25 Ogos 2010

Wanita di Bawah Naungan Islam : Talak Sunnah dan Talak Bid’ah

14 Ramadhan 1431 H
Oleh: Said Abdul Aziz al-Jandul

Landasan (talak tersebut) adalah firman Allah, “Maka cerailah mereka pada masa iddahnya”. Maksudnya ialah pada waktu istri sudah suci dari haid. Bila cerai dilakukan seperti itu, maka talak tersebut disebut talak sunnah, yaitu talak yang terjadi pada waktu istri dalam keadaan suci dan tidak terjadi hubungan (persetubuhan) di antara keduanya.

Sedangkan talak bid’ah adalah talak yang terjadi pada waktu istri sedang haid atau pada waktu ia suci yang telah terjadi persetubuhan. Maka dari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang telah mencerai istrinya di saat ia sedang haid, “Rujukilah istrimu, lalu apabila ia telah bersih (suci) ceraikanlah atau tahan (jangan dicerai).”

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di atas, talak atau perceraiaan terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Talak halal, yaitu mencerai istri dalam keadaan suci yang tidak terjadi persetubuhan di waktu suci itu, atau menceraikannya dalam keadaan sudah dipastikan bahwa istri sedang hamil.

2. Talak haram, yaitu mencerai istri pada saat ia sedang haid atau nifas, atau menceraikannya di waktu suci padahal telah terjadi persetubuhan di waktu suci tersebut.

Kedua perceraian tersebut berlaku bagi istri yang pernah dicampuri. Adapun istri yang belum pernah dicampuri, maka boleh dicerai sekalipun dalam keadaan haid.

Tiada ulasan: