H/ 16 November 2010 M, di Halaman Balai Kota, Jogjakarta

Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/9922/khutbah-idul-adha-1431-h-menolak-syariah-menuai-bencana#When:09:44:24Z#ixzz15N2k0Lqm

Teks Khutbah Hari Raya Aidil adha 1431H/2010
1) Teks JAKIM : di sini.
2) Teks Presiden PAS : di sini
3) Teks E-Khutbah : di sini
4) Teks Dewan Ulama : di sini
5) Teks Dewan Ulama Terengganu : di sini

(sumber : Blog Ibnu Hasyim/alb)

Adun Umno/BN di Kedah kebingungan ?

09 Zulhijjah 1431H.


ALOR SETAR: Kebanyakan Ahli Dewan Undangan Negeri (ADUN) pembangkang hari ini menggunakan kesempatan ketika membahaskan usul Ucapan Menjunjung Kasih Titah Ucapan Sultan Kedah dengan membangkit isu mengenai kebanyakan media arus perdana tidak dibenarkan membuat liputan persidangan kali ini.

Datuk Saad Man (BN-Jitra) berkata kerajaan negeri perlu mengkaji semula arahan itu kerana dengan adanya media arus perdana, rakyat dapat mengetahui keputusan-keputusan yang telah dibincangkan pada persidangan DUN kali ini.

"Perbincangan-perbincangan ini adalah untuk kebaikan rakyat. Persidangan kali ini terasa sunyi kerana tiadanya liputan oleh kebanyakan media utama," katanya.

Pada persidangan DUN kali ini, kerajaan negeri hanya membenarkan wartawan daripada Bernama serta akhbar The Star, Sinar Harian, Harakah, Sin Chew Daily, China Press, Kwong Hwa Jit Poh, Guan Ming Daily, Oriental Daily, Nan Yang Siang Pau, Makkal Osai dan Malaysian Nanban untuk membuat liputan.

Surat memaklumkan senarai media yang dibenarkan itu, yang ditandatangani oleh Setiausaha Akhbar Menteri Besar, Muhamad Helmi Mohamed Khalid, dihantar kepada semua organisasi media di negara ini Khamis lalu berikutan apa yang didakwa sebagai "ekoran dari putar belit dan berita biadap pihak media terhadap kerajaan negeri Kedah mutakhir ini".

Sementara itu, Mohd Tajudin Abdullah (BN-Belantik) berkata larangan terhadap media cetak dan elektronik daripada membuat liputan berita bukanlah suatu amalan yang biasa.

"Belum pernah berlaku di sepanjang pemerintahan Barisan Nasional di Kedah, pengamal-pengamal media dilarang membuat liputan terhadap majlis-majlis yang dianjurkan oleh kerajaan negeri, baik persidangan dewan mahupun majlis-majlis keraian dan majlis-majlis rasmi," katanya.

Datuk Dr Ku Abdul Rahman Ku Ismail (BN-Guar Chempedak) berkata walaupun beliau bersimpati dengan Menteri Besar Datuk Seri Azizan Abdul Razak dalam insiden Azizan memarahi seorang wartawan pada satu sidang media, tidak sepatutnya media tidak dibenarkan membuat liputan persidangan DUN.

Mohd Nasir Mustafa (PAS-Kubang Rotan) pula berkata beliau bersetuju dengan tindakan itu kerana jika laporan media itu tidak benar, lebih baik tiada liputan langsung kerana ia akan menimbulkan keresahan kepada rakyat.

Sementara itu, pada sesi perbahasan itu, Mohd Zuki Yusof (PAS-Kuala Ketil) meminta kerajaan negeri mempertingkatkan hasil perlombongan pasir dengan mengetatkan pelaksanaan royalti bahan batuan. - BERNAMA/alb