Oleh Jarjani Usman
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam” (HR. Imam Bukhari & Imam Muslim).
Sangat menyenangkan hidup ini bila mampu merasa diri aman dari segala gangguan. Menyadari hal ini, banyak orang berusaha mencari tempat tinggal yang aman atau melengkapi diri dengan dengan berbagai alat pengamanan. Namun, yang demikian juga sebenarnya bukan kunci keamanan diri, bila belum mampu menyelamatkan diri dari gangguan diri sendiri.
Sebagaimana diisyaratkan dalam hadits Rasulullah sallallu ‘alaihi wasallam, manusia sering tidak aman oleh lidahnya sendiri. Lidah bisa menjadi sumber banyak gangguan hidup manusia, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Kebanyakan kesalahan anak Adam adalah pada lidahnya” (HR. Thabrani). Tak terbantahkan dalam kenyataan, lidah seringkali menjadi penyebab timbulnya sakit hati orang lain dan bahkan menjadi penyulut timbulnya perpecahan umat dalam skala besar. Tentunya, lidah yang dimaksud adalah yang dimiliki orang-orang yang tak (sepenuhnya) beriman kepada Allah.
Lidah orang-orang demikian digambarkan cenderung banyak dan gampang berbicara, tetapi sedikit atau bahkan tidak ada manfaatnya bagi kebaikan. Bila sedikit kebaikan, maka yang banyak adalah keburukan. Dalam ketiadaan kebaikan, yang ada adalah keburukan yang membahayakan. Sebab, keburukan adalah dosa, yang sebahagian balasannya ditimpakan di dunia.
Namun demikian, disebutkan dalam hadits bahwa menyelamatkan diri dari bahaya lidah bukan selamanya berarti diam. Bahkan, diam di saat penting berbicara juga merupakan tindakan berbahaya. Akan tetapi berbicara, asalkan mampu memastikan kebaikannya. Dengan cara demikian, insya Allah kita juga bisa mempertanggungjawabkan pemanfaatan lidah.
Serambi/-