17 Oktober 2008

Kufur Nikmat

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah sanggup menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan mengingkari (nikmat Allah)” (QS. Ibrahim: 34).

Kalaulah jumlah kenikmatan yang kita dapat setiap hari dikurangi dengan jumlah rasa syukur kita kepada Pemberi kenikmatan, sudah pasti kita berhutang banyak. Selisihnya sangat jauh. Sangat sedikit rasa syukur kita kepada Allah, sedangkan kenikmatan kita terima berlimpah ruah. Namun ada juga di antara kita yang kufur nikmat atau tidak mensyukurinya langsung.

Tanda-tanda orang yang tidak mensyukuri kenikmatan atau kufur nikmat, menurut Imam al-Ghazali, tidak cukup dilihat dari keengganannya mengucapkan “alhamdulillah”. Tetapi juga kerana menggunakan kenikmatan pada jalan-jalan yang tidak diridhai Allah. Kenikmatan fikiran yang sihat, misalnya, banyak dicurahkan oleh orang yang kufur nikmat untuk memikirkan hal-hal yang tidak diridhai Allah SWT.

Kalau begitu halnya seseorang itu telah undur kebelakang, sehingga layak dikatakan sebagai manusia yang tidak pandai bersyukur. Sebab, fungsi utama dari kesihatan fikiran sebagai salah satu kenikmatan adalah membantu dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah sekaligus dalam berbuat amal sholeh lainnya.

Kerana itu, sepatutnya kita menyedari bahwa terlalu banyak kenikmatan yang tidak mampu dibayar oleh rasa syukur kita. Sehingga kita perlu berterima kasih kehadrat Allah SWT sebanyak-banyaknya dengan meningkatkan sifat takwa dan syukur kepada segala nikmat itu.