01 Januari 2012

Bila Hilang Rasa Malu

7 Safar 1433H. [MOD] -
Oleh: Jarjani Usman

“Jika Allah ingin menghancurkan suatu kaum (negeri), maka terlebih dahulu ditanggalkannya rasa malu dari kaum itu” (HR. Imam Bukhari & Imam Muslim).

Bila ada pohon yang rindang, kerapkali yang dipuji adalah daun-daunnya yang banyak. Juga dipuji batangnya yang kuat, besar, dan tinggi; dahan-dahannya yang kuat; atau ranting-rantingnya yang banyak. Sedangkan akar-akarnya kerap dilupakan. Padahal batang, dahan, ranting, dan daun tak akan bermakna apa-apa bila tidak diperkuat oleh akar. Begitu akar tercerabut, maka tumbanglah batang, dahan, ranting, dan daun. Begitu juga manusia atau kelompok manusia dalam suatu negeri.

Seseorang dianggap terpandang karena hartanya yang melimpah, pendidikannya yang tinggi, atau kedudukannya yang mapan. Namun kadangkala rasa malunya jarang dianggap sebagai sesuatu kekuatan yang memperkuat. Padahal bila tak diperkuat akarnya yang berupa rasa, ia lambat atau cepat akan tumbang. Bila rasa malunya hilang, maka sama artinya dengan hilang unsur yang amat penting dari imannya. Dalam keadaan itu tiada, seseorang akan gampang untuk berbuat apa saja, termasuk kejahatan yang bisa menyebabkan kerusakan diri dan masyarakat tempat ia berada.

Bahkan, sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW dalam suatu hadits, kehilangan rasa malu pada suatu kaum, menjadi pertanda kehancuran besar bagi negeri kaum tersebut berada. Kiranya demikianlah yang terjadi saat ini di negeri ini. Tidak sedikit orang, termasuk orang-orang penting, yang sudah demikian gampang berbuat keji karena hilang rasa malunya. Dengan demikian, disadari atau tidak, kita sebagai bagian dari kaum tersebut sedang perlahan tenggelam dalam kehancuran.

Serambi Indonesia/-

1 ulasan:

mohd azhar almarbawi berkata...

malu sebahagian dari iman :-)