03 Disember 2011

Seperti Binatang

7 Muharram 1433H. [MOD] -
Oleh Jarjani Usman

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?, atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya” (QS. Al Furqan 43-44).

Meskipun berjalan tegak, berpakaian bagus, beruang banyak, serta berkendaraan mewah, jangan disangka itu semuanya makhluk manusia berderajat mulia. Ada di antaranya sudah hina seperti binatang dan bahkan lebih buruk lagi. Ya, memang ada manusia seperti binatang, sebagaimana beberapa kali disebutkan dalam Alquran (QS. Al Furqan 43-44) dan (QS. Al Araf: 179).

Sebutan tersebut dialamatkan kepada orang-orang yang lebih mementingkan hawa nafsunya (QS. Al Furqan 43-44). Dalam ayat yang lain (QS. Al ‘Araf: 179), sebutan itu ditujukan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan mata, telinga, dan hati untuk melihat, mendengar, dan menghayati kebenaran. Semua ini mengajak kita semua untuk memikirkan kembali diri sendiri agar (kembali) berusaha untuk kembali meraih martabat sebagai manusia yang telah diciptakan sebagai makhluk dalam bentuk yang sangat bagus (QS. At-Tiin: 4).

Dengan demikian, untuk mengembalikan marwah manusia atau memanusiakan manusia, perlu sekuat tenaga menghilangkan budaya memperturutkan hawa nafsu dan hidup layak sebagaimana terdapat dalam pedoman hidup dalam Alquran dan assunnah. Yang juga penting dilakukan adalah jangan terlibat dalam upaya mengangkat orang-orang yang mementing diri sendiri dan hawa nafsunya sebagai wakil atau pengurus rakyat. Sebab, yang demikian sama dengan mengangkat orang-orang yang manusia binatang, yang tak akan berjuang, kecuali kepada kepentingan dirinya sendiri. Bahkan dikatakan, orang-orang yang hanya mementingkan diri atau perutnya sendiri, tak ubahnya seperti apa yang keluar dari perut. Sungguh menjijikkan!

Serambi/-

Tiada ulasan: