06 September 2009

Rahasia Infak dan Sedekah dalam Al-Qur’an

Tulisan ini disarikan dari kitab Zakat Mal
Penulis: Allamah Muhammad Taqi Al-Mudarrisi.

Infak di jalan Allah merupakan buah dari keimanan kepada Allah swt dan menjadi tanda keyakinan pada-Nya. Dialah yang memberi kehidupan dan kekayaan, kemampuan dan bimbingan.

Pribadi seorang muslim akan menjadi istimewa karena kedermawanannya. Yang dalam mendermakan hartanya bukan untuk mencari popularitas atau riya’, tetapi karena Allah dan didorong oleh potensinya yang telah dikaruniakan oleh-Nya.

Di dalam Al-Qur’an banyak sekali dibicarakan tentang infak dan sedekah. Tujuannya adalah untuk kemaslahatan sosial. Al-Qur’an banyak membicarakan tentang pentingnya infak dan sedekah. Dari penjelasan-penjelasannya menunjukkan bahwa infak merupakan manifestasi keimanan kepada Allah swt dan hari Akhir.

IKHLAS DALAM BERINFAK

Allah swt yang memberi kehidupan dan kenikmatan, dan Dialah menyuruh kita mengeluarkan sebagian rizki yang telah Dia karuniakan kepada kita. Dia berjanji akan menggantinya dengan berlipat-ganda. Dia berjanji tidak akan menyia-nyiakan infak dan sedekah. Dia mengumpamakan seperti sebutir bibit yang ditanam di lahan yang subur dan selalu tumbuh. Bahkan dari bibit itu juga yang secara berulang-ulang tumbuh dan kita makan.

Dari sebutir bibit yang kita tanam di lahan yang subur, akan selalu tumbuh sehingga menjadi ratusan bibit. Itulah ciptaan Allah swt, dan itulah yang diambil dari harta kita dengan kadar tertentu kemudian kita infakkan di jalan-Nya dan kita sedekahkan kepada hamba-hamba-Nya, lalu Dia melipat-gandakan hasilnya bagi kita.

Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt: Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir bibit yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir: seratus biji. Allah melipat gandakan bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya dan Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 261)

Berinfak di jalan Allah swt yang kita harapkan buahnya di dunia dan akhirat, tidak menutup kemungkinan buahnya rusak dan busuk jika kita tidak memeliharanya dari berbagai penyakit dan hama. Tentu seorang mukmin akan selalu memelihara bibitnya agar subur dan berbuah, ia tidak akan mengikuti infaknya dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan menyakiti perasaan penerimanya, tidak untuk mencari popuparitas dan kekuasaan, tidak merasa lebih tinggi dari orang yang fakir, tidak memaksa orang lain tanpa landasan yang hak, dan tidak mengambil jarak dengan orang-orang fakir.

Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt: Orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerimanya), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan dan mereka tidak bersedih hati. (Al-Baqarah: 262)

Selanjutnya Allah swt mempertegas syarat dalam berinfak.. Yaitu harus mewaspadai bahaya sifat “Ammarah bis-su’” dan potensi syaithaniyah dalam berinfak.

Allah swt berfirman:

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerimanya). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (Al-Baqarah: 263)

Sekiranya orang kaya tidak memberikan sebagian hartanya kepada orang-orang fakir, tetapi ia bisa menyatu dalam suatu majlis, menjadi satu-kesatuan, menganggap saudara, dan tidak ingin menguasai mereka. Bahkan ketika mereka berbuat kejelekan ia bersabar dan memaafkan, sikap ini lebih utama di sisi Allah ketimbang memberikan hartanya dengan tujuan menguasai mereka, merendahkan kehormatan mereka, menjadikan kelas rendahan, dan melukai perasaan mereka.

Selanjutnya Al-Qur’an menasehati kaum mukminin sekaligus mengingatkan mereka bahwa sedekah mereka bisa menguap bahkan terbakar, jika dalam bersedekah mereka ingin menguasai orang-orang fakir-miskin. Bahkan sedekah mereka tidak akan menjadi penyebab pertumbuhan hartanya, dan juga tidak akan membuahkan rahmat Allah di akhirat.

Bagaimana pandangan kita tentang orang yang menghanguskan amal kebajikannya? Ini seperti seorang petani yang mengumpulkan tanah sedikit demi sedikit di areal pegunungan, ia berharap dengan tanah itu tanamannya subur, tetapi kemudian turun hujan yang lebat sehingga tumpukan tanah yang subur itu hilang terkikis air hujan. Demikianlah perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya dengan ingin menguasai seperti ladang yang tandus.

Inilah kandungan makna firman Allah swt:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerimanya), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 264)

Adapun orang-orang mukmin yang tulus-ikhlas karena Allah dalam menginfakkan hartanya, mereka akan memperoleh tiga manfaat:

1. Ridha Allah,
2. pensucian jiwa dan bimbingan takwa dan karunia,
3. pertumbuhan harta dan pahala yang besar di dunia dan akhirat.

Allah swt berfirman:

Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya karena mencari keredhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiramnya, maka hujan gerimis (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (Al-Baqarah: 265)

Allah swt mengumpamakan keinginan sia-sia yang akan menimpa manusia pada hari ia membutuhkan pembalasan. Keinginan yang sia-sia karena amal-amal kebajikannya telah terhapus. Allah mengungkapkan bahwa kenikmatan popularitas dan kekuasaan yang diinginkan dalam amalnya lalu diikuti dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan menyakiti hati penerimanya, sikap inilah yang menghapus kebaikan amalnya seperti debu yang dihempas oleh angin.

Allah swt berfirman:

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; yang dalam kebun itu ada segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tuanya sedang ia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, maka terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (Al-Baqarah: 266)

BERINFAK DENGAN HARTA YANG BAIK

Allah swt menyatakan:

Hai orang-orang yang beriman, berinfaklah sebagian yang baik-baik dari hasil usahamu dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menginfakkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memejamkan mata terhadapnya. Ketahuilah, Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Baqarah: 267)

Jika hendak berinfak, maka pilihlah apa yang paling utama dari yang kita miliki. Yang baik dalam memperolehnya, yang menguras pikiran dan tenaga seperti harta dan bangunan, atau yang tidak menguras tenaga dan pikiran seperti hasil perkebunan dan pertanian. Wal-hasil, kita harus memilih yang paling utama dari apa yang kita miliki untuk kita persembahkan kepada Allah swt. Janganlah kita memilih yang bernoda atau busuk untuk diinfakkan di jalan Allah swt.

Cobalah kita renungkan! Sekiranya yang terjadi sebaliknya, kita yang fakir. Apakah kita mau menerima pemberian yang bernoda atau buah-buahan yang busuk? Sementara kita semua butuh kepada Allah swt. “Antumul fuqarâu ilallâh” (kalian yang butuh kepada Allah)

PENGARUH INFAK TERHADAP PERTUMBUHAN HARTA

Al-Qur’an mengingatkan kita agar tidak menjawab seruan setan, seruan yang dihembuskan dari dalam diri kita dengan seruan: Janganlah kalian mengeluarkan infak agar kalian tidak menjadi orang-orang yang miskin.

Setan menjanjikan kamu dengan kefakiran dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan dan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas kurnianya lagi Maha Mengetahui. Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi kebajikan yang banyak. Dan Tidak akan merenunginya kecuali ulul albab (orang-orang yang mampu mengambil pelajaran). (Al-Baqarah 268-269)

Hendaknya kita menyadari bahwa infak dapat mengefektifkan peredaran uang dan harta di antara manusia, dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Yang akhirnya semua dapat merasakan manfaatnya. Karena itu Allah menyuruh kita berinfak, dan memanggil kita pada yang lebih utama. Sementara setan menakut-nakti kita dengan kefakiran dan kemiskinan, agar kita menahan harta kita dan enggan berinfak, menyebarkan permusuhan, menumbuhkan perbuatan keji dan kikir. Jika demikian, bukankah infak adalah sesuatu yang paling utama, sehingga tersebarlah cinta dan kasih sayang menggantikan kedengkian dan kebencian di antara manusia.

MENAHAN INFAK

Allah Maha Mengetahui siapa yang menahanan infak. Dia juga yang melipatpandakan harta kekayaan melalui infak, bukan manusia.

Allah swt berfirman:

Apa saja yang kamu infakkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolong pun baginya. (Al-Baqarah: 270)

Ayat ini menjelaskan tentang hal menahan infak. Selama harta itu diinfakkan di jalan Allah bukan untuk tujuan menguasai manusia, itu baik walaupun diketahui oleh manusia, itu tidak membahayakan. Tetapi, jika berinfak secara terang-terangan agar terhindar dari perangkap-perangkap hawa nafsu dan bisikan setan, maka lebih utama infak itu ditahan dulu sampai kondisinya lebih memungkinkan. Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik. Jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikannya itu lebih baik bagimu. Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah: 271)

Karena yang semestinya infak itu dikeluarkan di jalan Allah, maka pemimpin Islam atau ulama tidak lain hanya sebagai penghimpun infak untuk disalururkan kepada yang berhak. Tidak lebih dari itu, ia tidak bertanggung jawab terhadap infak orang-orang kaya, ia hanya bertanggung jawab terhadap amal perbuatan mereka, karena infak manfaat dan mudharratnya mengenai langsung pada diri mereka.

Allah swt berfirman:

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk pada siapa yang dikehendaki-Nya. Apa aja harta yang baik yang kamu infakkan, maka itu untuk dirimu. Janganlah kamu berinfak kecuali karena mencari keredhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan, pasti kamu akan ada pembalasannya yang cukup, dan kamu sedikit pun tidak akan dianiaya, tidak dirugikan. (Al-Baqarah: 272)

PENDISTRIBUSIAN INFAK

Masih ada pertanyaan: Kemana kita harus mengeluarkan infak? Dan kepada siapa?

Al-Qur’an yang menjawab pertanyaan ini:

(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat dalam perjuangan di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi. Orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena mereka menjaga diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu infakkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. (Al-Baqarah: 273)

Sebagai penutup, kita dilarang menyia-nyiakan harta dan waktu untuk tidak berinfak di jalan Allah, bahkan sangat dianjurkan berinfak kapan saja ada kesempatan di masyarakat:

Orang-orang yang menginfakkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran bagi mereka dan tidak juga mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 274)

Email dari : Shah Bundy

Tiada ulasan: