19 Syawal 1431 H
Oleh: Jarjani Usman
“Ibrahim berkata, ‘Wahai anakku, sungguh aku telah bermimpi. Dalam mimpiku itu, aku menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini?’ Ismail menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan.
Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar” (QS. Ash-Shaffat: 102).
Kata-kata seseorang anak sering memberikan keteguhan hati orang tuanya. Dalam sejarah umat manusia, banyak ditemukan bukti betapa berartinya kata-kata seorang anak, semisal kata-kata anaknya Nabi Ibrahim dan kata-kata anak seorang perias di rumah Fir’aun, Masyitah.
Sewaktu mau menyembelih anaknya, Ismail, Nabi Ibrahim sempat ragu karena rasa kasih sayang seorang ayah memuncak begitu tinggi. Namun, keyakinan Nabi Ibrahim kemudian muncul kembali tatkala anaknya Ismail tiba-tiba menyuruh ayahnya untuk melaksanakan saja hajatnya, sebagai tanda kerelaan kepada Allah.
Perasaan ragu juga sempat muncul tatkala Masyitah yang sedang menanti hukuman mati karena menjaga keimanannya kepada Allah.
Di depan kuali besar, Masyitah masih diberikan kesempatan oleh algojo untuk memilih hukuman mati dengan tetap beriman kepada Allah atau tidak dihukum bila mau mempertuhankan Fir’aun.
Di saat keraguan memuncak, apalagi mengingat anak-anaknya yang masih kecil-kecil, Masyitah tiba-tiba mendengar sepenggal kata dari anaknya yang masih kecil yang memintanya untuk tetap memilih hukuman mati demi Allah.
Lantas, dengan penuh keyakinan ia bersama anak-anaknya melompat ke dalam belanga yang penuh dengan air mendidih.
Demikianlah anak-anak orang beriman, seringkali menjadi peneguh keyakinan orang tuanya di jalan keimanan.
Namun, tidak demikian umumnya anak-anak orang biasa, yang kerap mengeluarkan kata-kata yang membuat orang tuanya menempuh jalan sesat.
Tidak sedikit orang tua yang terjerumus ke jalan salah karena ingin memenuhi keinginan anak-anaknya yang meminta ini itu di zaman sekarang.
Oleh: Jarjani Usman
“Ibrahim berkata, ‘Wahai anakku, sungguh aku telah bermimpi. Dalam mimpiku itu, aku menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu mengenai hal ini?’ Ismail menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan.
Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang bersabar” (QS. Ash-Shaffat: 102).
Kata-kata seseorang anak sering memberikan keteguhan hati orang tuanya. Dalam sejarah umat manusia, banyak ditemukan bukti betapa berartinya kata-kata seorang anak, semisal kata-kata anaknya Nabi Ibrahim dan kata-kata anak seorang perias di rumah Fir’aun, Masyitah.
Sewaktu mau menyembelih anaknya, Ismail, Nabi Ibrahim sempat ragu karena rasa kasih sayang seorang ayah memuncak begitu tinggi. Namun, keyakinan Nabi Ibrahim kemudian muncul kembali tatkala anaknya Ismail tiba-tiba menyuruh ayahnya untuk melaksanakan saja hajatnya, sebagai tanda kerelaan kepada Allah.
Perasaan ragu juga sempat muncul tatkala Masyitah yang sedang menanti hukuman mati karena menjaga keimanannya kepada Allah.
Di depan kuali besar, Masyitah masih diberikan kesempatan oleh algojo untuk memilih hukuman mati dengan tetap beriman kepada Allah atau tidak dihukum bila mau mempertuhankan Fir’aun.
Di saat keraguan memuncak, apalagi mengingat anak-anaknya yang masih kecil-kecil, Masyitah tiba-tiba mendengar sepenggal kata dari anaknya yang masih kecil yang memintanya untuk tetap memilih hukuman mati demi Allah.
Lantas, dengan penuh keyakinan ia bersama anak-anaknya melompat ke dalam belanga yang penuh dengan air mendidih.
Demikianlah anak-anak orang beriman, seringkali menjadi peneguh keyakinan orang tuanya di jalan keimanan.
Namun, tidak demikian umumnya anak-anak orang biasa, yang kerap mengeluarkan kata-kata yang membuat orang tuanya menempuh jalan sesat.
Tidak sedikit orang tua yang terjerumus ke jalan salah karena ingin memenuhi keinginan anak-anaknya yang meminta ini itu di zaman sekarang.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan